Sabtu, 22 Maret 2014

0040.01.317 - CONTOH TEKS KULIAH WAHIDIYAH


FAFIRRUU  ILALLOH WA ROSUULIHI SAW !
I. 01.317 - "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"

0040.01.317  -  CONTOH TEKS KULIAH WAHIDIYAH


Alhamdulillah, wajib kita bersyukur kepada Allah Swt terhadap nikmat terbesar yang agung, yang mana tidak dapat dinilai, tidak dapat kita ukur dengan nilai rupiah berapapun, 1m atau 1 t. Nikmat tersebut adalah :
1.                 Nikmat terlahir dari orang tua yang muslim serta dalam lingkungan masarakat Islam.

Lahir dari orang tua yang muslim serta dalam lingkungan Islam merupakan fadlal Allah Swt yang sangat besar dan agung, yang tidak dapat diukur dengan nilai uang berapapun jumlahnya.
          Dengan berada dalam lingkungan muslim, kita tanpa memilihi jenis tuntunan, tiba-tiba terbawa kedalam  kebenaran yang hakiki. Yang mana secara umum, jiwa serta pola fikir manusia dihadang oleh macam-macam, tembok yang berbentuk klen, lingkungan, keluarga dan adat, bahkan tembok yang berupa ke-akuan kita sendiri. Pengganggu manusia yang bernama setan atau nafsu sangat kesukaran menghancurkan tembok-tembok tersebut. Dan hanya manusia pilihan Allah Swt, yang dapat menghancurkan tembok-tembok tersebut.
          Alhamdulillah, Subhanallah atas fadlal-Nya, kita dibawa oleh hidayah-Nya kedalam naungan cahaya ke-Tuhanan.

2.                 Nikmat kedua, adalah nimat menjadi pengamal Wahidiyah.
Mengapa demikian ?.

Sebab sebelum mengamalkan Wahidiyah, kita tidak mengenal dan tidak  memahami mutiara-mutiara iman dan akhlak yang terkandung didalam shalawat Wahidiyah. Walaupun awalnya, kita mengamalkan SW ini dengan macam-macam tujuan duniawi. Namun dengan ketinggian, keagungan, kesabaran serta ketulusan jiwa Mbah Yahi Muallif SW dan Beliau Hadlratul Mukarram Romo Yai Ra, serta dengan kekuatan pancaran sinar radiasi batin Beliau Ra yang telah kita rasakan bersama. Maka setiap orang siapapun mereka, darimanapun asalnya, bagaimanapun paham dan alirannya, asal mau tekun mengamalkan SW akan dapat memetik mutiara-mutiara keimanan hakiki. Yang mana keimanan seperti ini merupakan kebutuhan pokok jiwa semua manusia tanpa pandang bulu.

Mutiara keimanan yang sangat sangat penting tersebut  :

a.                 Sangat pentingnya bershalawat dan berakhlak kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bersabda : [1]
الدُعَاءُ موقُوفٌ بَيْنَ السَمَاءِ وَالأَرْضِ لاَ يَصْعَدُ حَتَّى يُصَلِّى عَلَىَّ فَلاَ تَجْعَلُوْنِى كَغَمْرِ الرَاكِبِ فَصَلُّوا عَلَيَّ أَوَّلَ الدُعَاءِ وَأَخِرِهِ وَأَوْسَطِهِ
Doa berhenti antara langit dan bumi yang tidak dapat naik (tidak sampai kepada Allah), hingga bershalawat kepadaku. Janganlah kamu semua membuatku bagaikan pengemudi yang terlempar. Bershalawatlah kepadaku, pada awal doa, pada kahirnya dan pada pertengahannya.
Doa (shalat/ ibadah) seseorang, tidak akan didengar, tidak diterima, tidak diridlai oleh Allah Swt (yang digambarkan dengan bergantung antara langit dan bumi = الدُعَاءُ موقُوفٌ بَيْنَ السَمَاءِ وَالأَرْضِ لاَ يَصْعَدُ), keculai disertai shalawat kepada Nabi Saw (لاَ يَصْعَدُ حَتَّى يُصَلِّى = tidak akan naik kepada Allah Swt, hingga bershalawat kepada-ku).
Disini, yang harus benar-benar dipahami dan diperhatikan oleh kita, setelah doa terkabulnya (baik urusan duniawi lebih-lebih doa urusan iman dan taqwa), adalah seringnya kita lupa akan jasa Beliau Rasulullah Saw sebagai pembuka jalan terkabulnya doa/ shalat/ ibadah kita. Hingga tanpa disadari, kita dibawa oleh nafsu keakuan kita sendiri, menjadikan Beliau Saw - sebagaimana yang digambarkan – فَلاَ تَجْعَلُوْنِى كَغَمْرِ الرَاكِبِ = sebagai pengemudi yang terlempar (habis manis sepah dibuang). Tanpa kita sadari setelah mendapat nikmat dari Allah Swt, kita mencampakkan Rasulullah Saw. Yang seakan-akan, kita tidak pernah mendapat pertolongan Rasulullah Saw yang menjembatani antara kita, antara doa kita dan keridlaan Allah Swt.
Agar berdoa diterima dan diridlai oleh Allah, baik permohonan tentang diniawai lebih-lebih hal iman, pengampunan dosa, keberkahan hidup untuk diri, keluarga dan masarakat syarat utama serta akhlak pokok adalah :
*.  Harus disertai shalawat. Tanpa dengan shalawat panjatan doa kita tidak mendapat ridla-Nya.
*.  Tidak menjadikan Rasulullah Saw sebagai pengemudi yang telempar.
Diantara ancaman bagi mukmin yang enggan bershalawat, adalah  hadis yang diriwayatkan dari Jabir Ibn Abdullah, Rasulullah Saw bersabda : [2]
مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ فَقَدْ شَقِيَ.
Barang siapa yang namaku disebut disisinya, kemudian ia tidak bershalawat kepadaku, maka ia telah celaka.
مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَخَطِئَ الصَلاَةَ عَلَيَّ خَطِئَ طَرِيْقَ الجَنَّةِ.
Barang siapa yang namaku disebut disisinya, kemudian ia salah dalam bershalawat kepadaku, maka ia telah salah jalan menuju surga.
Rasulullah Saw bersabda :
قَالَ لِي جِبْرِيْلُ : مَنْ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ فَمَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ فَأَبْعَدَهُ اللهُ, قُلْ اَمِيْن, فَقُلْتُ اَمِينْ
Jibril berkata kepadaku : Barang siapa yang engkau disebut  disisinya, dan ia tidak bershalawat kepadamu, kemudian ia mati, maka ia akan masuk neraka dan Allah Swt akan menjauhinya. Katakanlah (wahai Muhammad) : Amin. Maka aku mengucapkan : Amin. [3]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra,  Rasulullah Saw bersabda :[4]
إِنَّ البَخِيْلَ مَنْ ذُكْرْتُ عِنْدَهُ  وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
Sesungguhnya orang yang bakhil adalah orang yang ketika namaku disebut disisinya, dan ia tidak bershalawat kepadaku.
Al-Ghauts Fii Zamanihi Syeh Al-Qasthalani (w.758 H) dalam menjelaskan hadits riwayat Imam Bukhari (tentang cinta kepada Rasulullah Saw) mengatakan :
 حَقِيْقَةُ الاِيْمَانِ لا تَتِمُّ وَلاَتَحْصُلُ إِلاَّ بِتَحْقيْقِ أَعْلإَ قَدْرِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْزِلَتِهِ عَلَى كُلِّ وَالِدٍ وَوَلَدٍ ومُحْسِنٍ  فَمَنْ لَمْ يَعْتَقِدْ هَذَا فَلَيْسَ بِمُؤْمِنٍ يُبَيِّنُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِقَدَارَ دَرَجَةِ المُؤْمِنِ عَلَى حَسَبِ مَحَبَّتِهِ لَنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Hakikinya iman tidak dapat dihasilkan dan tidak dapat disempurnakan kecuali dapat memahami kedudukan Rasulullah Saw dengan nyata (musyahadah qalbu) diatas setiap orang tua, anak dan para pelaku kebaikan.  Barang siapa yang tidak memiliki i’tiqad (kepercayaan) seperti ini, maka ia tidak disebut mukmin. Hadits ini, artinya Rasulullah Saw menjelaskan tentang ukuran derajat iman mukmin,  tergantung dari seberapa rasa cintanya kepada Rasulullah Saw. [5]
Fatwa Imam al-Ghazali (w. 501 H) Qs. wa Ra. :
قَدْ مَنعَ كَمَالُ الاِيْمَانِ بِشَهَادَةِ التَوحيْد لاَاِلَهَ اِلاَ الله مَا لَمْ تَقْـتَرِن بِشَهَادة الرَسُولِ مُحَمَّد رَسُولُ الله
Sangat terlarang kesempurnaan iman hanya dengan kesaksian kepada Allah saja, yaitu (tiada Tuhan selain Allah), tanpa disertai kesaksian kepada Rasulullah (Muhammad utusan Allah).[6]

Sebab demikian para ulama, khususnya Mbah Yahi Qs wa Ra menta’lif shalawat GHIRU MAKTSURAH.
Jika kita kembalikan norma umum pada masyarakat, jika ada seseorang, setelah berhasil usahanya, sedangkan orang lain yang paling berjasa kepadanya ditinggalkannya kawan tersebut, serta menjadikannya habis manis sepah dibuang, sudah tentu kita dipandang oleh masarakat sebagai manusia yang tidak bermoral.
Demikian kepada Rasulullah Saw, kita sebagai ummat yang tidak beradab. Maka kita tdak boleh lupa kepada Rasulullah Saw dalam segala nikmat yang kita terima. Agar kita tidak su’ul adab kepada Rasulullah Saw, kita bershalawat nabi pada awal, pertengahan dan akhir doa. Dalam sabda selanjutnya, Rasulullah Saw menjelaskan cara  bershalawatlah dalam doa : فَصَلُّوا عَلَيَّ أَوَّلَ الدُعَاءِ وَأَخِرِهِ وَأَوْسَطِهِ .
Sebelum mengamalkan Shalawat Wahidiyah betapa rusaknya akhlak kita, betapa buruknya akhlak kita kepada Rasulullah Saw. Bahkan kita lebih buruk lagi dari akhlak tersebut. Kita merasa bahwa doa kita, diterima bukan jasa dari Rasulullah Saw.
Dan alhamdulillah, setelah kita mengamalkan shalawat Wahidiyah, kita dapat mengerti peranan penting shalawat dan Rasulullah Saw, hingga kita dapat menempatkan shalawat dan Rasulullah Saw sebagai kunci dalam semua doa dan segala perbuatan ibadah kita.
b.                 Dengan bershalawat dan dengan bertawassul kepada Rasulullah Saw dosa-dosa kita mudah terampuni.
Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari jalur Hasan Ibn Ali Ibn Abu Thalib Ra, Rasulullah Saw bersabda :[7]
أَكْثِرُوا الصَلاَةَ عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ عَلَيَّ مَغْفِرَةٌ لِذُنُوبِكُمْ. وَاطْلُبُوا لِي الدَرَجَةَ وَالوَسِيْلَةَ. فَإِنَّ وَسِيْلَتِي عِنْدَ رَبِّي شَفَاعَتِي لَكُمْ.
 Perbanyalkah kamu semua bershalawat kepada-ku. Sesungguhnya shalawatmu kepada-ku, merupakan (menyebabkan) ampunan bagi disa-dosamu. Dan carilah kamu semua untk-ku darajah yang tinggi dan wasilah. Sesungguhnya wasilah dengan aku disisi Tuhan-ku merupakan pertolongan (syafaat) untuk kamu semua.
Sebelum mengamalkan shalawat Wahidiyah, kita kurang perhatian terhadap hikmah dan keagungan shalawat. Kita tidak mengenal dan memahami kedudukan Rasulullah Saw. Kita mengenalnya setelah mengamalkan SW.
Hadis riwayat Imam Thabrani dan Imam Ibnu Majah dari Abu Darda’. Ia berkata : Rasulullah Saw bersabda  : [8]
وَإِن أَحَدٌ لَيُصَلِّيَ عَلَيَّ إِلاَّ عُرِضَتْ عَلَيَّ صَلاَتُهُ حَتَّى يَفْرَغَ مِنْهَا. قُلْتُ وَبَعْدَ المَوتِ؟. قَالَ :  إِنَّ اللهَّ حَرَّمَ عَلَى الأرْضِ أَنْ تَاْكُلَ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءَ فَنَبِيُّ اللهِ حَيٌّ يُرْزَقُ
Dan tidaklah seseorang yang bershalawat kepadaku, kecuali shalawatnya
diperlihatkan kepadaku sampai ia selesai dari bershalawat. Aku (Abu Darda’) berkata: dan setelah mati?. Jawab (Rasulullah Saw) : Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada bumi (masa) memakan (merusak) jasad para nabi. Dan Nabiyullah itu tetap hidup dan mendapat rizki.[9]
Dan alhmdulillah, setelah mengamalkan Wahidiyah dengan tekun (yakni mujahadah yaumiyah, usubu’yah syahriyah dan mujahadah lainnya), kita diarahkan oleh Mbah Yahi Qs wa Ra serta oleh Beliau Romo Yahi Ra bagaimana cara bershalawat dan berakhlak kepada Rasulullah Saw dalam bermujahadah dan bershalawat. Karena Rasulullah adalah pembuka jalan dan sekaligus sebagai pengantar doa kepada Allah Swt.
Bimbingan tersebut antara lain : kita tidak menjadikan rumah seperti kuburan (gelap dan kadang tampak mengerikan dalam pandangan para malaikat) kita, dengan menjadikan rumah untuk bershalawat dan bertaubat (yaumiyah, usbu’iyah dll.). Dan pula, untuk sowan kepada Rasulullah Saw memiliki anggapan harus tenggelam hanya dimakam Rasulullah Saw. Kita Sebagaimana keterangan dalam hadis riwayat Imam Muslim, dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda:
لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيْدًا وَصَلُّو عَليَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تُبَلِّغُونِي حَيْثُمَا كُنْتُمْ
Janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan, dan janganlah kamu
jadikan kuburku  seperti  hariraya,  bershalawatlah  kamu  semua  kepadaku.   Sesungguhnya shalawatmu samapi kepadaku dimanapun kamu semua berada.
Sedangkan Syeh Abul Fadlol ‘Iyadl, dalam kitabnya As-Syifa’, saat memberi penjelasan tentang makna hadits yang membahas mahabbah kepada Rasulullah Saw, yang menukil fatwa (al-Ghauts fi Zamanihi, w. 284 H, Syeh Sahal at-Tustari),  menjelaskan  :
   مَنْ لَمْ يرَوِلا َيَةَ الرَسُول عَلَيْهِ فِي جميْعِ الاَحْوالِ ولاَ َيرَى نَفْسَهُ فِي مُلْكِهِ صَلى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ لاَيَذُوقُ حَلاَوَةَ سُنَّتِهِ لآنَّ النَبِيَ صَلى الله  عَلَيْه وَسَلَّمَ قَالَ لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكمْ حَتَّى أنْ أَكُونَ أَحَبُّ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِه
Barang siapa tidak mengetahui, bahwa Rasulullah menguasai dirinya dalam segala hal, dan tidak mengetahui dirinya dalam kepemilikan Rasulullah, maka ia tidak akan merasakan manisnya sunnah Rasulullah Saw. Karena Nabi Saw. bersabda : Tidak iman kalian sehingga Aku (Rasulullah) lebih dicintainya dari pada dirinya sendiri.
Firman Allah Swt, Qs. al-Maidah/  35 :
 يَأيُّهَا الذِيْنَ اتَقُوا اللهَ وَابْتَغُوا الَيْهِ الوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 
Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepda Allah dan carilah perantara untuk menuju kepada-Nya, semoga kalian beruntung.
Agar tidak salah memahami makna wasilah dalam ayat ini, Rasulullah Saw telah menjelaskan apa dan bagaimana wasilah itu. Rasulullah Saw bersabda (HR. Imam Ahmad)   :  
إنَّ الوَسِيْلَةَ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ لَيْسَ فَوقَهَا دَرَجَةٌ وَسَلُوا اللهَ لِي الوَسِيْلَةَ فَإِنَّ وَسِيْلَتِي عِنْدَ رَبِّي شَفَاعَتِي لَكُمْ.
Sesungguhnya wasilah adalah kedudukan disisi Allah, yang tidak ada lagi kedudukan diatasnya.
           صلُّوا عَلَىّ فَاِنَ صَلاَ تَكُمْ عَلَىَّ زَكَاةٌ لَكمْ وَاسْألُوااللهَ لِى الوَسِيلَةَ قَالُوا:  ومَا الوَسِيلَةُ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قال :  اِ ّنَ الوَسِيَلةَ أَعْلى دَرَجَة ٍفِي الجَـّنَةِ وَلاَ يَنَالهَا اِلاّ َرَجُلٌ َوأَرْجُو مِنْ ذَالِكَ ا لرَجُلُ
Bershalawatlah kalian kepada-Ku. Sesungguhnya shalawat kalian kepada-Ku, menjadi pembersih bagi kalian. Dan mohonlah wasilah kepada Allah untuk-Ku.
            Para sahabat bertanya : Apa itu wasilah, wahai Rasulullah ?.
Jawab Rasulullah saw  : Sesungguhnya wasilah itu setinggi tinggi derajat dalam surga. Dan tidak dapat memperolehnya kecuali satu orang lelaki. Dan Aku (Rasulullah) berharap menjadi lelaki tersebut”.[10]

Dalam kitab Hasyiyah Sunan an-Nasa’i,[11] Syeh Sindi dalam memberi penjelasan makna ‘wasilah” dalam hadis ini, mengatakan  :

 لاَيُخْـرَجُ رِزْقٌ وَمَنْزِلَةٌ إِلاَّ عَلَى يَدَ يْهِ وَبِوَاسطَتِهِ

 Tidak akan dikeluarkan (oleh Allah) rizki dan kedudukan, kecuali diatas tangan Rasulullah dan dengan perantaraannya.  

c.     HR. Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan al-Hakim  :
اللهُمَّ إِنِّي أَسْاَلُكَ وَأَتَوَجَّـهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرحْمَةِ يَا مُحَمَّد إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى لِي أَللهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِي
            Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu nabi Muhammad, nabi pembawa rahmat. Wahai Nabi Muhammad, aku mengahadap engkau kepada Tuhanku melalui engkau dalam menghasilkan hajatku ini. 
d.     HR., Ibnu Hibban dan Abu Ya'la   :
          أَتَانِي جِبْرِيْلُ ثُمَّ يَقُوْلُ : هَلْ عَرَفْتَ كَيْفَ رُفِعْتَ ذِكْرَكَ ؟.  قُلْتُ : اللهُ أَعْلَمُ. قَالَ : إِنَّ اللهَ رَبِّي وَرَبَّكَ يَقُولُ : لاَ أُذْكَرُ  إِلاَّ ذُكِرْتَ مَعِي.
Jibril datang kepadaku dan berkata : Tahukah kamu bagaimana sebutanmu ditinggikan?. Aku menjawab : Allah yang paling Tahu. Jibril berkata : Sesungguhnya Tuhanku dan Tuhanmu bersabda : Tidak ingat kepada-Ku, kecuali engkau dingat bersama-Ku.[12]
e.          HR. Imam Bukhari : إِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللهُ مُعْطِي  : Sesungguhnya aku adalah pembagi, dan Allah sebagai pemberi.
Makna hadis ini dapat dipahami maksudnya, dengan merujuk kepada firman Allah Swt  yang menerangkan bahwa perbuatan Rasulullah Saw adalah perbuatan Allah Swt :
 وَمَا رَمَـيْتَ إِذْ رَمَـيْتَ وَلَكِنَّ اللهَ رَمَـى   
Tidaklah engkau melempar, ketika engkau melempar. Tetapi Allah-lah yang melempar. (Qs an-Anfal/ 17).
c.                  Bershalawat sangat mudah untuk memperoleh kedekatan kepada Allah Swt dengan sedekat-dekatnya. Sebagaimana yang diterangkan dalam sabda Rasulullah Saw.  
أَوْحَى اللهُ تَعَالَى مُوسَى : يَا مُوسَى أَتُرِيْدُ أَنْ أَكُونَ أَقْرَبُ إِلَيْكَ مِنْ كَلاَمِكَ إِلَى لِسَانِكَ وَمِنْ وَاسْوَاسِ قَلْبِكَ إِلَى قَلْبِكَ وَمِنْ رُوحِكَ إِلَى بَدَنِكَ وَمِنْ نُورِ بَصَرِكَ إِلَى عَيْنِكَ ؟. قَالَ : نَعَمْ.  قَالَ : أَكْثِرِ الصَلاَةَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Allah Swt memberikan wahyu kepada Musa : Wahai Musa apakah kamu ingin AKU lebih dekat kepadamu daripada pembicaraanmu dengan lisanmu, daripada bisikan hatimu dengan hatimu, daripada ruhmu dengan badanmu dan dari pada cahaya matamu dengan matamu ?. Jawab Musa : Ya.   Allah Saw bersabda : Perbanyaklah bershalawat kepada Muhammad Saw.[13]
Fatwa Imam al-Ghazali (w. 501 H) Qs. wa Ra. :
قَدْ مَنعَ كَمَالُ الاِيْمَانِ بِشَهَادَةِ التَوحيْد لاَاِلَهَ اِلاَ الله مَا لَمْ تَقْـتَرِن بِشَهَادة الرَسُولِ مُحَمَّد رَسُولُ الله
Sangat terlarang kesempurnaan iman hanya dengan kesaksian kepada Allah saja, yaitu (tiada Tuhan selain Allah), tanpa disertai kesaksian kepada Rasulullah (Muhammad utusan Allah).[14]

d.                 Sebelum mengamalkan shalawat Wahidiyah, ketika kita menghadap Allah Swt, kita belum dapat merasa malu terhadap dosa-dosa kita, apalagi kita dapat menangis serta mengeluarkan air mata.
Dan Rasulullah Saw bersabda :
المُؤْمِنُ يَرَى ذُنُوبَهُ كَقَاعِدٍ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَهُ وَالمُنَافِقُ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ يَقَعُ عَلَى أَنْفِهِ فَيَطِيْرُ
Orang yang beriman dapat melihat dosa-dosanya bagaikan orang yang duduk dibawah gunung yang takut akan longsor dan akan menimpanya. (HR. Imam Bukhari).

Dapat melihat dosanya, dan merasa takut kepada Allah Swt. Firman Allah Swt  :
وَمِمِّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَحْمَنْ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا.   
Dan diantara orang yang Kami beri hidayah dan Kami pilih, ketika dibacakan kepadanya ayat-ayat Tuhan Yang Maha Kasih, mereka tersungkur, sujud dan menangis. (Qs. Maryam : 58)
e.                  Sebelum mengamalkan shalawat Wahidiyah, kita belum memahami keberadaan Ghauts Hadzaz Zaman Ra. Dimana keberadaan Beliau Ra ini sangat penting dalam meluruskan iman kepada Allah Swt serta membebaskan jiwa dari cengkeraman syirik.
Hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah Saw bersabda  : [15]
إِنَّ اللهَ يَقُوْلُ لاِبْنِ أَدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ : يَا بْنَ أَدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي, قَالَ يَارَبِّ كَيْفَ عَدْتُ وَأَنْتَ رَبُّ العَلَمِيْنَ. قَالَ : أَمَّا عَلِمْتَ إِنَّ عَبْدِي فُلاَنًا قَدْ مَرِضَ وَإِنْ عَدْتَـهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ. يَابْنَ أَدَمَ إِسْـتَسْقَـيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِيْنِي, قَالَ : يَارَبِّ سَقَيْتُكَ وَأَنْتَ رَبُّ العَلَمِيْنَ. قَالَ : أَمَّا عَلِمْتَ إِنَّ عَبْدِي فُلاَنًا إسْتَسْقَاكَ, وَإِنْ سَـقَيْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ. يَابْنَ أَدَمَ إِسْـتَطعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي, قَالَ : يَارَبِّ كَيْفَ اُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ العَلَمِيْنَ, قَالَ : أَمَّا عَلِمْتَ إِنَّ عَبْدِي فُلاَنًا إسْـتَطْعَمَكَ وَإِنْ اَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ.
Sesungguhnya Allah pada hari kiamat bersabda : Hai anak Adam, Aku sakit, mengapa kamu tidak membesuk-Ku. Jawab manusia : Wahai Tuhanku, bagaimana aku membesuk-Mu, sedangkan Paduka adalah Penguasa alam?. Allah bersabda : Wahai anak Adam, Aku memiliki hamba yang bernama (.../fulan) sedang sakit. Jika kamu membesuknya, niscaya kamu akan menemukan AKU disisinya.
Hai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu, dan mengapa kamu tidak mau memberi minum Aku. Jawab manusia : Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi minum Paduka, sedangkan Paduka adalah penguasa alam?. Allah bersabda : Wahai anak Adam, Aku memiliki hamba yang bernama Fulan saat itu sedang haus dan mengharapkan minuman dari kamu. Jika kamu memberinya minum, niscaya kamu akan menemukan Aku disisinya.
Hai anak Adam, Aku meminta makan kepadamu,  mengapa kamu tidak memberi-Ku makan. Jawab manusia : Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi makan Paduka, sedangkan Paduka adalah penguasa alam?. Allah bersabda : Wahai anak Adam, Aku memiliki hamba yang bernama Fulan saat itu sedang meminta makan kamu. Jika kamu memberinya makan, niscaya kamu akan menemukan Aku disisinya.
Hadis qudsi riwayat muslim ini jelas tampak bahwa :
-           Hamba yang dimaksud hamba yang membawa ayat-ayat bukti keberadaan Allah Swt (nur Ilahiyah).
-           Perintah membesuk hamba tersebut, sebagai isyarah perintah untuk mengetahui nama serta mencari pribadi al-Ghauts ra. Jika mukmin tidak dapat mengetahui nama dan pribadinya, sudah tentu tidak dapat melaksanakan perintah Tuhan untuk membesuk dan memberi makanan atau minuman dan sekaligus tidak dapat bertemu dengan ayat-ayat Allah Swt tersebut.
-           Allah Swt  menyandarkan rasa sakit, haus dan lapar dan yang diderita oleh al-Ghauts ra, kepada Dzat-Nya. Ini menunjukan bahwa rasa sakit dan haus serta lapar, bukan kekuatan al-Ghauts itu sendiri, tetapi pancaran dari kekuatan Allah Swt semata.
     Dengan dasar hadis ini Syeh Daud Ibnu Makhala Ra dapat menjelaskan :
قَلِبُ العَارِفِ حَضْرَةُ اللهِ وَحَوَاسُهَا اَبْوَابُهَا فَمَنْ تَقَرَّبَ بِالقُرْبِ المُلاَ ئِمِ فُتِحَتْ لَهُ اَبْوَابُ الحَضْرةِ
  Hati seorang yang Arif Billah itu pintu kehadiran Allah Swt, dan seluruh indranya merupakan pintu hadrah-Nya. Barang siapa yang mendekat kepada Beliau dengan pendekatan yang semestinya, maka akan akan  terbuka baginya pintu hadlrah  Allah Swt.
Dalam mengartkan hadis riwayat Muslim diatas, al-Ghauts fi Zamanihi Syeh Kamskhanawi Ra dalam kitab Jami’ al-Ushul, bagian mutammimat  pada bab “shad dan dha”, menjelaskan bahwa hamba tersebut telah mampu mentauhidkan Allah Swt secara sempurna :  
صُوَرُ الحَقِّ هُوَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِتَحَقُّقِهِ بِالحَقِيْقَةِ الأَحَدِيَةِ وَالوَاحِدِيَةِ
Yang dinamakan Citra al-Haq: adalah Nabi Muhammad Saw, yang telah membuktikan dengan semestinya tentang hakikat maqam Ahadiyah dan Wahidiyah.
ظِلُّ الإلَهِ هُوَ الإِنْسَانُ الكَامِلُ المُتَحَقِّقُ بِالْحَضْرَةِ َالْوَاحِدِيَة
Payung Tuhan (untuk makhluk/ dalam bumi) adalah manusia sempurna  yang telah dapat menyatakan maqam hadhrah Wahidiyah.

Mencari dan mengikuti Guru Ruhani yang kamil (yang telah mencapai maqam Wahidiyah dan ahadiyah, merupakan hal pokok dalam Islam.[16] Sebagaimana yang diterangkan oleh al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Daud Ibnu Makhala Ra (guru dari Syeh Muhammad Wafa Ra)  :
مَنْ خَرَجَ عَنِ الدُنْيَا وَلَمْ يُصَادِفْ رَجُلاً كَامِلاً يُرَبِّيْهِ خَرَجَ عَنِ الدُنْيَا مُتَلَوِّثًا بِالكَبَائِرِ وَلَوكَانَ لَهُ عِبَادَةُ الثَقَلَيْنِ
Barang siapa yang keluar dari dunia (mati) sedangkan ia belum bertemu dengan lelaki sempurna yang membimbingnya, maka ia keluar dari dunia dengan berlumuran dosa besar (syirik), walaupun ia memiliki ibadah sebanyak ibadahnya seluruh mahluk dari kelompok  jin dan manusia.[17]
Demikian pula, Syeh Muhammad Wafa al-Ghauts fii Zamanihi Ra yang memiliki sifat seperti Rasulullah Saw tidak dapat membaca dan menulis (w.801 H, yang dinukil dalam kitab Thabaqat-nya Imam Sya’rani), berfatwa  : [18]
        مَنْ لَيْسَ لَهُ أُسْتَاذٌ لَيْسَ لَهُ مَوْلَى وَمَنْ لَيْسَ لَهُ مَوْلَى فَالشَيْطَانُ مَوْلَى لَهُ 
Barang siapa tidak memiliki guru, maka ia tidak ada pembimbing bagi dirinya. Dan barang siapa tidak ada pembimbing maka setanlah pembimbingnya. (Beliau al-Ghauts fii Zamihi, w. 761–801 H).
Dan Syeh Abdul Wahhab as-Sya’rani Ra, menjelaskan :
المُرِيْدُ ِذَا مَاتَ شَيْخُهُ وَجَبَ عَلَيْهِ اِتِّخَاذُ شَيْخٍ أَخَرَ يُرَبِّيْهِ  
Murid, ketika Syeh (guru rohani)-nya mati, wajib baginya mengambil (mencari) Syeh penganti untuk membimbingnya.[19]
             

Syeh Abdul Qadir al-Jailani dalam kitabnya al-Ghunyah juz II dalam “kitab adabul muridin” pasal II menjelaskan :
 مَحْمُولُ القُدَرِ كُرَّةُ المَشِيْئَةِ, منْبَعُ العُلُومِ وَالحِكَمِ, بَيْتُ الأَمْنِ وَالفَوْزِ, كَهْفُ الأَوْلِيَاءِ وَالأبْدَالِ, مَنْظَرُ الرَبِّ 
Sufi Sempurna adalah menjadi tempat menyimpan qadar dan bola (bergulirnya) kehendak, memancarnya ilmu dan hikmah, rumah kemanan dan kemulyaan, guanya para wali dan abdal, dan tempat pancaran cahya cinta Tuhan.
Sebagai pengamal dan khadimul Wahidiyah, mari kita tingkatkan kesabaran dalam bermakmum kepada Beliau Hadratul Mukarrom Romo KH. Abdul Latif Majid Ra. Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, serta senantiasa memohon kepada Allah Swt agar dapat beristiqamah bersama Guru ruhani yang kamil mukammil.
Dr. Ocin Kusnadi, SH. M.Pd. Jl. Kapuk II. Klender- Jakarta Timur).  Pramu Pendidikan Wahidiyah tahun 2004  dan Ketua PW  DKI Jakarta  (priode 2005 M).
Kami berangkat ke Kediri dengan pesawat terbang untuk menghormat pemakaman wafatnya Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Qs wa Ra Pon-Pes Kedunglo tentang. Ketika  pesawat  telah berada diangkasa, tiba-tiba saya melihat sesuatu yang aneh. Kami melihat gumpalan mega, burung burung dan bintang berbaris dengan rapi. Mereka semua mengiringi seseorang yang berpakaian baju kerajaan. Meraka  mengucapkan : Selamat datang Ghauts Hadzaz Zaman ....... Selamat datang Ghauts Hadzaz Zaman ....... Selamat datang Ghauts Hadzaz Zaman, dengan diulang-ulang berkali-kali. Barisan itu semakin mendekat kepada pesawat. Dan ternyata Sang Raja yang diiring adalah Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra.

Adab manusia yang ingin mendapat bimbingan keimanan dari Beliau Ra :
1)      Jangan enyombongkan diri kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw. Ketika menghadap Allah Saw jangan merasa diri .... (ibarat seorang menteri menghadap presiden).
2)      Senantiasa mengadakan kontak batin kepada Beliau Ra untuk mendoakan kita, agar hati kita bersih dari kemusyrikan.
                    Hadits riwayat Thabrani dan Abu Ya’la, Rasulullah Saw bersabda : [20]
 إِذَا أَضَلَّ أَحَدُكُمْ شَيْئَا أَوْأَرَادَ عَوْنًا فِي الاَرْضِ لَيْسَ فِيْهِ أَنِيْسٌ فَلْيَقُلْ يَاعِبَادَ اللهِ أَعِيْنُوْنِي
Jika kamu semua tersesat tentang sesuatu atau menginginkan pertolongan diatas bumi, yang ditempat itu tidak ada penolong, maka
katakanlah : “Wahai hamba yang ahli beribadah, tolonglah kami”.

Demi menuntun iman orang awam seperti kita, terutama diri saya, dalam memahami pentingnya memahami keberadaan Beliau Ra, Allah Swt wa Rasulihi Saw mengizinkan ummatnya berhubungan kepada Beliau Ra untuk urusan keberkahan dan keselamatan ekonomi.
3)      Dan,  hadis diatas diperkuat oleh sabda Rasulullah Saw : [21]
إِذَا انْفَلَتَتْ دَابَّةُ أَحَدِكُمْ بِأَرْضِ فُلاَةٍ فَليُنَادِ يَاعِبَادَ اللهِ أَحْبِسُوا عَلَى دَابَّتِي, فَإِنَّ للهِ حَاضِرًا سَيَحْبَسُهُ عَلَيْكُمْ
Ketika hewan piaraan salah satu dari kamu lepas dalam bumi yang sunyi, panggillah : Wahai Hamba Allah, (tolong) ikatlah hewan piaraanku. Sesungguhnya Allah memiliki hamba (yang dapat) hadir yang akan mengikat hewan tersebut untuk kamu.
          Bapak Sumarsono dari daerah Tengguli kab. Demak. Bapak ini tekun melakukan penyiaran serta berjuang dan pula hampir setiap kegiatan mujahadah ia tidak pernah absen, ia senantiasa hadir, kecuali saat kondisi sakit yang membuat dirinya tidak dapat menghadirinya. Usahanya sebagai pedagang kain dengan berkeliling dari perkampungan satu ke perkampungan lain didaerah sampit Kalimantan Tengah. Suatu ketika, bapak ini dagangannya habis terjual dengan keuntungan yang cukup bagi dia.
Ketika mau pulang, ditengah jalan yang sepi dan jauh dari pemukiman penduduk. Ia dihadang oleh 5 orang yang meminta seluruh uang hasil dagangan. Waktu itu pak Sumarsono kebingungan, Kemudian hatinya tawajjuh kepada Romo Yahi Ra, dan mohon pertolongan. Romo ....... tolong aku Romo Yai ...... Apa yang terjadi. Kelima orang tersebut tidak dapat bergerak. Dan bapak ini mendengar suara Romo Yai dawuh (denan bhs jawa) : sampeyan segara pergi dari sini ...... . Jika kamu sudah jauh ...... ,  penyamun ini akan kembali dapat bergerak.

1.                 Dan al-Ghauts fii Zamanihi Imam al-Gazali Ra, ketika memberi penjelasan makna surat ikhlas, mengatakan  : [22] 
والصَمَدِيَهُ دَلِيْلٌ عَلَى الوَاحِدِيَةِ وَالآحَدِيَةِ. فَالوَاحِدُ نَفْيُ الشَرِيْكِ فَالأحَدُ نَفْيُ الكَثْرَةِ فِي ذَاتِهِ الصَمَدُ المُحْتَاجُ إِلَيْهِ غَيْرُهُ
Shamadiyah (ketergantungan hamba kepada Allah meskipun berinteraksi makhluk), merupakan bukti kepada tauhid Wahidiyah dan Ahadiyah. Makna al-Wahid, adalah ketiadaan sekutu (bagi-Nya), sedangkan makna al-Ahad, adalah ketiadaan jumlah (susunan) didalam Dzat-Nya,(yang menjadi) tempat bergantungnya makhluk, dan yang selain diri-Nya berhajat kepada-Nya.
2.                 Al-Ghauts fi Zamanihi Syekh Abdul Karim al-Jilliy Ra (w. 826 H) menjelaskan tentang makna iman Wahidiyah  : [23] 
  والنَاظِرُ فِي مِرأَة هَذَا الاِسْمِ ذَوْقًا يَكُونُ عِنْدَهُ مِنْ عُلُومِ التَوْحِيْدِ عِلْمُ الوَاحِدِيَّةِ  
Dan  orang  yang hatinya dapat memandang (kepada Allah Swt) dalam cermin makhluk  ini dengan dzauqiyah (rasa hati), maka orang tersebut memiliki beberapa ilmu tauhid, yaitu ilmu Wahidiyah.
3.                 Syeh Muhammad Amin al-Kurdiy (al-Ghauts Fii Zamnihi Ra, w.1332 H)[24] dalam menjelaskan makna ayat diatas, mengatakan : [25]
وَالإِخْلاَصُ عَمَلٌ قَلْبِيٌّ لاَ يَطْلَعُ عَلَيْهِ غَيْرُ اللهِ تَعَالَى. وَهُوَ أَنْ تَعْبُدَ اللهُ تَعَالَى بِكُلِّيَتِكَ وَلاَ تُشْرِكَ فِيْهَا غَيْرَهُ
Ikhlas itu amalan hati, yang tidak dapat melihatnya kecuali Allah Swt. Ikhlas itu sekiranya engkau mengabdi kepada Allah Swt secara keseluruhanmu dan tidak menyekutukan-Nya didalam ibadah.
4.                 Al-Ghauts fi Zamanihi Syekh Abdul Wahhab Sya’rani  Ra dalam menerangkan :[26]
الوَاحِدُ يَتَعَدَّدُ بِالمَظَاهِرِوَالآحَدُ لاَبَتَعَدَّدُ لأَنَّهُ خُلاَصَةالوَحِدُ فَإِذَا تَعَدَّدَالوَاحِدُ تَنْزِيْلٌ لِكَمَالِالدَائرَة وَإِذَا تَكَمَّلَتْ صَارَتْ حَقِيْقَةَ وَاحِدِيَةً أَحَدِيَةً لِجَمِيْعِ الدَوَائِر فَهَذِهِ خَلاَصَةُ الحَقَائِقِ فَمَنْ صَدَقَ اللهَ وَحَدَهُ اللهُ فَصَارَوَاحِدًاعَارِفا بِاللهِ وَللهِ.
Al-Wahid, dalam penampakannya pada makhluk menunjukkan jumlah bilangan. Sedangkan al-Ahad tidak menunjukkannya. Karena al-Ahad merupakan ringkasan dari al-Wahid. Ketika al-Wahid menunjukkan jumlah bilangan, maka turunnya (sinar) al-Wahid bertujuan untuk kesempurnaan seluruh wujud. Ketika keberadaan wujud telah sempurna, maka wujud ini sebagai hakikat Wahidiyah dan Ahadiyah yang merupakan ringkasan seluruh hakikat wujud. Barang siapa yang dibenarkan (agamanya) oleh Allah, maka Allah memberinya (ilmu) tauhid. Serta Allah menjadikannya sebagai satu-satunya hamba yang sadar Billah dan Lillah.


Al-fatihah                                             x 1.  
Yaa Ayyuhal Ghautsu Salam …                     x 1.
Yaa Sayyidi Yaa Ayyuhal Ghaus                   x 3.   
Al-fatihah                                              x 1.

Wabillahit Taufiq wal Hidayah .......... .





[1].   HR. Razin Ibn Muawiyah. Lihat kitab tafsir Ibnu Katsir dalam penjelasan ayat shalawat (Qs. surat  al-Ahzaab ayat 56).
[2].    HR. Ibnus Sunni dari Jabir Ibn Abdullah. Imam Suyuthi mengatakan : hadis ini berderajat hasan (kitab Jami’ as-Shaghir, juz II dalam bab “mim”).
[3].   Dari Jabir Ra kitab Jala’ al-Afhaam-nya Ibnul Qyyim, dalam hadis shalawat, nh : 14 dan 88.
[4].   HR. Nasai  (amalul yaum, nh : 55) dari Ali Ibn Abbi Thalib, dan kitab Kasyful Khifa’ juz I, nh : 884, HR. Ahmad, Biahaqi, Thabrani, Baihaqi,  Ibnu Hibban, al-Hakim dan Daraquthni
[5].      Rasulullah Saw bersabda :  لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أنْ أَكُون أَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَاسِ أَجْمَعِيْن Belum sempurna iman kamu semua, sehingga AKU (Rasulullah) lebih dicintainya daripada bapaknya, anaknya dan seluruh menusia.  Lihat kitab Jawaahir al-Bukhaari -nya Mushthafa Muhammad, hadis nomer: 11kitab Fath al-Bari syarh Shahih al-Bukhari.
[6].    Lihat kitab Muhtashar Ihya’ ‘Ulum ad-Din bab II dalam aqidah dan kitab Qawaid al-‘Aqa’id nya al-Ghazali.
[7].     Kitab Jami’ as-Shagir  juz I dalam bab “alif”.
[8].     Imam Sakhawi berkata : sanad hadis ini tsiqqah (shahih). Sedangkan al-‘Iraaqi berkata : sanadnya kurang shahih. (Lihat kitab Jalaul Afham, dalam bahasan sanad hadis diatas).
Namun, maknanya hadis dari Abu Darda’ diatas maknanya shahih. Kshahihannya karena didukung oleh ayat al-Qur’an (lihat catatan kaki nomer 24) dan beberapa hadis yang diriwayatkan dari jalur lain. Antara lain, sebagaimana dalam kitab al-Adzkar-nya Imam Nawawi Ra pada nomer hadis : 342, yang tertulis sebuah hadis  yang semakna dengan hadis tersebut hanya saja dengan redaksi lain. Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih, diriwayatkan dari Aus Ibn Aus, Rasulullah Saw bersabda :
          فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ. فَقَالُوا : يَارَسُولَ اللهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلاَتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ؟. قَالَ : إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى الأَرْضِ أَنْ يَأْكُلَ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءِ
     Sesungguhnya shalawat kamu semua sampai kepadaku. Sahabat bertanya : Wahai Rasulallah bagaimana shalawat kita disampaikan kepadamu, sedangkan engkau telah rusak (tulang dan daging). Rasul bersabda : Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para nabi.
[9].    Keterangan tentang masih hidupnya para nabi, rasul dan suhada’ juga dijelaskan dalam Qs. al-Baqarah : 154, dan Ali Imran : 169.  
[10].    HR. Abu Daud dalam Sunan Abu Dawud hadits nomer 523,  Imam Ahmad dalam “Musnad” juz II hadits nomer 168, dan Imam Tirmidzi hadits nomer 3614 dan Imam Nasa’i
[11].      Lihat kitab  Sunan Nasa’i Bisyah as-Suyuthi wa Hasyiyah as-Sindi jilid II, bab “Shalawat Nabi Saw Setelah Adzan”. Halaaman : 26
[12].    Kitab Jami’ as-Shagir, dalam bab “alif”.
[13]. Kitab Afdlalus Shalawat-nya al-Ghauts fii Zamanihi Syeh an-Nabhaani Ra (w. 1933 M) pada pasal 4.
[14].   Lihat kitab Muhtashar Ihya’ ‘Ulum ad-Din bab II dalam aqidah dan kitab Qawaid al-‘Aqa’id nya al-Ghazali.
[15].   Shahih Muslim dalam ‘Iyadatul Maridl.
[16].   Hal ini disebabkan malaikat yang tidak memiliki dosa serta termasuk golongan arifin dan muqarrabin saja, masih harus bermakmum dan berguru kepada Guru (Nabi Adam As), apalagi kita, manusia adalah mahluk yang penuh dosa
[17].   Dalam kitab Tbaqatul Kubra-nya Imam Sya’rani, juz II dalam bab kisah “Syeh Ibnu Makhala”,
[18].   Diterangkan dalam kitab Thabaqat nya Syeh Sya’rani juz II, bab “Syeh Wafa”, bahwa Syeh Wafa tidak bisa membaca dan menulis karena buta sejak umur 4 tahun, namun sejak umur enam tahun sudah tampak karomahnya.
[19].    Kitab al-Anwar al-Qudsiyah-nya al-Ghauts fi Zamanihi, Syeh Abdul Wahhab as-Sya.rani, w. 973 H, dalam bab “adabul murid”.
[20].    Kitab Mafahim nya  Syeh al-Maliki, atau dalam kitab Jami as-Shagir. Dalam al-Adzkar, nh : 610, Kisah Imam Nawawi
[21].    Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la, Ibnu Sunniy dan Thabrani dari jalur Ibnu Mas’ud ra. Kitab Jami’ as-Shagir-nya Imam Suyuthi juz I dalam   jilid pada bab “alif”.
[22].   Kitab al-Madlnun Bih ‘alaa Ghairi Ahlih, Imam al-Ghazali Ra pada pasal IV dalam bab perbedaan makna Wahid dan Ahad
[23].   Kitab al-Insan al-Kamil fii Ma’rifah al-Awail wal Awakhir, juz I dalam bab “pendahuluan”.
[24].   Dalam pengantar dari para Ulama dalam kitab Tanwir al-Quluub, pada halaman 5 dan 6, dijelaskan bahwa Syeh Muhammad Amin adalah seorang waliyullah yang telah menduduki derajat al-Quthbu dan Mujaddid pada waktu.
[25].   Lihat kitab Tanwir al-Quluub bab “ikhlash”, halaman : 422.
[26].   Kitab Thabaqat al-Kubro, juz II, dalam manaqib ke : 315.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar