FAFIRRUU ILALLOH WA ROSUULIHI SAW !
I. 01.317 - "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"
0040.01.317 - CONTOH TEKS KULIAH WAHIDIYAH
Alhamdulillah,
wajib kita bersyukur kepada Allah Swt terhadap nikmat terbesar yang agung, yang
mana tidak dapat dinilai, tidak dapat kita ukur dengan nilai rupiah berapapun,
1m atau 1 t. Nikmat tersebut adalah :
1.
Nikmat terlahir
dari orang tua yang muslim serta dalam lingkungan masarakat Islam.
Lahir dari orang tua yang muslim serta dalam lingkungan Islam
merupakan fadlal Allah Swt yang sangat besar dan agung, yang tidak dapat diukur
dengan nilai uang berapapun jumlahnya.
Dengan berada dalam lingkungan muslim,
kita tanpa memilihi jenis tuntunan, tiba-tiba terbawa kedalam kebenaran yang hakiki. Yang mana secara umum, jiwa
serta pola fikir manusia dihadang oleh macam-macam, tembok yang berbentuk klen,
lingkungan, keluarga dan adat, bahkan tembok yang berupa ke-akuan kita sendiri.
Pengganggu manusia yang bernama setan atau nafsu sangat kesukaran menghancurkan
tembok-tembok tersebut. Dan hanya manusia pilihan Allah Swt, yang dapat
menghancurkan tembok-tembok tersebut.
Alhamdulillah, Subhanallah atas fadlal-Nya,
kita dibawa oleh hidayah-Nya kedalam naungan cahaya ke-Tuhanan.
2.
Nikmat kedua,
adalah nimat menjadi pengamal Wahidiyah.
Mengapa
demikian ?.
Sebab sebelum mengamalkan Wahidiyah, kita tidak mengenal dan tidak memahami mutiara-mutiara iman dan akhlak yang
terkandung didalam shalawat Wahidiyah. Walaupun awalnya, kita mengamalkan SW
ini dengan macam-macam tujuan duniawi. Namun dengan ketinggian, keagungan,
kesabaran serta ketulusan jiwa Mbah Yahi Muallif SW dan Beliau Hadlratul
Mukarram Romo Yai Ra, serta dengan kekuatan pancaran sinar radiasi batin Beliau
Ra yang telah kita rasakan bersama. Maka setiap orang siapapun mereka,
darimanapun asalnya, bagaimanapun paham dan alirannya, asal mau tekun
mengamalkan SW akan dapat memetik mutiara-mutiara keimanan hakiki. Yang mana
keimanan seperti ini merupakan kebutuhan pokok jiwa semua manusia tanpa pandang
bulu.
Mutiara keimanan yang sangat sangat penting tersebut :
الدُعَاءُ
موقُوفٌ بَيْنَ السَمَاءِ وَالأَرْضِ لاَ يَصْعَدُ حَتَّى يُصَلِّى عَلَىَّ فَلاَ
تَجْعَلُوْنِى كَغَمْرِ الرَاكِبِ فَصَلُّوا عَلَيَّ أَوَّلَ الدُعَاءِ وَأَخِرِهِ
وَأَوْسَطِهِ
Doa berhenti antara langit dan bumi yang tidak dapat naik
(tidak sampai kepada Allah), hingga bershalawat kepadaku. Janganlah kamu semua
membuatku bagaikan pengemudi yang terlempar. Bershalawatlah kepadaku, pada awal
doa, pada kahirnya dan pada pertengahannya.
Doa (shalat/ ibadah) seseorang, tidak akan didengar,
tidak diterima, tidak diridlai oleh Allah Swt (yang digambarkan dengan
bergantung antara langit dan bumi = الدُعَاءُ
موقُوفٌ بَيْنَ السَمَاءِ وَالأَرْضِ لاَ يَصْعَدُ),
keculai disertai shalawat kepada Nabi Saw (لاَ
يَصْعَدُ حَتَّى يُصَلِّى = tidak
akan naik kepada Allah Swt, hingga bershalawat kepada-ku).
Disini, yang harus benar-benar dipahami dan diperhatikan
oleh kita, setelah doa terkabulnya (baik urusan duniawi lebih-lebih doa urusan
iman dan taqwa), adalah seringnya kita lupa akan jasa Beliau Rasulullah Saw
sebagai pembuka jalan terkabulnya doa/ shalat/ ibadah kita. Hingga tanpa
disadari, kita dibawa oleh nafsu keakuan kita sendiri, menjadikan Beliau Saw -
sebagaimana yang digambarkan – فَلاَ
تَجْعَلُوْنِى كَغَمْرِ الرَاكِبِ
= sebagai pengemudi yang terlempar (habis manis sepah dibuang). Tanpa
kita sadari setelah mendapat nikmat dari Allah Swt, kita mencampakkan
Rasulullah Saw. Yang seakan-akan, kita tidak pernah mendapat pertolongan
Rasulullah Saw yang menjembatani antara kita, antara doa kita dan keridlaan
Allah Swt.
Agar berdoa diterima dan diridlai oleh Allah, baik
permohonan tentang diniawai lebih-lebih hal iman, pengampunan dosa, keberkahan
hidup untuk diri, keluarga dan masarakat syarat utama serta akhlak pokok adalah
:
*. Harus disertai shalawat. Tanpa dengan
shalawat panjatan doa kita tidak mendapat ridla-Nya.
*. Tidak menjadikan Rasulullah
Saw sebagai pengemudi yang telempar.
Diantara
ancaman bagi mukmin yang enggan bershalawat, adalah hadis yang diriwayatkan dari Jabir Ibn
Abdullah, Rasulullah Saw bersabda : [2]
مَنْ
ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ فَقَدْ شَقِيَ.
Barang
siapa yang namaku disebut disisinya, kemudian ia tidak bershalawat kepadaku,
maka ia telah celaka.
مَنْ
ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَخَطِئَ الصَلاَةَ عَلَيَّ خَطِئَ طَرِيْقَ الجَنَّةِ.
Barang
siapa yang namaku disebut disisinya, kemudian ia salah dalam bershalawat
kepadaku, maka ia telah salah jalan menuju surga.
Rasulullah
Saw bersabda :
قَالَ
لِي جِبْرِيْلُ : مَنْ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ فَمَاتَ
فَدَخَلَ النَّارَ فَأَبْعَدَهُ اللهُ, قُلْ اَمِيْن, فَقُلْتُ اَمِينْ
Jibril
berkata kepadaku : Barang siapa yang engkau disebut disisinya, dan ia tidak bershalawat kepadamu,
kemudian ia mati, maka ia akan masuk neraka dan Allah Swt akan menjauhinya.
Katakanlah (wahai Muhammad) : Amin. Maka aku mengucapkan : Amin. [3]
إِنَّ البَخِيْلَ مَنْ ذُكْرْتُ عِنْدَهُ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
Sesungguhnya orang yang bakhil adalah orang yang ketika
namaku disebut disisinya, dan ia tidak bershalawat kepadaku.
Al-Ghauts Fii Zamanihi Syeh Al-Qasthalani (w.758 H) dalam
menjelaskan hadits riwayat Imam Bukhari (tentang cinta kepada Rasulullah Saw)
mengatakan :
حَقِيْقَةُ
الاِيْمَانِ
لا تَتِمُّ وَلاَتَحْصُلُ إِلاَّ بِتَحْقيْقِ
أَعْلإَ قَدْرِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْزِلَتِهِ عَلَى كُلِّ وَالِدٍ
وَوَلَدٍ ومُحْسِنٍ فَمَنْ لَمْ يَعْتَقِدْ هَذَا فَلَيْسَ
بِمُؤْمِنٍ يُبَيِّنُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِقَدَارَ دَرَجَةِ المُؤْمِنِ عَلَى حَسَبِ
مَحَبَّتِهِ لَنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Hakikinya iman
tidak dapat dihasilkan dan tidak dapat disempurnakan kecuali dapat memahami
kedudukan Rasulullah Saw dengan nyata (musyahadah qalbu) diatas setiap orang
tua, anak dan para pelaku kebaikan. Barang siapa yang tidak memiliki i’tiqad
(kepercayaan) seperti ini, maka ia tidak disebut mukmin. Hadits ini, artinya
Rasulullah Saw menjelaskan tentang ukuran derajat iman mukmin, tergantung dari seberapa rasa cintanya kepada
Rasulullah Saw. [5]
Fatwa Imam al-Ghazali (w. 501 H) Qs. wa Ra. :
قَدْ
مَنعَ كَمَالُ الاِيْمَانِ بِشَهَادَةِ التَوحيْد لاَاِلَهَ اِلاَ الله مَا لَمْ
تَقْـتَرِن بِشَهَادة الرَسُولِ مُحَمَّد رَسُولُ الله
Sangat terlarang kesempurnaan iman
hanya dengan kesaksian kepada Allah saja, yaitu (tiada Tuhan selain Allah),
tanpa disertai kesaksian kepada Rasulullah (Muhammad utusan Allah).[6]
Sebab demikian para ulama, khususnya Mbah Yahi Qs wa Ra
menta’lif shalawat GHIRU MAKTSURAH.
Jika kita kembalikan norma umum pada masyarakat, jika
ada seseorang, setelah berhasil usahanya, sedangkan orang lain yang paling
berjasa kepadanya ditinggalkannya kawan tersebut, serta menjadikannya habis
manis sepah dibuang, sudah tentu kita dipandang oleh masarakat sebagai manusia
yang tidak bermoral.
Demikian kepada Rasulullah Saw, kita sebagai ummat yang
tidak beradab. Maka kita tdak boleh lupa kepada Rasulullah Saw dalam segala
nikmat yang kita terima. Agar kita tidak su’ul adab kepada Rasulullah Saw, kita
bershalawat nabi pada awal, pertengahan dan akhir doa. Dalam sabda selanjutnya,
Rasulullah Saw menjelaskan cara
bershalawatlah dalam doa : فَصَلُّوا
عَلَيَّ أَوَّلَ الدُعَاءِ وَأَخِرِهِ وَأَوْسَطِهِ
.
Sebelum mengamalkan Shalawat Wahidiyah betapa rusaknya
akhlak kita, betapa buruknya akhlak kita kepada Rasulullah Saw. Bahkan kita lebih
buruk lagi dari akhlak tersebut. Kita merasa bahwa doa kita, diterima bukan
jasa dari Rasulullah Saw.
Dan alhamdulillah, setelah kita mengamalkan shalawat
Wahidiyah, kita dapat mengerti peranan penting shalawat dan Rasulullah Saw,
hingga kita dapat menempatkan shalawat dan Rasulullah Saw sebagai kunci dalam
semua doa dan segala perbuatan ibadah kita.
b.
Dengan bershalawat
dan dengan bertawassul kepada Rasulullah Saw dosa-dosa kita mudah terampuni.
Hadis
yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari jalur Hasan Ibn Ali Ibn Abu Thalib Ra,
Rasulullah Saw bersabda :[7]
أَكْثِرُوا الصَلاَةَ عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ عَلَيَّ
مَغْفِرَةٌ لِذُنُوبِكُمْ. وَاطْلُبُوا لِي الدَرَجَةَ وَالوَسِيْلَةَ. فَإِنَّ
وَسِيْلَتِي عِنْدَ رَبِّي شَفَاعَتِي لَكُمْ.
Perbanyalkah kamu semua bershalawat kepada-ku. Sesungguhnya
shalawatmu kepada-ku, merupakan (menyebabkan) ampunan bagi disa-dosamu. Dan
carilah kamu semua untk-ku darajah yang tinggi dan wasilah. Sesungguhnya
wasilah dengan aku disisi Tuhan-ku merupakan pertolongan (syafaat) untuk kamu
semua.
Sebelum mengamalkan shalawat Wahidiyah, kita kurang
perhatian terhadap hikmah dan keagungan shalawat. Kita tidak mengenal dan
memahami kedudukan Rasulullah Saw. Kita mengenalnya setelah mengamalkan SW.
Hadis
riwayat Imam Thabrani dan Imam Ibnu Majah dari Abu Darda’. Ia berkata :
Rasulullah Saw bersabda : [8]
وَإِن أَحَدٌ لَيُصَلِّيَ عَلَيَّ إِلاَّ عُرِضَتْ عَلَيَّ
صَلاَتُهُ حَتَّى يَفْرَغَ مِنْهَا. قُلْتُ وَبَعْدَ المَوتِ؟. قَالَ : إِنَّ اللهَّ حَرَّمَ عَلَى الأرْضِ أَنْ
تَاْكُلَ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءَ فَنَبِيُّ اللهِ حَيٌّ يُرْزَقُ
Dan tidaklah seseorang yang
bershalawat kepadaku, kecuali shalawatnya
diperlihatkan kepadaku
sampai ia selesai dari bershalawat. Aku (Abu Darda’) berkata: dan setelah
mati?. Jawab (Rasulullah Saw) : Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada
bumi (masa) memakan (merusak) jasad para nabi. Dan Nabiyullah itu tetap hidup
dan mendapat rizki.[9]
Dan
alhmdulillah, setelah mengamalkan Wahidiyah dengan tekun (yakni mujahadah yaumiyah,
usubu’yah syahriyah dan mujahadah lainnya), kita diarahkan oleh Mbah Yahi Qs wa
Ra serta oleh Beliau Romo Yahi Ra bagaimana cara bershalawat dan berakhlak
kepada Rasulullah Saw dalam bermujahadah dan bershalawat. Karena Rasulullah
adalah pembuka jalan dan sekaligus sebagai pengantar doa kepada Allah Swt.
Bimbingan
tersebut antara lain : kita tidak menjadikan rumah seperti kuburan (gelap dan
kadang tampak mengerikan dalam pandangan para malaikat) kita, dengan menjadikan
rumah untuk bershalawat dan bertaubat (yaumiyah, usbu’iyah dll.). Dan pula, untuk
sowan kepada Rasulullah Saw memiliki anggapan harus tenggelam hanya dimakam
Rasulullah Saw. Kita Sebagaimana keterangan dalam hadis riwayat Imam Muslim, dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah
Saw bersabda:
لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ
تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيْدًا وَصَلُّو عَليَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تُبَلِّغُونِي
حَيْثُمَا كُنْتُمْ
Janganlah kamu jadikan
rumahmu sebagai kuburan, dan janganlah kamu
jadikan kuburku seperti
hariraya, bershalawatlah kamu
semua kepadaku. Sesungguhnya shalawatmu samapi kepadaku
dimanapun kamu semua berada.
Sedangkan Syeh Abul Fadlol ‘Iyadl, dalam kitabnya
As-Syifa’, saat memberi penjelasan tentang makna hadits yang membahas
mahabbah kepada Rasulullah Saw, yang menukil fatwa (al-Ghauts fi
Zamanihi, w. 284 H, Syeh Sahal at-Tustari), menjelaskan
:
مَنْ لَمْ يرَوِلا َيَةَ الرَسُول عَلَيْهِ فِي جميْعِ
الاَحْوالِ ولاَ َيرَى نَفْسَهُ فِي مُلْكِهِ صَلى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ لاَيَذُوقُ حَلاَوَةَ سُنَّتِهِ لآنَّ النَبِيَ صَلى الله عَلَيْه وَسَلَّمَ قَالَ
لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكمْ حَتَّى أنْ أَكُونَ أَحَبُّ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِه
Barang
siapa tidak mengetahui, bahwa Rasulullah menguasai dirinya dalam segala hal,
dan tidak mengetahui dirinya dalam kepemilikan Rasulullah, maka ia tidak akan
merasakan manisnya sunnah Rasulullah Saw. Karena Nabi Saw. bersabda : Tidak
iman kalian sehingga Aku (Rasulullah) lebih dicintainya dari pada dirinya
sendiri.
إنَّ الوَسِيْلَةَ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ لَيْسَ فَوقَهَا
دَرَجَةٌ وَسَلُوا اللهَ لِي الوَسِيْلَةَ فَإِنَّ وَسِيْلَتِي
عِنْدَ رَبِّي شَفَاعَتِي لَكُمْ.
صلُّوا عَلَىّ فَاِنَ صَلاَ تَكُمْ عَلَىَّ
زَكَاةٌ لَكمْ وَاسْألُوااللهَ لِى
الوَسِيلَةَ
قَالُوا: ومَا الوَسِيلَةُ يَا رَسُولَ اللهِ
؟ قال : اِ ّنَ الوَسِيَلةَ أَعْلى
دَرَجَة ٍفِي الجَـّنَةِ وَلاَ يَنَالهَا اِلاّ َرَجُلٌ َوأَرْجُو مِنْ ذَالِكَ ا
لرَجُلُ
Bershalawatlah kalian kepada-Ku. Sesungguhnya shalawat
kalian kepada-Ku, menjadi pembersih bagi kalian. Dan mohonlah wasilah kepada
Allah untuk-Ku.
Para sahabat bertanya : Apa itu wasilah, wahai
Rasulullah ?.
Jawab Rasulullah saw
: Sesungguhnya wasilah itu setinggi tinggi derajat dalam surga. Dan
tidak dapat memperolehnya kecuali satu orang lelaki. Dan Aku (Rasulullah)
berharap menjadi lelaki tersebut”.[10]
Dalam
kitab Hasyiyah Sunan an-Nasa’i,[11] Syeh Sindi dalam memberi penjelasan makna ‘wasilah” dalam
hadis ini, mengatakan :
لاَيُخْـرَجُ رِزْقٌ وَمَنْزِلَةٌ إِلاَّ عَلَى يَدَ يْهِ وَبِوَاسطَتِهِ
Tidak akan
dikeluarkan (oleh Allah) rizki dan kedudukan, kecuali diatas tangan Rasulullah
dan dengan perantaraannya.
c.
Bershalawat
sangat mudah untuk memperoleh kedekatan kepada Allah Swt dengan
sedekat-dekatnya. Sebagaimana yang diterangkan dalam sabda Rasulullah Saw.
أَوْحَى اللهُ تَعَالَى مُوسَى : يَا مُوسَى أَتُرِيْدُ
أَنْ أَكُونَ أَقْرَبُ إِلَيْكَ مِنْ كَلاَمِكَ إِلَى لِسَانِكَ وَمِنْ وَاسْوَاسِ
قَلْبِكَ إِلَى قَلْبِكَ وَمِنْ رُوحِكَ إِلَى بَدَنِكَ وَمِنْ نُورِ بَصَرِكَ
إِلَى عَيْنِكَ ؟. قَالَ : نَعَمْ. قَالَ
: أَكْثِرِ الصَلاَةَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Allah Swt memberikan wahyu
kepada Musa : Wahai Musa apakah kamu ingin AKU lebih dekat kepadamu daripada
pembicaraanmu dengan lisanmu, daripada bisikan hatimu dengan hatimu, daripada
ruhmu dengan badanmu dan dari pada cahaya matamu dengan matamu ?. Jawab
Musa : Ya. Allah Saw bersabda : Perbanyaklah
bershalawat kepada Muhammad Saw.[13]
Fatwa Imam al-Ghazali (w. 501 H) Qs. wa Ra. :
قَدْ
مَنعَ كَمَالُ الاِيْمَانِ بِشَهَادَةِ التَوحيْد لاَاِلَهَ اِلاَ الله مَا لَمْ
تَقْـتَرِن بِشَهَادة الرَسُولِ مُحَمَّد رَسُولُ الله
Sangat terlarang kesempurnaan iman hanya dengan kesaksian
kepada Allah saja, yaitu (tiada Tuhan selain Allah), tanpa disertai kesaksian
kepada Rasulullah (Muhammad utusan Allah).[14]
d.
Sebelum
mengamalkan shalawat Wahidiyah, ketika kita menghadap Allah Swt, kita belum
dapat merasa malu terhadap dosa-dosa kita, apalagi kita dapat menangis serta
mengeluarkan air mata.
Dan
Rasulullah Saw bersabda :
المُؤْمِنُ يَرَى ذُنُوبَهُ كَقَاعِدٍ تَحْتَ
جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَهُ وَالمُنَافِقُ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ يَقَعُ عَلَى
أَنْفِهِ فَيَطِيْرُ
Orang
yang beriman dapat melihat dosa-dosanya bagaikan orang
yang duduk dibawah gunung yang takut akan longsor dan akan menimpanya.
(HR. Imam Bukhari).
Dapat
melihat dosanya, dan merasa takut kepada Allah Swt. Firman Allah Swt :
وَمِمِّنْ
هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَحْمَنْ خَرُّوا
سُجَّدًا وَبُكِيًّا.
Dan
diantara orang yang Kami beri hidayah dan Kami pilih, ketika dibacakan
kepadanya ayat-ayat Tuhan Yang Maha Kasih, mereka tersungkur, sujud dan
menangis. (Qs. Maryam : 58)
e.
Sebelum
mengamalkan shalawat Wahidiyah, kita belum memahami keberadaan Ghauts Hadzaz
Zaman Ra. Dimana keberadaan Beliau Ra ini sangat penting dalam meluruskan iman
kepada Allah Swt serta membebaskan jiwa dari cengkeraman syirik.
قَلِبُ العَارِفِ حَضْرَةُ اللهِ وَحَوَاسُهَا اَبْوَابُهَا
فَمَنْ تَقَرَّبَ بِالقُرْبِ المُلاَ ئِمِ فُتِحَتْ لَهُ اَبْوَابُ الحَضْرةِ
Hati seorang yang Arif Billah itu pintu kehadiran Allah Swt, dan
seluruh indranya merupakan pintu hadrah-Nya. Barang siapa yang mendekat kepada
Beliau dengan pendekatan yang semestinya, maka akan akan terbuka baginya pintu hadlrah Allah Swt.
Dalam mengartkan hadis riwayat Muslim diatas, al-Ghauts fi Zamanihi
Syeh Kamskhanawi Ra dalam kitab Jami’ al-Ushul, bagian mutammimat pada bab “shad dan dha”, menjelaskan bahwa
hamba tersebut telah mampu mentauhidkan Allah Swt secara sempurna :
صُوَرُ الحَقِّ هُوَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِتَحَقُّقِهِ بِالحَقِيْقَةِ الأَحَدِيَةِ وَالوَاحِدِيَةِ
Yang dinamakan Citra al-Haq: adalah Nabi Muhammad Saw, yang telah
membuktikan dengan semestinya tentang hakikat maqam Ahadiyah dan Wahidiyah.
ظِلُّ الإلَهِ هُوَ الإِنْسَانُ
الكَامِلُ المُتَحَقِّقُ بِالْحَضْرَةِ َالْوَاحِدِيَة
Payung
Tuhan (untuk makhluk/ dalam bumi) adalah manusia sempurna yang telah dapat menyatakan maqam hadhrah
Wahidiyah.
Mencari
dan mengikuti Guru Ruhani yang kamil (yang telah mencapai maqam Wahidiyah dan
ahadiyah, merupakan hal pokok dalam Islam.[16]
Sebagaimana yang diterangkan oleh al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Daud Ibnu Makhala
Ra (guru dari Syeh Muhammad Wafa Ra) :
Barang
siapa yang keluar dari dunia (mati) sedangkan ia belum bertemu dengan lelaki
sempurna yang membimbingnya, maka ia keluar dari dunia dengan berlumuran dosa
besar (syirik), walaupun ia memiliki ibadah sebanyak ibadahnya seluruh mahluk
dari kelompok jin dan manusia.[17]
Demikian pula, Syeh Muhammad Wafa al-Ghauts fii Zamanihi
Ra yang memiliki sifat seperti Rasulullah Saw tidak dapat membaca dan menulis (w.801
H, yang dinukil dalam kitab Thabaqat-nya Imam Sya’rani), berfatwa : [18]
مَنْ لَيْسَ
لَهُ أُسْتَاذٌ لَيْسَ لَهُ مَوْلَى وَمَنْ لَيْسَ لَهُ مَوْلَى فَالشَيْطَانُ
مَوْلَى لَهُ
Barang siapa tidak memiliki guru, maka
ia tidak ada pembimbing bagi dirinya. Dan barang siapa tidak ada pembimbing
maka setanlah pembimbingnya. (Beliau
al-Ghauts fii Zamihi, w. 761–801 H).
Dan Syeh Abdul Wahhab as-Sya’rani Ra, menjelaskan :
المُرِيْدُ ِذَا مَاتَ شَيْخُهُ وَجَبَ عَلَيْهِ اِتِّخَاذُ
شَيْخٍ أَخَرَ يُرَبِّيْهِ
Murid, ketika
Syeh (guru rohani)-nya mati, wajib baginya mengambil (mencari) Syeh penganti
untuk membimbingnya.[19]
Syeh Abdul Qadir al-Jailani dalam kitabnya al-Ghunyah
juz II dalam “kitab adabul muridin” pasal II menjelaskan :
مَحْمُولُ القُدَرِ كُرَّةُ المَشِيْئَةِ,
منْبَعُ العُلُومِ وَالحِكَمِ, بَيْتُ الأَمْنِ وَالفَوْزِ, كَهْفُ الأَوْلِيَاءِ
وَالأبْدَالِ, مَنْظَرُ الرَبِّ
Sufi Sempurna adalah menjadi
tempat menyimpan qadar dan bola (bergulirnya) kehendak, memancarnya ilmu dan
hikmah, rumah kemanan dan kemulyaan, guanya para wali dan abdal, dan tempat
pancaran cahya cinta Tuhan.
Sebagai pengamal dan khadimul Wahidiyah, mari kita
tingkatkan kesabaran dalam bermakmum kepada Beliau Hadratul Mukarrom Romo KH.
Abdul Latif Majid Ra. Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren
Kedunglo, serta senantiasa memohon kepada Allah Swt agar dapat beristiqamah bersama
Guru ruhani yang kamil mukammil.
Dr. Ocin Kusnadi, SH. M.Pd. Jl. Kapuk II. Klender-
Jakarta Timur). Pramu Pendidikan
Wahidiyah tahun 2004 dan Ketua PW DKI Jakarta
(priode 2005 M).
Kami berangkat ke Kediri dengan pesawat terbang untuk menghormat pemakaman wafatnya Mbah KH. Abdul Madjid
Ma'roef Qs wa Ra Pon-Pes Kedunglo tentang. Ketika pesawat
telah berada diangkasa, tiba-tiba saya melihat sesuatu yang aneh. Kami
melihat gumpalan mega, burung burung dan bintang berbaris dengan rapi. Mereka
semua mengiringi seseorang yang berpakaian baju kerajaan. Meraka mengucapkan : Selamat datang Ghauts Hadzaz
Zaman ....... Selamat datang Ghauts Hadzaz Zaman ....... Selamat datang Ghauts
Hadzaz Zaman, dengan diulang-ulang berkali-kali. Barisan itu semakin
mendekat kepada pesawat. Dan ternyata Sang Raja yang diiring adalah Romo KH.
Abdul Latif Madjid Ra.
Adab manusia yang ingin mendapat
bimbingan keimanan dari Beliau Ra :
1) Jangan
enyombongkan diri kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw. Ketika menghadap Allah Saw
jangan merasa diri .... (ibarat seorang menteri menghadap presiden).
2)
Senantiasa mengadakan kontak batin kepada Beliau
Ra untuk mendoakan kita, agar hati kita bersih dari kemusyrikan.
Demi menuntun iman orang awam
seperti kita, terutama diri saya, dalam memahami pentingnya memahami keberadaan
Beliau Ra, Allah Swt wa Rasulihi Saw mengizinkan ummatnya berhubungan kepada Beliau
Ra untuk urusan keberkahan dan keselamatan ekonomi.
Bapak Sumarsono dari daerah Tengguli
kab. Demak. Bapak ini tekun melakukan penyiaran serta berjuang dan pula hampir
setiap kegiatan mujahadah ia tidak pernah absen, ia senantiasa hadir, kecuali saat
kondisi sakit yang membuat dirinya tidak dapat menghadirinya. Usahanya sebagai
pedagang kain dengan berkeliling dari perkampungan satu ke perkampungan lain
didaerah sampit Kalimantan Tengah. Suatu ketika, bapak ini dagangannya habis
terjual dengan keuntungan yang cukup bagi dia.
Ketika mau pulang, ditengah jalan yang sepi dan jauh dari
pemukiman penduduk. Ia dihadang oleh 5 orang yang meminta seluruh uang hasil
dagangan. Waktu itu pak Sumarsono kebingungan, Kemudian hatinya tawajjuh kepada
Romo Yahi Ra, dan mohon pertolongan. Romo ....... tolong aku Romo Yai ......
Apa yang terjadi. Kelima orang tersebut tidak dapat bergerak. Dan bapak ini
mendengar suara Romo Yai dawuh (denan bhs jawa) : sampeyan segara
pergi dari sini ...... . Jika kamu sudah jauh ...... , penyamun ini akan kembali dapat bergerak.
1.
Dan al-Ghauts
fii Zamanihi Imam al-Gazali Ra, ketika memberi penjelasan makna surat ikhlas,
mengatakan : [22]
والصَمَدِيَهُ دَلِيْلٌ عَلَى الوَاحِدِيَةِ
وَالآحَدِيَةِ. فَالوَاحِدُ نَفْيُ الشَرِيْكِ فَالأحَدُ نَفْيُ الكَثْرَةِ فِي
ذَاتِهِ الصَمَدُ المُحْتَاجُ إِلَيْهِ غَيْرُهُ
Shamadiyah (ketergantungan hamba kepada Allah meskipun berinteraksi
makhluk), merupakan bukti kepada tauhid Wahidiyah dan Ahadiyah. Makna al-Wahid, adalah ketiadaan sekutu (bagi-Nya),
sedangkan makna al-Ahad, adalah ketiadaan jumlah (susunan) didalam
Dzat-Nya,(yang menjadi) tempat bergantungnya makhluk, dan yang selain diri-Nya
berhajat kepada-Nya.
2.
Al-Ghauts fi
Zamanihi Syekh Abdul Karim al-Jilliy Ra (w. 826 H) menjelaskan tentang makna
iman Wahidiyah : [23]
والنَاظِرُ فِي مِرأَة
هَذَا الاِسْمِ ذَوْقًا يَكُونُ عِنْدَهُ مِنْ عُلُومِ التَوْحِيْدِ عِلْمُ
الوَاحِدِيَّةِ
Dan orang
yang hatinya dapat memandang (kepada Allah Swt) dalam cermin
makhluk ini dengan dzauqiyah (rasa
hati), maka orang tersebut memiliki beberapa ilmu tauhid, yaitu ilmu Wahidiyah.
3.
Syeh Muhammad
Amin al-Kurdiy (al-Ghauts Fii Zamnihi Ra, w.1332 H)[24]
dalam menjelaskan makna ayat diatas, mengatakan : [25]
وَالإِخْلاَصُ
عَمَلٌ قَلْبِيٌّ لاَ يَطْلَعُ عَلَيْهِ غَيْرُ اللهِ تَعَالَى. وَهُوَ أَنْ
تَعْبُدَ اللهُ تَعَالَى بِكُلِّيَتِكَ وَلاَ تُشْرِكَ فِيْهَا غَيْرَهُ
Ikhlas itu amalan hati, yang tidak dapat melihatnya kecuali Allah
Swt. Ikhlas itu sekiranya engkau mengabdi kepada Allah Swt secara keseluruhanmu
dan tidak menyekutukan-Nya didalam ibadah.
4.
Al-Ghauts fi
Zamanihi Syekh Abdul Wahhab Sya’rani Ra
dalam menerangkan :[26]
الوَاحِدُ يَتَعَدَّدُ
بِالمَظَاهِرِوَالآحَدُ لاَبَتَعَدَّدُ لأَنَّهُ خُلاَصَةالوَحِدُ فَإِذَا
تَعَدَّدَالوَاحِدُ تَنْزِيْلٌ لِكَمَالِالدَائرَة وَإِذَا تَكَمَّلَتْ صَارَتْ
حَقِيْقَةَ وَاحِدِيَةً أَحَدِيَةً لِجَمِيْعِ الدَوَائِر فَهَذِهِ خَلاَصَةُ الحَقَائِقِ
فَمَنْ صَدَقَ اللهَ وَحَدَهُ اللهُ فَصَارَوَاحِدًاعَارِفا بِاللهِ وَللهِ.
Al-Wahid,
dalam penampakannya pada makhluk menunjukkan jumlah bilangan. Sedangkan al-Ahad
tidak menunjukkannya. Karena al-Ahad merupakan ringkasan dari al-Wahid. Ketika
al-Wahid menunjukkan jumlah bilangan, maka turunnya (sinar) al-Wahid bertujuan
untuk kesempurnaan seluruh wujud. Ketika keberadaan wujud telah sempurna, maka wujud ini
sebagai hakikat Wahidiyah dan Ahadiyah yang merupakan ringkasan seluruh
hakikat wujud. Barang siapa yang dibenarkan (agamanya) oleh Allah, maka Allah
memberinya (ilmu) tauhid. Serta Allah menjadikannya sebagai satu-satunya hamba
yang sadar Billah dan Lillah.
Al-fatihah
x 1.
Yaa Ayyuhal Ghautsu Salam … x 1.
Yaa Sayyidi Yaa Ayyuhal Ghaus x 3.
Al-fatihah x
1.
Wabillahit Taufiq wal Hidayah .......... .
[1]. HR. Razin Ibn Muawiyah. Lihat
kitab tafsir Ibnu Katsir dalam penjelasan ayat shalawat (Qs. surat al-Ahzaab ayat 56).
[2]. HR. Ibnus Sunni dari Jabir Ibn Abdullah. Imam Suyuthi
mengatakan : hadis ini berderajat hasan (kitab Jami’ as-Shaghir, juz II
dalam bab “mim”).
[4]. HR. Nasai (amalul yaum, nh : 55) dari Ali
Ibn Abbi Thalib, dan kitab Kasyful Khifa’ juz I, nh : 884, HR.
Ahmad, Biahaqi, Thabrani, Baihaqi, Ibnu
Hibban, al-Hakim dan Daraquthni
[5]. Rasulullah Saw bersabda
: لاَيُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى أنْ أَكُون أَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ وَالدِهِ وَوَلَدِهِ
وَالنَاسِ أَجْمَعِيْن Belum sempurna iman
kamu semua, sehingga AKU (Rasulullah)
lebih dicintainya daripada bapaknya, anaknya dan seluruh menusia. Lihat kitab Jawaahir al-Bukhaari -nya
Mushthafa Muhammad, hadis nomer: 11kitab Fath al-Bari syarh Shahih
al-Bukhari.
[6]. Lihat kitab Muhtashar Ihya’ ‘Ulum ad-Din bab
II dalam aqidah dan kitab Qawaid al-‘Aqa’id nya al-Ghazali.
[7]. Kitab Jami’
as-Shagir juz I dalam bab “alif”.
[8]. Imam Sakhawi berkata : sanad hadis ini tsiqqah (shahih). Sedangkan
al-‘Iraaqi berkata : sanadnya kurang shahih. (Lihat kitab Jalaul Afham,
dalam bahasan sanad hadis diatas).
Namun,
maknanya hadis dari Abu Darda’ diatas maknanya shahih. Kshahihannya karena
didukung oleh ayat al-Qur’an (lihat catatan kaki nomer 24) dan beberapa hadis
yang diriwayatkan dari jalur lain. Antara lain, sebagaimana dalam kitab al-Adzkar-nya
Imam Nawawi Ra pada nomer hadis : 342, yang tertulis sebuah hadis yang semakna dengan hadis tersebut hanya saja
dengan redaksi lain. Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai dan Ibnu Majah dengan
sanad yang shahih, diriwayatkan dari Aus Ibn Aus, Rasulullah Saw bersabda :
فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ
مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ. فَقَالُوا : يَارَسُولَ اللهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلاَتُنَا
عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ؟. قَالَ : إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى الأَرْضِ أَنْ
يَأْكُلَ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءِ
Sesungguhnya shalawat kamu semua sampai
kepadaku. Sahabat bertanya : Wahai Rasulallah bagaimana shalawat kita
disampaikan kepadamu, sedangkan engkau telah rusak (tulang dan daging). Rasul
bersabda : Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para nabi.
[9]. Keterangan tentang masih
hidupnya para nabi, rasul dan suhada’ juga dijelaskan dalam Qs. al-Baqarah :
154, dan Ali Imran : 169.
[10]. HR. Abu Daud
dalam Sunan Abu Dawud hadits nomer 523,
Imam Ahmad dalam “Musnad” juz II hadits nomer 168, dan Imam Tirmidzi
hadits nomer 3614 dan Imam Nasa’i
[11]. Lihat
kitab Sunan Nasa’i Bisyah as-Suyuthi wa
Hasyiyah as-Sindi jilid II, bab “Shalawat Nabi Saw Setelah Adzan”. Halaaman
: 26
[12]. Kitab Jami’ as-Shagir,
dalam bab “alif”.
[13]. Kitab Afdlalus Shalawat-nya al-Ghauts fii Zamanihi Syeh
an-Nabhaani Ra (w. 1933 M) pada pasal 4.
[14]. Lihat kitab Muhtashar Ihya’ ‘Ulum ad-Din bab
II dalam aqidah dan kitab Qawaid al-‘Aqa’id nya al-Ghazali.
[16]. Hal ini disebabkan malaikat yang
tidak memiliki dosa serta termasuk golongan arifin dan muqarrabin saja, masih
harus bermakmum dan berguru kepada Guru (Nabi Adam As), apalagi kita, manusia
adalah mahluk yang penuh dosa
[17]. Dalam kitab Tbaqatul Kubra-nya
Imam Sya’rani, juz II dalam bab kisah “Syeh Ibnu Makhala”,
[18]. Diterangkan dalam kitab Thabaqat
nya Syeh Sya’rani juz II, bab “Syeh Wafa”, bahwa Syeh Wafa tidak bisa
membaca dan menulis karena buta sejak umur 4 tahun, namun sejak umur enam tahun
sudah tampak karomahnya.
[19]. Kitab al-Anwar
al-Qudsiyah-nya al-Ghauts fi Zamanihi, Syeh Abdul Wahhab as-Sya.rani, w.
973 H, dalam bab “adabul murid”.
[20]. Kitab Mafahim nya Syeh al-Maliki, atau dalam kitab Jami
as-Shagir. Dalam al-Adzkar, nh : 610, Kisah Imam Nawawi
[21]. Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu
Ya’la, Ibnu Sunniy dan Thabrani dari jalur Ibnu Mas’ud ra. Kitab Jami’
as-Shagir-nya Imam Suyuthi juz I dalam
jilid pada bab “alif”.
[22]. Kitab al-Madlnun
Bih ‘alaa Ghairi Ahlih, Imam al-Ghazali Ra pada pasal IV dalam bab
perbedaan makna Wahid dan Ahad
[24]. Dalam pengantar
dari para Ulama dalam kitab Tanwir al-Quluub, pada halaman 5 dan 6,
dijelaskan bahwa Syeh Muhammad Amin adalah seorang waliyullah yang telah
menduduki derajat al-Quthbu dan Mujaddid pada waktu.
[25]. Lihat kitab Tanwir
al-Quluub bab “ikhlash”, halaman : 422.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar