YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
KISAH DAN PETUAH
KISAH DAN PETUAH
Catatan Kecil 125 : "KESAKSIAN" SEBAGAI PERSONAL (PENGAMAL) APA YG KAMI KETAHUI, RASAKAN DAN ALAMI DALAM PERJUANGAN WAHIDIYAH :
TAWASSUL / ISTIGHOTSAH - bahasan keempat (4);
Hadis-Hadis tentang Legalitas Tawassul /
Istighotsah
Istighotsah
Pada kesempatan kali ini, kita akan mengkaji beberapa contoh hadis yang menjadi landasan legalitas tawassul/istighotsah.
Dalam beberapa kitab standart Ahlusunah wal Jamaah akan dapat kita temui beberapa hadis yang menjelaskan tentang legalitas hal tawassul dan istighotsah terhadap Rasululloh SAW dan para hamba Allah yang saleh (Waliyulloh). Sebagai contoh apa yang disebutkan dalam hadis-hadis di bawah ini :
01- Dari Ustman bin Hanif yang mengatakan : "Sesungguhnya telah datang seorang lelaki yang tertimpa musibah (penyakit) kepada Nabi Muhammad SAW.
Lantas lelaki itu mengatakan kepada Rasululloh SAW ; “ Yaa Rosulalloh Berdoalah kepada Allah untukku agar Ia menyembuhkanku wahai Rosulalloh !”.
Lantas Rasululloh SAW bersabda: “Jika engkau menghendaki maka aku akan menundanya untukmu, dan itu lebih baik. Namun jika engkau menghendaki maka aku akan berdoa (untukmu)”. Lantas dia (lelaki tadi) berkata :
“Memohonlah kepada-Nya untukku wahai Rosululloh !”.
Lantas Rasululloh SAW memerintahkannya untuk mengambil air wudhu, kemudian ia berwudhu dengan baik lantas melakukan shalat dua rakaat.
Kemudian ia membaca doa tersebut :
اللهم إني أسئلك و أتوجه إليك بمحمد نبي الرحمة يا محمد إني قد توجهت بك إلي ربي في حاجتي هذه لتُقضي اللهم فشفعه فيٍَ
(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, dan aku datang menghampiri-Mu, demi Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi yang penuh rahmat. Yaa Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya aku telah datang menghampiri-mu untuk menjumpai Tuhan-ku dan meminta hajat-ku ini agar terkabulkan. Ya Allah, maka berilah pertolongan kepadanya untukku).
Yang dimaksud dengan Abu Jakfar dalam hadis tadi adalah, Abu Jakfar al-Khathmi yang dinyatakan kepercayaannya oleh banyak ahli rijal hadis, termasuk ar-Rifa’i dalam kitab “At-Tawasshul ila Haqiqat at-Tawassul” halaman 158.
Hadis di atas juga diriwayatkan oleh para Imam hadis terkemuka Ahlusunnah, seperti: Imam at-Turmudzi dalam “Sunan at-Turmudzi” 5/531 hadis ke-3578, Imam an-Nasa’i dalam kitab “as-Sunan al-Kubra” 6/169 hadis ke-10495, Imam Ibnu Majah dalam “Sunan Ibnu Majah” 1/441 hadis ke-1385, Imam Ahmad dalam “Musnad Imam Ahmad” 4/138 hadis ke-16789, al-Hakim an-Naisaburi dalam “Mustadrak as-Shohihain” 1/313, as-Suyuthi dalam kitab “al-Jami’ as-Shoghir” halaman 59, dsb. Sehingga dari situ, Ibnu Taimiyah pun menyatakan kesahihannya pula .
Anehnya, sebagian Wahhaby menyatakan bahwa tawassul/istighotsah semacam itu perbuatan sia-sia dan bertentangan dengan ke-Maha mendengar dan mengetahui-an Allah dengan menyatakan; “Kenapa kita harus berdoa melalui orang dengan alasan ia lebih dekat kedudukannya di sisi Allah dan doanya lebih didengar oleh-Nya ? Bukankah Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui atas doa para hamba-Nya ?”.
Justru pertanyaan selanjutnya yang harus dijawab oleh orang Wahhaby yang berpikiran semacam itu adalah; kenapa Rasululloh SAW menjawab permintaan orang tadi dengan mengatakan “…Namun jika engkau menghendaki maka aku akan berdoa (untukmu)”, apakah Nabi SAW – yang makhluk terkasih Ilahi itu - tidak mengetahui apa yang ada di otak kepala Wahhaby tadi ? Apakah mereka para Wahabiyyun lebih pintar dari Nabi SAW ?.
Dari hadis di atas juga dapat kita ambil pelajaran bahwa, bagaimana Nabi SAW mengajarkan cara bertawassul kepada lelaki terkena bencana tersebut. Dan juga dapat kita ambil pelajaran bahwa, bersumpah atas nama pribadi Nabi (بمحمد) SAW adalah hal yang diperbolehkan (legal menurut syariat Islam), begitu juga dengan kedudukan (jah) Nabi Muhammad SAW yang tertera dalam kata “نبي الرحمة” (Nabiyyur Rohmah).
Jika tidak maka sejak semula pasti Nabi Muhammad SAW akan menegur lelaki tersebut. Jadi tawassul lelaki tersebut melalui pribadi Nabi Muhammad SAW – bukan hanya doa Nabi SAW - yang sekaligus atas nama sebagai Nabi pembawa Rahmat yang merupakan kedudukan (jah) tinggi anugerah Ilahi merupakan hal legal menurut syariat Nabi Muhammad SAW bin Abdillah.
02- Diriwayatkan oleh ‘Aufa al-‘Aufa dari Abi Said al-Khudri, bahwa Rasululloh SAW pernah menyatakan : “Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat (di masjid) maka hendaknya mengatakan :
“اللهم إني أسئلك بحق السائلين عليك ”و أسئلك بحق ممشاي هذا فإني لم أخرج أشرا و لا بطرا و لا ريائا و لا سمعة خرجت اتقاء سختك و ابتغاء مرضاتك فأسئلك أن تعيذني من النار و أن تغفرلي ذنوبي إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت”
(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-mu, demi para pemohon (para manusia saleh/waluyulloh) kepada-Mu. Dan aku memohon kepada-Mu, demi langkah kakiku ini. Sesungguhnya aku tidak keluar untuk berbuat aniaya, sewenang-wenang, ingin pujian dan berbangga diri.
Aku keluar untuk menjauhi murka-Mu dan mengharap ridho-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu agar Kau jauhkan diriku dari api neraka.
Dan hendaknya Engkau ampuni dosaku, karena tiada dzat yang dapat menghapus dosa melainkan diri-Mu), niscaya Allah akan menyambutnya dengan wajah-Nya kepadanya dan memberinya balasan sebanyak tujuh puluh ribu malaikat”.
Aku keluar untuk menjauhi murka-Mu dan mengharap ridho-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu agar Kau jauhkan diriku dari api neraka.
Dan hendaknya Engkau ampuni dosaku, karena tiada dzat yang dapat menghapus dosa melainkan diri-Mu), niscaya Allah akan menyambutnya dengan wajah-Nya kepadanya dan memberinya balasan sebanyak tujuh puluh ribu malaikat”.
(Lihat: Kitab “Sunan Ibnu Majah”, 1/256 hadis ke-778 bab berjalan untuk melakukan shalat)
Dari hadis di atas dapat diambil pelajaran bahwa, Rasululloh SAW mengajarkan kepada kita bagaimana kita berdoa untuk menghapus dosa kita dengan menyebut (bersumpah dengan kata ‘demi’) diri (dzat) para peminta doa dari para manusia saleh (Waliyulloh) dengan ungkapan “بحق السائلين عليك”.
Rasulullah SAW di situ tidak menggunakan kata “بحق دعاء السائلين عليك” (demi doa para pemohon kepada-Mu), tetapi langsung menggunakan ‘diri pelaku perbuatan’ (menggunakan isim fa’il).
Dengan begitu berarti Rasululloh SAW membenarkan – bahkan mengajarkan- bagaimana kita bertawassul kepada diri dan kedudukan para manusia saleh kekasih Ilahi (wali Allah/para Al-Ghouts) - yang selalu memohon kepada Allah SWT- untuk menjadikan mereka sebagai sarana penghubung antara kita dengan Allah dalam masalah permintaan syafa’at, permohonan ampun, meminta macam-2 hajat, dsb.
03- Diriwayatkan dari Anas bin Malik Ra, ia mengatakan; ketika Fathimah binti Asad meninggal dunia, Rasulullah SAW datang dan duduk di sisi kepalanya sembari bersabda :
“رحمك الله يا أمي بعد أمي”
(Allah merahmatimu wahai ibuku pasca ibu (kandung)-ku).
Lantas beliau (Rasululloh SAW) menyebutkan pujian terhadapnya, lantas mengkafaninya dengan jubah beliau. Kemudian Rasululloh SAW memanggil Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al-Anshari, Sayyidina Umar bin Khattab dan seorang budak hitam untuk menggali kuburnya. Lantas mereka menggali liang kuburnya.
Sesampai di liang lahat, Rasululloh SAW sendiri yang menggalinya dan mengeluarkan tanah lahat dengan menggunakan tangan beliau. Setelah selesai (menggali lahat), kemudian Rasululloh SAW berbaring di situ sembari berkata:
“ا
لله الذي يحي و يميت و هو حي لا يموت اغفر لأمي فاطمة بنت أسد و وسع عليها مدخلها بحق نبيك و الأنبياء الذين من قبلي”
Sesampai di liang lahat, Rasululloh SAW sendiri yang menggalinya dan mengeluarkan tanah lahat dengan menggunakan tangan beliau. Setelah selesai (menggali lahat), kemudian Rasululloh SAW berbaring di situ sembari berkata:
“ا
لله الذي يحي و يميت و هو حي لا يموت اغفر لأمي فاطمة بنت أسد و وسع عليها مدخلها بحق نبيك و الأنبياء الذين من قبلي”
(Allah Yang menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Yang selalu hidup, tiada pernah mati. Ampunilah ibuku Fathimah binti Asad. Perluaskanlah jalan masuknya, demi Nabi-Mu (SAW) dan para nabi sebelumku).
(Lihat: Kitab al-Wafa’ al-Wafa’)
(Lihat: Kitab al-Wafa’ al-Wafa’)
Hadis di atas jelas sekali bagaimana Rasulullah SAW bersumpah demi kedudukan (jah) yang beliau miliki, yaitu kenabian, dan kenabian para pendahulunya yang telah mati, untuk dijadikan sarana (wasilah) pengampunan kesalahan ibu (angkat) beliau, Fathimah binti Asad.
Dan dari hadis di atas juga dapat kita ambil pelajaran, bagaimana Rasululloh SAW memberi ‘berkah’ (tabarruk) liang lahat itu untuk ibu angkatnya dengan merebahkan diri/badannya di sana, plus mengkafani ibunya tersebut dengan jubah beliau sendiri.
Sebagai penutup dari contoh hadis-hadis tentang legalitas tawassul dalam syariat Islam, kita akan melihat satu ‘pujian’ yang diberikan salah satu sahabat Rasul kepada diri Rasulullah SAW yang memiliki muatan Tawassul.
04- Diriwayatkan bahwa Sawad bin Qoorib melantunkan pujiannya terhadap Rasululloh SAW dimana dalam pujian tersebut juga terdapat muatan permohonan tawassul kepada Rasulullah SAW. Ia mengatakan :
و أشهد أن الله لا رب غيره …. * …. و أنك مأمون علي كل غائب
و أنك أدني المرسلين وسيلة …. * …. الي الله يان الأكرمين الأطائب
فمرنا بما يأتيك يا خير مرسل …. * …. و إن كان فيما فيه شيب الذوائب
و كن لي شفيعا يوم لا ذو شفاعة *…. …. سواك بمغن عن سواد بن قارب
و أنك أدني المرسلين وسيلة …. * …. الي الله يان الأكرمين الأطائب
فمرنا بما يأتيك يا خير مرسل …. * …. و إن كان فيما فيه شيب الذوائب
و كن لي شفيعا يوم لا ذو شفاعة *…. …. سواك بمغن عن سواد بن قارب
(Lihat: Kitab Fathul Bari 7/137, atau kitab at-Tawasshul fi Haqiqat at-Tawassul karya ar-Rifa’i halaman 300)
Kejelasan-kejelasan semacam inilah yang tidak dapat dipungkiri oleh kaum muslimin manapun, terkhusus para pengikut sekte Wahabisme yg sesat itu. Atas dasar itu, Ibnu Taimiyah sendiri dalam kitabnya “at-Tawassul wa al-Wasilah” dengan mengutip pendapat para ulama Ahlusunah seperti; Ibnu Abi ad-Dunya, al-Baihaqi, at-Thabrani, dan sebagainya telah melegalkan tawassul sesuai dengan hadis-hadis yang ada.
(Lihat: Kitab “at-Tawassul wal Wasilah” karya Ibnu Taimiyah halaman 144-145)
Walaupun beberapa hadis di atas secara tersirat telah membuktikan legalitas tawassul terhadap para nabi terdahulu dan para manusia saleh (Waliyulloh) yang telah mati, namun mungkin masih menjadi pertanyaan di benak kaum muslimin, adakah dalil yang dengan jelas memperbolehkan tawassul/istighotsah terhadap orang yang zahirnya telah mati ? Marilah kita ikuti kajian selanjutnya. Semoga berkah dan bermanfaat..... Amiin...!!!.
Bersambung….............................
AL-FAATIHAH.......( MUJAHADAH.....)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar