Sabtu, 31 Mei 2014

Catatan Kecil 46 : "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH"


YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
KISAH DAN PETUAH
Catatan Kecil 46 : "KESAKSIAN" SEBAGAI PERSONAL (PENGAMAL) APA YG KAMI KETAHUI, RASAKAN DAN ALAMI DALAM PERJUANGAN WAHIDIYAH TTG "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH"
Jawaban pertanyaan Suryo Prtama oleh Ahmad Dimyathi
Assalamu'alaikum..
Demi Alloh yg mengatur segala arah atas segala irodahnya, demikian nyawa ini hanya dalam qudroh nya...
"salam ukwah..
hamba yang dzoliim dan na'if ini berniat tolabul ilmi.. ala'ika
" beri SY landasan hadist/qur'an .yg menunjukan perintah membaca kalimat nida' (YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH red.) dengan tangisan ?.
Ahmad Dimyathi : WA'ALAIKUM SALAM WR. WB. SALAM UKHUWWAH KEMBALI SAUDARAKU SURYO PRTAMA YANG DIRAHMATI DAN BERKAHI ALLOH SWT...AMIIN...!!! MF, YANG DITANYAKAN KALIMAT NIDA' FAFIRRUU ILALLOH APA NIDA' YAA SAYYIDII TAA ROSUULALLOH ..., APA NIDA' YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS, APA KETIGANYA...KANG...???. MKSIH JAZAA KUMULLOH...AMIIN..
Suryo Prtama : yaa.. sayyidi yaa.. rosulalloh.... hujah landasannya... ya...
Raden Batulawang : Yaa sayyidii yaa rosulalloh !
Selamat siang pak yai dan kang mas suryo semoga selalu dirahmati Alloh swt...
Yuukk kita simak sebaik baik nya penjelasan pak yai Ahmad dimyahi ...semoga berkah dan manfaat untuk kita semuanya....Aamiin
di tunggu aja kang mas,
JAWABAN DAN PENJELASAN KAMI :
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
MASALAH SAYYIDINAA DAN “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH”
A. BACAAN SAYYIDINAA
Arti kalimat “Sayyid” adalah (الَّسيِّدهُوَ مَنْ فــَاقَ على غَيْرِه ) artinya “Sayyid adalah orang ang tertinggi / termulia dari yang lain. Orang tertinggi kedudukannya di suatu desa dinamakan “Sayyidul-qoryah”, yang tertinggi di suatu negara didsebut “Sayyidul-balad” dan seterusnya. Sedangkan sudah dimaklumi orang yang tertinggi di kalangan makhluq adalah SAYYIDUL KHOLQI AJMA'IIN, SAYYIDUL WUJUD YAITU Rosululloh SAW.
Dalam sholawat Ma’tsuroh (yang redaksinya disusun oleh Rosululloh sendiri) tidak ada yang memakai kalimah ‘’Sayyidina”. Hal ini menunjukkan keluhuran budi Rosululloh SAW yang tidak pernah menonjolkan diri. Beliau selalu ber-tawadlu’, lemah lembut kepada siapapun. Suatu sikap budi luhur yang seharusnya ditiru oleh para ummatnya.
Adapun kita sering membacanya dengan tambahan kata “SAYYIDINA”, kata itu tambahan oleh para shahabat Nabi SAW, sebagai cetusan rasa ta`dhim dan mahabbah. Sudah sewajarnya kita para ummatnya menyebut Baginda Nabi SAW dengan “Sayyidina” atau kata lain yang maksudnya sama, misalnya “Kanjeng”, “Gusti”, “Bendara”, “Baginda” dan sebagainya. Sedangkan terhadap pahlawan bangsa kita sering menggunakan “Pangeran” seperti “Pangeran Diponegoro”, Kanjeng Sultan dan sebagainya. Lebih-lebih terhadap Rosulullah SAW. Bukankah Baginda Nabi Muhammad e, sebagai “Sayyidul Anbiyaa Wal Mursaliin”, Pemimpin-nya para Nabi dan para Utusan ِAlloh, bahkan “Sayyidul Kholqi Ajma`iin”, Sayyid atau Pemimpinnya seluruh makhluq!
Jadi penggunaan kalimah “Sayyidina” terhadap Baginda Nabi SAW baik di dalam bacaan sholawat ataupun di luar bacaan sholawat, merupakan cetusan rasa ta’dhim (memuliakan) dan rasa mahabbah / cinta yang mulus. Bukan dan tidak boleh diartikan sebagai merubah yang asli atau mengada-adakan.
Pada kesempatan lain Rosulullah SAW , bersabda:
أنا سـيد ولـد أدم ولا فـخـر.. الحديث رواه أحـمد والترمـذي وابـن مـاجـه عـن أبي سـعـيد الحـذري
“Aku adalah Sayyid bagi anak cucu Adam dan tidak membanggakan diri……” (Riwayat Imma Ahmad dan Tirmidzi dan ibnu Majah dari Abu Sa’id al Khudri).
Alloh I melarang / tidak memper-bolehkan memanggil Baginda Nabi SAW, hanya dengan menyebut “Yaa Muhammad “ atau “Yaa Abal Qosim” dan panggilan lain yang tidak mengandung nilai ta’dhim (memuliakan).
Firman Alloh I,:
لاَّ تَجْعَلُواْ دُعَآءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَآءِ بَعْضِكُمْ بَعْضاً
.....الأية (24-النور: 63)
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rosul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain)….” (Q.S. 24 –An-Nur, 63)
Di dalam ayat lain disebutkan larangan Alloh I :
يآأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَرْفَعُواْ أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَ تَجْهَرُواْ لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تَشْعُرُونَ. (49- الحـــجــــرات :2)
Artinya kurang lebih:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suara kamu melebihi suara Nabi e dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak terhapus (pahala) amal-amal kamu sekalian dan kamu sekalian tidak menyadari”. (49-Al-Hujurot :2)
Kedua ayat tersebut bertitik berat pada bidang adab terhadap Rosulullah SAW. Memanggil nama Beliau SAW dengan “njangkar” istilah orang Jawa, memanggil tanpa disertai penghormatan, dan berbicara keras terhadap Baginda Nabi SAW, adalah sangat tidak sopan dan merupakan su-ul adab yang bisa mengakibatkan terhapusnya amal-amal kebaikan.
Kita para umat wajib menghormat dan memuliakan Baginda Nabi SAW. Syekh Abul Abbas At-Tijani berkata sebagaimana disebutkan di dalam kitab Sa’aadatud-Daaroini, halaman 11, bahwa “siyaadah” (sebutan Yaa Sayyidii atau Sayyidina) adalah termasuk ibadah. Sebab maksud pokok dari bacaan sholawat adalah menghormat, mengagungkan Baginda Nabi SAW. Jadi apabila meninggalkan kata siyaadah di dalam bacaan sholawat, berarti kurang menghormat / kurang memuliakan kepada Beliau SAW. Ini perlu kita perhatikan !
Adapun mewmperbanyak nida’ “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH” sebagaimana yang banyak dilakukan oleh Pengamal Wahidiyah itu tidak berarti meninggalkan Alloh atau menomor duakan alloh, Itu tridak. Karena dengan menyebut nida’ tersebut sekali gus berdzikir kepada Aloh.
Perhatikan dalam sudsunan kalimatpun juga ada lafadh “ALLOH”. Disamping itu berdzikir / ingat kepada Rasululloh juga termasuk berdzikir kepada Alloh.
Sabda Nabi :
مَنْ ذَكــَـرَنِى فـَـقـــَدْ ذَكــَـرَ الله َ وَمَنْ أَحَبـَّـنِى فـَقــَدْ أَحَبَّ الله َ وَالــْمـــُصَلــِّى عـَـلــَيَّ نـــَاطِـقٌ بــِذِكـــْر ِ الله ِ (ســعــادة الــداريـــن 512)
Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa menyebut namaku (dzikir / ingat kepadaku), maka sesungguhnya ia telah menyebut / berdzikir kepada Alloh, dan barangsiapa mencintai aku, maka sesungguhnya ia telah mencintai Alloh, dan orang yang membaca sholawat kepadaku termasuk berdzikir kepada Alloh”. (Sa’adatud Daroini 512).
Lebih dari itu orang yang banyak berdzikir kepada Beliau akan diberi rasa mahabbah kepada Beliau. Sedangkan rasa mahabbah kepada Beliau termasuk tali pengikat iman kepada Alloh.
Bersabda Rosullullah SAW :
مـَـنْ أَحَـبَّ شَـيْئاً أَكْــثَرَ مِــنْ ذِكْـــــرِهِ (رواه الد يلمي عن عا ئشة)
“Barang siapa mencintai sesuatu, dia banyak menyebut / mengingat sesuatu itu”. (Riwayat Dailami dari Aisyah R.A)
أَلاَ لاَ إِيـْمَـانَ لِـمَـنْ لاَ مَحَـبَّـةَ لَـهُ , لاَ إِيـْمَـانَ لِـمَـنْ لاَ مَـحَـبَّـةَ لَـــهُ ( الصا وي الثـا لث : 41 )
“Perhatikanlah, tidak disebut beriman orang yang tidak mempunyai rasa cinta…( Showi juz 3 halaman 41 )
Rasululloh SAW bersabda :
لاَ يـُؤْ مِنُ أَحَـــدُكُـمْ حَـتَّى أَكُــوْنَ أَحَــبَّ إِلَـيْـهِ مِــنْ نـَفْـسِهِ وَمَـالِـــهِ وَالـنَّاسِ أَجْـمَـعِـــيْنَ . (رواه البخاري ومسلم وأحمد والتر مذي وابن ماجه عن انس y)
“Tidaklah sempurna iman salah satu dari kamu sekalian sehingga Aku lebih dicintai dari pada dirinya sendiri, hartanya dan manusia semuanya”. (Riwayatbukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Anas).
Uraian tentang mahabbah secara lengkap Insya Alloh akan dibahas
Suka · · Berhenti Mengikuti Kiriman · Bagikan · 38 menit yang lalu
Emah Melati, Ahmad Rayhan Hr, Evan Salez dan 3 lainnya menyukai ini.
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Kenapa sih kita harus memangil-manggil Rosululloh SAW dengan YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ?
Di dalam Al Quran surat al-Anfal ayat 33
"وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ"
Yang penjelasanya adalah : Alloh SWT tidak akan menyiksa mereka, selama Engkau (Muhammad SAW) ada di tengah-tengah (di dalam hati) mereka.
Jadi kesimpulannya: Jika kita ingin tidak disiksa oleh Alloh SWT (baik di dunia, lebih-lebih nanti di akhirat), hati kita harus senantiasa diisi dengan Rosulullah SAW. Mari kita selalu baca kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" dimanapun dan kapanpun berada, terutama dalam hati.
29 menit yang lalu · Suka · 1
Ahmad Dimyathi : YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Kenapa sih kita harus memangil-manggil Rosululloh SAW dengan YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ?
Waktu Rosulullah SAW lahir langsung Saajidan (bersujud) dan Dzaakiron (memanggil-manggil), lantas siapa yang dipanggil oleh Rosululloh SAW ketika sujud itu ? Ternyata yang dipanggil adalah "Ummatii-Ummatii" (ummatku-ummatku). Ternyata yang dipanggil adalah kita sebagai ummat Beliau SAW, Beliau Rosululloh SAW sudah rindu kepada kita sbagai ummat-Nya.
Jadi wajar kalau kita menyambut dengan rasa gembira panggilan Beliau dengan kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" Juga ketika Beliau Rosululloh SAW akan meninggal dunia terdengar sayup-sayup oleh Syayyidina Ali KW dan lainnya, beliau Rosululloh SAW memanggil-mangil ummatnya dengan panggilan penuh kasih sayang dan Beliau SAW sangat prihatin sekali atas nasib kita ummatnya, sayup-sayup suaranya memanggil-manggil UMMATII-UMMATII.......( 'INDA WAFAATIHI ), maka wajar dan harus kita menjawab panggilan Rosululloh SAW tsb dengan kalimat YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH, YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH, dengan penuh ADAB, antara lain : Ikroman wa Ta'diiman wa Ta adduban (memulyakan, mengagungkan dan beradab), Tasyaffuan (memohon syafaat), Mahabbatan (cetusan rasa cinta yg mendalam), Syauqon (rindu yg sangat mendalam), Tadzallul wal Inkisar (merendahkan diri dan meratapi dosa2 kita), Tawajjuh dan Hudlur (Ingat membayangkan Beliau SAW dan hatinya merasa hadir) dihadapan Junjungan kita Rosululloh SAW !. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.
Ahmad Dimyathi : YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Kenapa sih kita harus memangil-manggil Rosululloh SAW dengan YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ?
Di dalam kitab Zaadul Ma'ad karya Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dijelaskan, bahwa Rosulullah SAW pernah berdoa "Yaa Alloh, Engkau telah berjanji kepadaku, bawah Engkau tiidak akan menyiksa ummatku selama aku berada di hati mereka".
Jadi kesimpulannya: Jika kita tidak mau celaka, tidak mau diadzab oleh Alloh SWT, tidak mau disiksa Alloh SWT, hati kita harus senantiasa diisi Rosulullah SAW, marilah kita selalu baca kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" dimanapun dan kapanpun. Usahakan bisa diamalkan dalam sehari +- 30 menit selama 40 hari berturut-turut, yang berfaedah untuk MENJERNIHKAN HATI DAN KESADARAN/MA'RIFAT BILLAH WA ROSUULIHI SAW, JUGA DAPAT BERFAEDAH UNTUK HAJAD APA SAJA !. Juga waktu-waktu tertentu, MISALNYA ADA HAJAD YANG SANGAT PENTING DAN MENDESAK perbanyaklah membacanya, misalnya kita baca 5000 kali, 10.000 kali, 100,000 kali, atau 1 jam, 2 jam, 3 jam dst !. Insya Alloh akan diijabah semua hajadnya oleh Alloh SWT, memperoleh solusi, jalan keluar, kemudahan-kemudahan dari semua problim hidup atau masalah-masalah yang dihadapinya. Amiin !.
Ahmad Dimyathi : YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Kenapa sih kita harus memangil-manggil Rosululloh SAW dengan YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ?
Kedekatan atau semakin dekatnya dengan Rosululloh SAW menyebabkan iman dan taqwa seseorang akan lebih unggul dibanding dengan yang lain. Oleh karena itu, dimanapun berada dan kapanpun saja mari kita senantiasa berhubungan rohani atau kontak batin dengan Beliau Rosulullah SAW, bisa dengan membaca sholawat apa saja atau membaca "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH".
Ahmad Dimyathi : YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Kenapa sih kita harus memangil-manggil Rosululloh SAW dengan YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ?
Wamaa arsalnaa min rasuulin illaa liyuthaa'a bi-idzni (al)laahi walaw annahum idz zhalamuu anfusahum jaauuka fa(i)staghfaruu (al)laaha wa(i)staghfara lahumu (al)rrasuulu lawajaduu (al)laaha tawwaaban rahiimaa(n) ( QS AL-QUR'AN AYAT 64 ).
( ARTINYA : Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah (LIRROSUL). Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu (ROSULULLOH SAW), lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Makna yang terkandung di dalam Surat An Nisa' ayat 64 tsb adalah :
وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا
Penafsirannya:
WALAU ANNAHUM IDZ DZOLAMUU ANFUSAHUM (Ketika mereka merasa diri-nya banyak dzolim, ketika mereka merasa banyak salah, ketika mereka merasa banyak perbuatan maksiat, ketika mereka merasa banyak dosa-nya);
JAAUUKA (namun mereka mau datang kepadamu, mereka mau sowan kepadamu, mereka mau menghadap kepadamu, mereka mau beraudensi kepadamu (Rosulullah SAW);
FASTAGHFAR-ALLOHA (di hadapan Rosulullah SAW mereka mau memohon ampun kepada Alloh atas segala dosanya, atas segala kedzoliman-nya, atas segala maksiatnya, atas segala kesalahannya, dengan penuh rasa nlongso berlumuran dosa);
WASTAGHFAR LAHUMUR ROSUULU (maka Rosulullah SAW ikut memohonkan ampun, ikut mendoakan);
LAWWAJADUALLOHA TAUBATAN ROHIIMA (maka pastilah mereka (yang mau datang kepada-mu Rosul SAW tsb) akan diampuni taubatnya, akan diampuni segala dosanya).
Kesimpulannya:
Jika kita ingin diterima taubat kita dihadapan Alloh SWT, maka kita wajib menghadap kepada Rosullullah SAW antara lain dengan banyak2 Sholawat apa aja atau nidak Rosul SAW "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH", karna nidak Rosul tersebut dimaksudkan untuk memohon syafaat kpd Beliau SAW. Para Ahlul Kasyfi menerangkan bahwa "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" adalah "Iltijaa ul ummah ilaa Sayyidihim" mengungsinya ummat kepada PEMIMPINNYA yakni Nabi SAW dan dalam Tafsir Showi Juz 3 dijelaskan apabila kita memanggil2 Beliau dengan YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH spontan Beliau SAW mensyafaati dan menjawab panggilan kita tsb dengan "MAA HAJATUKA YAA UMMATII".........? "APA GERANGAN HAJAT KEBUTUHANMU WAHAI UMMATKU....?.
Sekalipun Beliau SAW sudah di alam kubur, namun Rosululloh SAW diperlihatkan/diperdengarkan oleh Alloh SWT bacaan sholawat atau nidak Rosul oleh para ummatnya ! Dan masih banyak lg dasar atau dalil2 yg berhubungan dengan YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
JADI, SEKALI LAGI Jika kita INGIN DITERIMA TAUBAT KITA, dan tidak mau celaka, tidak mau diadzab oleh Alloh SWT, hati kita harus senantiasa beraudensi dihadapan Rosulullah SAW, marilah kita selalu baca sholawat dan atau kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" dimanapun dan kapanpun. Usahakan kalimat tersebut bisa diamalkan dalam sehari +- 30 menit selama 40 hari berturut-turut, yang berfaedah untuk MENJERNIHKAN HATI DAN KESADARAN/MA'RIFAT BILLAH WA ROSUULIHI SAW, JUGA DAPAT BERFAEDAH UNTUK HAJAD APA SAJA !. Juga waktu-waktu tertentu, MISALNYA ADA HAJAD YANG SANGAT PENTING DAN MENDESAK perbanyaklah membacanya, misalnya kita baca 5000 kali, 10.000 kali, 100,000 kali, atau 1 jam, 2 jam, 3 jam dst !. Insya Alloh akan diijabah semua hajadnya oleh Alloh SWT, memperoleh solusi, jalan keluar, kemudahan-kemudahan dari semua problim hidup atau masalah-masalah yang dihadapinya. Amiin !.
Ahmad Dimyathi : YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Kenapa sih kita harus memangil-manggil Rosululloh SAW dengan YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ?
Dan apa sih makna yang terkandung di dalam Al-Qur'an Surat Al Ahzab ayat 21 ???. "Laqad kaana lakum fii rasuuli (al)laahi uswatun hasanatun liman kaana yarjuu (al)laaha wa(a)lyawma (a)l-aakhira wadzakara (al)laaha katsiiraa(n)".
ARTINYA : Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.)
Pasti ada di dalam pribadi Beliau Rosulullah SAW suri tauladan, bahasa keren-nya adalah IDOLA (seseorang itu cenderung meniru idola-nya). Nah, jika kita mengidolakan Rosululloh SAW, secara otomatis tingkah laku dan perbuatan kita harus ma'mun kepada Rosul (karena beliau adalah suri tauladan/contoh yang baik).
Trusss, siapa saja sih yang harus mengidolakan Rosul, " liman kaana yarjuu (al)laaha wa(a)lyawma (a)l-aakhira wadzakara (al)laaha katsiiraa(n)". yaitu bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Alloh, ingin berjumpa/beraudensi (sowan) kepada Alloh SWT, dan mengharap (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Alloh.
Jadi kesimpulannya: Jika seseorang ingin benar-benar sampai/wushul kepada Alloh SWT dengan selamat, wajib hukum-nya menjadikan Rosulullah SAW sebagai suri tauladan dan IDOLA. Nah, karena Rosululloh SAW yang dijadikan suri tauladan, wajib hukum-nya senantiasa berhubungan (hubungan batin), dengan Rosulullah SAW, BERTA'ALLUQ BIJANAABIHI SAW, antaralain dengan cara memperbanyak bersholawat atau memperbanyak membaca HATINYA SHOLAWAT yakni YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH. Maka hubungan dengan Rosululloh SAW yang masih bersifat FORMALITAS ALA SYARII'AH harus ditingkatkan menjadi semacam hubungan molekuler yang lebih kokoh lahir dan batin. Bukankah Rosululloh SAW sendiri sesuai dengan kepribadian Beliau yang ROHMATAN LIL 'ALAMIIN dan BIL MUKMINIINA ROUUFURROHIIM telah meletakkan dan meratakan LEM PEREKAT hubungan terhadap sekalian para ummat ???. Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh !.
Ahmad Dimyathi : YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Kenapa sih kita harus memangil-manggil Rosululloh SAW dengan YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ?
Di dalam karya Syaikh Abdul Qadir Jaelani Qs wa Ra yaitu Kitab Fathul Rabbani menerangkan sebaga berikut : Jadikanlah segala urusanmu apa saja, baik urusan dunia (bekerja, belajar, makan, minum, dll) maupun urusan akhirat (sholat, zakat, puasa, hajji, bemujahadah, dll), harus senantiasa merasa dihadapan Rosulullah SAW.
Mengapa demikian ? Karena beliau Rosululloh SAW berada di tengah-tengah antara hamba dengan sang Pencipta Alloh SWT. Satu-satunya yang menghantarkan seorang hamba kepada Alloh SWT adalah Rosulullah SAW. Sehingga apa yang kita anggap baik itu adalah diperintahkan Rosul dan apa kita jauhi adalah karena larangan Rosul.
Kesimpulannya: Semua urusan dunia dan urusan akhirat harus senantiasa ma'mum dan berhubungan (kontak batin), berta'alluq dengan Rosulullah SAW.
Ta'alluq Bijanaabihi SAW yg paling gampang antara lainadalah dengan nidak Rosul YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ! Cara Ta"alluq Bijanaabihi SAW ada 2 jalan, diterangkan dlm kitab Sa'aadaatud Daroini, pertama TA'ALLUQ SURIYYUN, kedua TA'ALLUQ MAKNAWIYYUN, silakan baca kitab tsb. !
Ahmad Dimyathi : YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Perihal mentalqin muhtadlor dengan tuntunan bacaan “Yaa Saiyyidi Yaa Rosulallah”
1. Masalah No. 7 :
Perihal mentalqin muhtadlor dengan tuntunan bacaan “Yaa Saiyyidi Yaa Rosulallah”
ياسيدى يارسول الله
Ø Keputusan :
Mentalqin seorang muhtadlor (orang yang sedang dalam sakaratul maut) dengan tuntunan bacaan ياسيدى يارسول الله
Tidak bertentangan dengan maksud hadits ini :
لقنوا موتكم لاإله إلا الله
Tuntunlah orang yang sedang dalam sakaratul maut dengan bacaan
لاإله إلا الله
Karena tuntunan dengan bacaan ياسيدى يارسول الله sama halnya dengan menuntun dengan bacaan الله, الله, الله.
Dengan talqin الله, الله, الله kita menuntun muhtadlor secara langsung kepada Allah.
Dengan talqinياسيدى يارسول الله kita mentalqin dengan bertawasul, kepada Rosulullah SAW.
Baik secara langsung maupun secara bertawasul, menurut hadits Nabi di bawah ini hukumnya sama :
قال صلى الله عليه وسلم : من ذكرنى فقد ذكر الله ومن أحبنى فقد أحب الله والمصلى عليّ ناطق بذكر الله (سعادة الدارين : 512)
وقال صلى الله عليه وسلم : يامحمد جعلتك ذكرا من ذكرى فمن ذكرك فقد ذكرنى ومن أحبك فقد أحبنى (سعادة الدارين : 512)
Selain itu tujuan perintah menalqin muhtadlor dengan لا إله إلا الله tidak lain agar si muhtadlor pada akhir hayatnya selalu ingat kepada Allah, sebagaimana yang termaktub dalam Kitab At Tadzkiratul Qurthubi halaman 11 :
لأن المقصود من التلقين أن يموت ابن آدم وليس فى قلبه إلا الله والمدار (اى مدار الحكم) على القلب وعمل القلب هو الذى ينظر فيه فيكون به النجاة واما حركة اللسان فإنما هى ترجمة عما فى القلب والا فلافائدة فيه (تذكرة القرطبى : 11)
Sedang bacaan tawasul ياسيدى يارسول الله yang disertai hati hudlur atau ingat kepada Rosulullah SAW itu sama hukumnya dengan bacaan langsung الله, الله, الله yang disertai hati hudlur atau ingat kepada Allah. Dalam kitab Sa’adatud Daroini halaman 509 di terangkan :
ومعلوم أن من ذاق لذة وصال المصطفى صلى الله عليه وسلم فقد ذاق لذة وصال ربه لأن الحضرة واحدة (سعادة الدارين : 506-507-509)
وهو صلى الله عليه وسلم حاضرنى ايّ مقام فيه يذكر بل دان (ترغيب ص 17)
ان من كان شأنه كثرة الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم يحصل له الشرف الأكبرلكونه صلى الله عليه وسلم يحضره عند سكرات الموت (سعادة الدارين : 518)
ان مستمد جميع الأنبياء الخ
فمن اعتقد ان النبي صلى الله عليه وسلم لاينفع بعد الموت بل هو كأحد الناس فهو الضآلّ المضل (صاوى جز :161)
انه سيأتى عن قليل زمان إذا ذكر انسان النبي صلى الله عليه وسلم والإقتداء به فى جميع احواله ذموه ونفروا عنه واذلوه واهانوة (مجالس السنية : 87)
Ahmad Dimyathi : YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Kenapa sih kita harus memangil-manggil Rosululloh SAW dengan YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ?
Alloh SWT berfirman di dalam hadist qudsi : "Yaa Muhammad, Aku jadikan Engkau sebagai sebutan (panggilan), barangsiapa yang memanggil-manggil Engkau, maka sesunggunya dia telah memangil-manggil Aku, dan barang siapa yang cinta kepadamu, berarti dia juga telah mencintai Aku".
Dalam hadits Rosululloh SAW bersabda : "MAN DZAKARONII FAQOD DZAKARULLOH WAMAN AHABBANII FAQOD AHABBALLOH WAL MUSHOLLI 'ALAIYYA NAATHIQUN BIDZIKRILLAH" (Sa'aadatud Daroin).
"Barang siapa dzikir kepadaku (lebih-lebih menyebut), maka sungguh ia dzikir kepada Alloh dan barang siapa cinta kepada-Ku, maka sungguh ia cinta kepada Alloh, dan orang yang membaca sholawat kepada-Ku, sungguh ia mengucakan dzikir kepada Alloh".
Dan masih banyak lagi Hadits yg menjelaskan bahwa Dzikir (lebih2 menyebut) Nabi SAW adalah IBADAH !. SABDA ROSULULLOH SAW : "DZIKRU 'ALAIYYA 'IBAADATUN " - "DZIKIR (LEBIH-LEBIH MENYEBUT) KEPADA SAYA ADALAH IBADAH".
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.
Ahmad Dimyathi : YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Kenapa sih kita harus bersholawat dan atau memangil-manggil Rosululloh SAW dengan YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ?
Ciri-ciri orang yg mencintai, pasti banyak mengingat dan menyebut atau memangilnya dimana saja, lagi keadaan bagaimanapun tetap menyebut dan mengingat, serta memanggilnya. ( Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh !).
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرو الْقَطِرَانِيُّ، ثنا أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ، ثنا حِبَّانُ بْنُ عَلِيٍّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَخِيهِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِذَا طَنَّتْ أُذُنُ أَحَدِكُمْ فَلْيَذْكُرْنِي، وَلْيُصَلِّ عَلَيَّ، وَلْيَقُلْ: ذَكَرَ اللهُ بِخَيْرٍ مَنْ ذَكَرَنِي ”
المعجم الكبير للطبراني
Menceritakan kepada kami Ahmad bin Amr al-Qathirani, menceritakan kepada kami Abu ar-Rabi’ az-Zahrani, menceritakan kepada kami Hibban bin Ali, dari Muhammad bin Ubaydillah bin Abi Rafi’, dari saudaranya, yaitu Abdillah bin Ubaydillah bin Abi Rafi’, dari ayahnya (Ubaydillah bin Abi Rafi’), dari kakeknya (Abi Rafi’, budak Rasulullah) berkata: Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, “Jika berdengung telinga seseorang dari kalian, maka ingatlah aku (Nabi SAW), dan bershalawatlah atasku, dan katakan: Dzakarollohu bi khayrin man dzakaroni (Semoga Allah menyebut dengan kebaikan orang yang menyebutku (Nabi SAW)).
[Al-Mu'jamul Kabir lithThobroni]
إِذا طَنَّتْ أُذُنُ أحدِكُمْ فَلْيَذْكُرْنِي ولْيُصَلِّ عَلَيَّ ولْيَقُلْ ذَكَرَ الله مَنْ ذَكَرَنِي بِخَيْرٍ
الجامع الصغير للسيوطي
Jika berdengung telinga seseorang dari kalian, maka ingatlah aku (Nabi SAW), dan bershalawatlah atasku, dan katakan: Dzakarollohu man dzakaroni bi khayr (Semoga Allah menyebut orang yang menyebutku (Nabi SAW) dengan kebaikan).
[Al-Jami'ush Shoghir lis Suyuthi]
فَإِن الْأذن إِنَّمَا تطن لما ورد على الرّوح من الْخَبَر الْخَيْر وَهُوَ أَن الْمُصْطَفى قد ذكر ذَلِك الْإِنْسَان بِخَير فِي الْمَلأ الْأَعْلَى فِي عَالم الْأَرْوَاح
التيسير بشرح الجامع الصغير
Imam Al Manawi berkata dalam kitab beliau, yaitu At-Taysir bi Syarh al-Jami’ush Shaghir: “Maka sesungguhnya telinga itu berdengung ketika datang berita baik kepada ruh, yaitu Rasulullah SAW al-Mushthofa telah menyebut orang tersebut (pemilik telinga yang berdengung) dengan kebaikan di mala-il a’la (perkumpulan atau majelis tertinggi) di alam ruh.
[At-Taysir bi Syarh al-Jami'ush Shoghir]
Hadits ini juga diriwayatkan Imam al-Bazzar dengan redaksi doa:
اللَّهُمَّ اذْكُرْ بِخَيْرٍ مَنْ ذَكَرَنَا بِخَيْرٍ
“Ya Allah, sebutlah dengan kebaikan orang yang menyebut kami (Nabi SAW) dengan kebaikan”
Hadits seperti ini diriwayatkan oleh Imam Suyuthi, Imam ibnus Sunni, Imam Ruyani, Imam al-Bazzar, dan juga Imam Thabrani yang mana menurut beliau hadits ini Hasan. Para Imam yang dapat dipegang ini telah mencantumkan hadits-hadits seprti ini di dalam kitab-kitab mereka. Dan tak ada hadits yang menentang hadits ini. Para Imam ini telah mengajarkan kepada kita agar bershalawat kepada Nabi SAW ketika telinga kita berdengung atau berdenging. Maka amalan ini sungguh boleh dikerjakan. Apalagi perintah shalawat itu adalah perintah umum yang boleh dilakukan kapan saja, kecuali pada waktu dan tempat tertentu, seperti ketika di kakus.
Rasululloh SAW menyuruh kita mengingat, menyebut atau memangil beliau ketika telinga kita berdengung. Salah satu keutamaan mengingat Rasul SAW dijelaskan dalam hadits qudsi dari ibnu ‘Atho-i yang dinukil dalam Mawahibul Laduniyyah karya Imam al-Qasthalani dimana Allah berfirman:
جَعَلْتُكَ ذِكْرًا مِنْ ذِكْرِيْ. فَمَن ذَكَرَكَ ذَكَرَنِي
Aku telah menjadikanmu (Nabi SAW) dzikir dari dzikirku, barangsiapa yang menyebutmu (Nabi SAW) maka ia telah menyebutKu.
Maka barangsiapa menyebut atau mengingat atau memangil-manggil Nabi Muhammad SAW, maka ia telah mengingat Allah SWT. Dan siapa yang mengingat Allah, maka Allah mengingat dia dan menyertainya dengan kasih-sayang-Nya sebagaimana dijelaskan dalam hadits qudsi riwayat Bukhari dalam Shahihnya dari Abu Hurairah dari Rasulullah, berfirman Allah Ta’ala:
أَنَا مَعَ عَبْدِي حَيْثُمَا ذَكَرَنِي وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ
“Aku bersama hamba-Ku dimana pun ia mengingat-Ku dan bergerak bibirnya karena (menyebut/memangil) Aku.”
Dan juga dalam riwayat lain dari Abu Hurairah dari Rasulullah, berfirman Allah Ta’ala:
وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ
“Dan Aku bersamanya ketika mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Dan jika ia mengingat-Ku dalam perkumpulan, maka Aku mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih baik daripada mereka.”
Dan Nabi menyuruh kita untuk bersholawat atas beliau. Di antara keutamaan shalawat ini dijelaskan oleh Rasul:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا، وَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ عَشْرًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ مِائَةً، وَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ مِائَةً كَتَبَ اللَّهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ: بَرَاءَةً مِنَ النِّفَاقِ، وَبَرَاءَةً مِنَ النَّارِ، وأَسْكَنَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ الشُّهَدَاءِ
Barangsiapa yang bersholawat atasku satu kali maka Allah bershalawat atasnya sepuluh kali. Barangsiapa yang bersholawat atasku sepuluh kali maka Allah bershalawat atasnya seratus kali. Barangsiapa bersholawat atasku seratus kali, maka Allah menulis diantara dua matanya: ‘bebas dari kemunafikan, dan bebas dari api neraka’ dan Allah tempatkan dia di hari qiamat bersama para syuhada. [Al-Mu'jamul Awsath dan Al-Mu'jamush Shaghir Imam Thabrani dari Anas bin Malik]
Allah bershalawat atasnya’ maksudnya Allah memberinya kesejahteraan, keselamatan dan kasih-sayang-Nya.
Dalam Kitab At-Taysir bi Syarh al-Jami'ush Shaghir, Al-Manawi menyebutkan bahwa sanad hadits yang diriwayatkan Ath-Thabrany diatas adalah HASAN:
وإسناد الطبراني حسن
Dan sanad hadits yang diriwayatkan Ath-Thabrany (diatas) adalah HASAN.
يَا شَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمْ * عَلَيْكَ نُوْرَالْخَلْقِ هَادِيَ اْلاَنَامْ
وَاَصْلَهُ وَرُوْحَهُ اَدْرِكْنِى * فَقَدْ ظَلَمْتُ اَبَدًا وَّرَ بِّنِى
وَلَيْسَ لِى ياَ سَيِّدِيْ سِوَاكَا * فَاِنْ تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا هَا لِكَا
يَا سَيِّدِ ي يَا رَسُوْ لَ الله ْ (X ۷)
"YAA SYAAFI'AL KHOLQIS-SHOLAATU WASAALAAM,
ALAIKA NUUROL-KHOLQl HAADIYAL ANAAM;
WA ASHLAHU WA RUUHAHU ADRIKNII
FAQOD DHOLAMTU ABADAW-WAROBBINII ; (3 kali)
WA LAISA LII YAA SAYYIDII SIWAAKA,
FA IN TARUDDA KUNTU SYAKHSHON HAALIKA".
“YAA SAYYIDII, YAA ROSUULALLOH !” ( 7 kali)
Terjemah :
"Duhai Kanjeng Nabi Pemberi syafa'at makhluq,
kepangkuan-MU sholawat dan salam kusanjungkan,
duhai Nur-cahaya makhluq, Pembimbing manusia;
Duhai Unsur dan Jiwa makhluq,
bimbing, bimbing, bimbing dan didiklah diriku,
sungguh, aku manusia yang dholim selalu;
Tiada arti diriku tanpa Engkau duhai yaa Sayyidii,
Jika Engkau hindari aku, akibat keterlaluan berlarut-larutku,
Pastilah, pastilah, pasti ‘ku ‘kan hancur binasa !".
"Duhai Pemimpin kami, duhai Utusan Alloh!”--"Yaa Sayyidii Yaa Rasulallooh"
Ahmad Dimyathi
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
MENYEBUT NAMA ROSULULLOH SAW DENGAN AWALAN KATA SAYYIDINA ATAU MAULANA
Sebagian orang membid’ahkan panggilan Sayyidinaa atau Maulana didepan nama Nabi Muhammad Rasululloh saw., dengan alasan bahwa Rasululloh saw. sendiri yang menganjurkan kepada kita tanpa mengagung-agungkan dimuka nama beliau saw. Memang golongan ini mudah sekali membid’ahkan sesuatu amalan tanpa melihat motif makna yang dimaksud Bid’ah itu apa. Mari kita rujuk ayat-ayat Ilahi dan hadits-hadits Rasulullah saw. yang berkaitan dengan kata-kata sayyid. Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh.
Syeikh Muhammad Sulaiman Faraj dalam risalahnya yang berjudul panjang yaitu Dala’ilul-Mahabbah Wa Ta’dzimul-Maqam Fis-Shalati Was-Salam ‘AN Sayyidil-Anam dengan tegas mengatakan: Menyebut nama Rasulullah saw. dengan tambahan kata Sayyidina (junjungan kita) didepannya merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim yang mencintai beliau saw. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH. Sebab kata tersebut menunjukkan kemuliaan martabat dan ketinggian kedudukan beliau. Allah SWT.memerintahkan ummat Islam supaya menjunjung tinggi martabat Rasulullah saw., menghormati dan memuliakan beliau, bahkan melarang kita memanggil atau menyebut nama beliau dengan cara sebagaimana kita menyebut nama orang diantara sesama kita. Larangan tersebut tidak berarti lain kecuali untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan Rasululloh saw. Allah SWT.berfirman :
“Janganlah kalian memanggil Rasul (Muhammad) seperti kalian memanggil sesama orang diantara kalian”. (QS.An-Nur : 63).
Dalam tafsirnya mengenai ayat diatas ini Ash-Shawi mengatakan: Makna ayat itu ialah janganlah kalian memanggil atau menyebut nama Rasululloh saw. cukup dengan nama beliau saja, seperti Yaa (Hai) Muhammad atau cukup dengan nama julukannya saja Yaa (Hai) Abul Qasim. Hendaklah kalian menyebut namanya atau memanggilnya dengan penuh hormat, dengan menyebut kemuliaan dan keagungannya, seperti YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH. Demikianlah yang dimaksud oleh ayat tersebut diatas. Jadi, tidak patut bahkan dilarang bagi kita menyebut nama beliau saw. tanpa menunjukkan penghormatan dan pemuliaan kita kepada beliau saw., baik dikala beliau masih hidup didunia maupun setelah beliau kembali keharibaan Allah SWT. Yang sudah jelas ialah bahwa orang yang tidak mengindahkan ayat tersebut berarti tidak mengindahkan larangan Allah dalam Al-Qur’an. Sikap demikian bukanlah sikap orang beriman.
Menurut Ibnu Jarir, dalam menafsirkan ayat tersebut Qatadah mengatakan : Dengan ayat itu (An-Nur:63) Allah memerintahkan ummat Islam supaya memuliakan dan mengagungkan Rasululloh saw.
Dalam kitab Al-Iklil Fi Istinbathit-Tanzil Imam Suyuthi mengatakan: Dengan turunnya ayat tersebut Allah melarang ummat Islam menyebut beliau saw. atau memanggil beliau hanya dengan namanya, tetapi harus menyebut atau memanggil beliau dengan Ya Rasululloh atau Ya Nabiyulloh. Menurut kenyataan sebutan atau panggilan demikian itu tetap berlaku, kendati beliau telah wafat. Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh.
Dalam kitab Fathul-Bari syarh Shahihil Bukhori juga terdapat penegasan seperti tersebut diatas, dengan tambahan keterangan sebuah riwayat berasal dari Ibnu ‘Abbas ra. yang diriwayatkan oleh Ad-Dhahhak, bahwa sebelum ayat tersebut turun kaum Muslimin memanggil Rasulullah saw. hanya dengan Hai Muhammad, Hai Ahmad, Hai Abul-Qasim dan lain sebagainya. Dengan menurunkan ayat itu Allah SWT. melarang mereka menyebut atau memanggil Rasulullah saw. dengan ucapan-ucapan tadi. Mereka kemudian menggantinya dengan kata-kata : Ya Rasulallah, dan Ya Nabiyallah. Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh.
Hampir seluruh ulama Islam dan para ahli Fiqih berbagai madzhab mempunyai pendapat yang sama mengenai soal tersebut, yaitu bahwa mereka semuanya melarang orang menggunakan sebutan atau panggilan sebagaimana yang dilakukan orang sebelum ayat tersebut diatas turun.
Didalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan makna tersebut diatas. Antara lain firman Allah SWT. dalam surat Al-A’raf : 157 ; Al-Fath : 8-9, Al-Insyirah : 4 dan lain sebagainya. Dalam ayat-ayat ini Allah SWT. memuji kaum muslimin yang bersikap hormat dan memuliakan Rasulullah saw., bahkan menyebut mereka sebagai orang-orang yang beruntung. Juga firman Allah SWT. mengajarkan kepada kita tatakrama yang mana dalam firman-Nya tidak pernah memanggil atau menyebut Rasul-Nya dengan kalimat Hai Muhammad, tetapi memanggil beliau dengan kalimat Hai Rasul atau Hai Nabi.
Firman-firman Allah SWT. tersebut cukup gamblang dan jelas membuktikan bahwa Allah SWT. mengangkat dan menjunjung Rasul-Nya sedemikian tinggi, hingga layak disebut sayyidina atau junjungan kita Muhammad Rasulullah saw. Menyebut nama beliau saw. tanpa diawali dengan kata yang menunjuk- kan penghormatan, seperti sayyidina tidak sesuai dengan pengagungan yang selayaknya kepada kedudukan dan martabat beliau. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.
Dalam surat Aali-‘Imran:39 Allah SWT. menyebut Nabi Yahya as. dengan predikat sayyid :
“…Allah memberi kabar gembira kepadamu (Hai Zakariya) akan kelahiran seorang puteramu, Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang dari) Allah, seorang sayyid (terkemuka, panutan), (sanggup) menahan diri (dari hawa nafsu) dan Nabi dari keturunan orang-orang sholeh”.
Para penghuni neraka pun menyebut orang-orang yang menjerumuskan mereka dengan istilah saadat (jamak dari kata sayyid), yang berarti para pemimpin. Penyesalan mereka dilukiskan Allah SWT.dalam firman-Nya :
“Dan mereka (penghuni neraka) berkata : ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati para pemimpin (sadatanaa) dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar”. (S.Al-Ahzab:67).
Juga seorang suami dapat disebut dengan kata sayyid, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah SWT. dalam surat Yusuf : 25 :
“Wanita itu menarik qamis (baju) Yusuf dari belakang hingga koyak, kemudian kedua-duanya memergoki sayyid (suami) wanita itu didepan pintu”. Dalam kisah ini yang dimaksud suami ialah raja Mesir.
Demikian juga kata Maula yang berarti pengasuh, penguasa, penolong dan lain sebagainya. Banyak terdapat didalam Al-Qur’anul-Karim kata-kata ini, antara lain dalam surat Ad-Dukhan: 41 Allah berfirman :
“…Hari (kiamat) dimana seorang maula (pelindung) tidak dapat memberi manfaat apa pun kepada maula (yang dilindunginya) dan mereka tidak akan tertolong”.
Juga dalam firman Allah SWT. dalam Al-Maidah : 55 disebutkan juga kalimat Maula untuk Allah SWT., Rasul dan orang yang beriman.
Jadi kalau kata sayyid itu dapat digunakan untuk menyebut Nabi Yahya putera Zakariya, dapat digunakan untuk menyebut raja Mesir, bahkan dapat juga digunakan untuk menyebut pemimpin yang semuanya itu menunjukkan kedudukan seseorang, kemudia dengan alasan apa yang dapat digunakan untuk menolak sebutan sayyid bagi junjungan kita Nabi Muhammad saw. ? YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.
Demikian pula soal penggunaan kata maula . Apakah bid’ah jika seorang menyebut nama seorang Nabi yang diimani dan dicintainya dengan awalan sayyidina atau maulana ???.
Mengapa orang yang menyebut nama seorang pejabat tinggi pemerintahan, kepada para president, para raja atau menteri, atau kepada diri seseorang dengan awalan ‘Yang Mulia’ tidak dituduh berbuat bid’ah? Tidak salah kalau ada orang yang mengatakan, bahwa sikap menolak penggunaan kata sayyid atau maula untuk mengawali penyebutan nama Rasulullah saw. itu sesungguhnya dari pikiran meremehkan kedudukan dan martabat beliau saw. Atau sekurang-kurang hendak menyamakan kedudukan dan martabat beliau saw. dengan manusia awam/biasa.
Sebagaimana kita ketahui, dewasa ini masih banyak orang yang menyebut nama Rasulullah saw. tanpa diawali dengan kata sayyidina dan tanpa dilanjutkan dengan kalimat sallahu ‘alaihi wasallam (saw.). Menyebut nama Rasulullah dengan cara demikian menunjukkan sikap tak kenal hormat pada diri orang yang bersangkutan. Cara demikian itu lazim dilakukan oleh orang-orang diluar Islam, seperti kaum orientalis barat dan lain sebagainya. Sikap kaum orientalis ini tidak boleh kita tiru.
Banyak hadits-hadits shohih yang menggunakan kata sayyid, beberapa diantaranya ialah :
“Setiap anak Adam adalah sayyid. Seorang suami adalah sayyid bagi isterinya dan seorang isteri adalah sayyidah bagi keluarganya (rumah tangga nya)”. (HR Bukhori dan Adz-Dzahabi).
Jadi kalau setiap anak Adam saja dapat disebut sayyid, apakah anak Adam yang paling tinggi martabatnya dan paling mulia kedudukannya disisi Allah yaitu junjungan kita Nabi Muhammad saw. tidak boleh disebut sayyid ??? YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Didalam shohih Muslim terdapat sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw. memberitahu para sahabatnya, bahwa pada hari kiamat kelak Allah SWT. akan menggugat hamba-hambaNya : “Bukankah engkau telah Ku-muliakan dan Ku-jadikan sayyid ?” (alam ukrimuka wa usaw.widuka ?)
Makna hadits itu ialah, bahwa Allah SWT. telah memberikan kemuliaan dan kedudukan tinggi kepada setiap manusia. Kalau setiap manusia dikarunia kemuliaan dan kedudukan tinggi, apakah manusia pilihan Allah yang diutus sebagai Nabi dan Rasul tidak jauh lebih mulia dan lebih tinggi kedudukan dan martabatnya daripada manusia lainnya ? Kalau manusia-manusia biasa saja dapat disebut sayyid , mengapa Rasulullah saw. tidak boleh disebut sayyid atau maula ??? YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Dalil-dalil orang yang membantah dan jawabannya
– Ada sementara orang terkelabui oleh pengarang hadits palsu yang berbunyi: “Laa tusayyiduunii fis-shalah” artinya “Jangan menyebutku (Nabi Muhammad saw.) sayyid didalam sholat”. Tampaknya pengarang hadits palsu yang mengatas namakan Rasulullah saw. untuk mempertahankan pendiriannya itu lupa atau memang tidak mengerti bahwa didalam bahasa Arab tidak pernah terdapat kata kerja tusayyidu. Tidak ada kemungkinan sama sekali Rasulullah saw.mengucapkan kata-kata dengan bahasa Arab gadungan seperti yang dilukiskan oleh pengarang hadits palsu tersebut. Dilihat dari segi bahasanya saja, hadits itu tampak jelas kepalsuannya. Namun untuk lebih kuat membuktikan kepalsuan hadits tersebut baiklah kami kemukakan beberapa pendapat yang dinyatakan oleh para ulama.
Dalam kitab Al-Hawi , atas pertanyaan mengenai hadits tersebut Imam Jalaluddin As-Suyuthi menjawab tegas : “Tidak pernah ada (hadits tersebut), itu bathil !”.
Imam Al-Hafidz As-Sakhawi dalam kitab Al-Maqashidul-Al-Hasanah menegaskan : “ Hadits itu tidak karuan sumbernya ! “
Imam Jalaluddin Al-Muhli, Imam As-Syamsur-Ramli, Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami, Imam Al-Qari, para ahli Fiqih madzhab Sayfi’i dan madzhab Maliki dan lain-lainnya, semuanya mengatakan : “Hadits itu sama sekali tidak benar”.
– Selain hadits palsu diatas tersebut, masih ada hadits palsu lainnya yang semakna, yaitu yang berbunyi : “La tu’adzdzimuunii fil-masjid” artinya ; “Jangan mengagungkan aku (Nabi Muhammad saw.) di masjid”.
Dalam kitab Kasyful Khufa Imam Al-Hafidz Al-‘Ajluni dengan tegas mengata- kan: “Itu bathil !”. Demikian pula Imam As-Sakhawi dalam kitab Maulid-nya yang berjudul Kanzul-‘Ifah menyatakan tentang hadits ini: “Kebohongan yang diada-adakan”.
Memang masuk akal kalau ada orang yang berkata seperti itu yakni jangan mengagungkan aku di masjid kepada para hadirin didalam masjid, sebab ucapannya itu merupakan tawadhu’ (rendah hati). Akan tetapi kalau dikatakan bahwa perkataan tersebut diucapkan oleh Rasulullah saw. atau sebagai hadits beliau saw., jelas hal itu suatu pemalsuan yang terlampau berani.
Mari kita lanjutkan tentang hadits-hadits yang menggunakan kata sayyid berikut ini:
– Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dalam Shohihnya bahwa Rasulullah saw.bersabda : “Aku sayyid anak Adam…” . Jelaslah bahwa kata sayyid dalam hal ini berarti pemimpin ummat, orang yang paling terhormat dan paling mulia dan paling sempurna dalam segala hal sehingga dapat menjadi panutan serta teladan bagi ummat yang dipimpinnya. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH - DUHAI PEMIMPIN KAMI DUHAI UTUSAN ALLOH !.
Ibnu ‘Abbas ra mengatakan, bahwa makna sayyid dalam hadits tersebut ialah orang yang paling mulia disisi Allah. Qatadah ra. mengatakan, bahwa Rasulullah saw. adalah seorang sayyid yang tidak pernah dapat dikalahkan oleh amarahnya.
– Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Ibnu Majah dan At-Turmudzi, Rasulullah saw. bersabda :
“Aku adalah sayyid anak Adam pada hari kiamat”. Surmber riwayat lain yang diketengahkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhori dan Imam Muslim, mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Aku sayyid semua manusia pada hari kiamat”.
Hadit tersebut diberi makna oleh Rasulullah saw. sendiri dengan penjelas- annya:
‘Pada hari kiamat, Adam dan para Nabi keturunannya berada dibawah panjiku”.
Sumber riwayat lain mengatakan lebih tegas lagi, yaitu bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Aku sayyid dua alam”.
– Riwayat yang berasal dari Abu Nu’aim sebagaimana tercantum didalam kitab Dala’ilun-Nubuwwah mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Aku sayyid kaum Mu’minin pada saat mereka dibangkitkan kembali (pada hari kiamat)”.
– Hadits lain yang diriwayatkan oleh Al-Khatib mengatakan, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku Imam kaum muslimin dan sayyid kaum yang bertaqwa”.
– Sebuah hadits yang dengan terang mengisyaratkan keharusan menyebut nama Rasulullah saw. diawali dengan kata SAYYIDINA diketengahkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak. Hadits yang mempunyai isnad shohih ini berasal dari Jabir bin ‘Abdullah ra. yang mengatakan sebagai berikut:
“Pada suatu hari kulihat Rasulullah saw. naik keatas mimbar. Setelah memanjatkan puji syukur kehadirat Allah saw. beliau bertanya : ‘Siapakah aku ini ?’ Kami menyahut: Rasulullah ! Beliau bertanya lagi: ‘Ya, benar, tetapi siapakah aku ini ?’. Kami menjawab : Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul-Mutthalib bin Hasyim bin ‘Abdi Manaf ! Beliau kemudian menyatakan : ‘Aku sayyid anak Adam….’.”
Riwayat hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa Rasulullah saw. lebih suka kalau para sahabatnya menyebut nama beliau dengan kata sayyid. Dengan kata sayyid itu menunjukkan perbedaan kedudukan beliau dari kedudukan para Nabi dan Rasul terdahulu, bahkan dari semua manusia sejagat. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.
Semua hadits tersebut diatas menunjukkan dengan jelas, bahwa Rasulullah saw. adalah sayyid anak Adam, sayyid kaum muslimin, sayyid dua alam (al-‘alamain), sayyid kaum yang bertakwa. Tidak diragukan lagi bahwa menggunakan kata sayyidina untuk mengawali penyebutan nama Rasulullah saw. merupakan suatu yang dianjurkan bagi setiap muslim yang mencintai beliau saw. "ALLOHUMMA SHOLLI 'ALA SAYYIDINAA MUHAMMAD, WA 'ALA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD".
– Demikian pula soal kata Maula, Imam Ahmad bin Hanbal di dalam Musnad nya, Imam Turmduzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah mengetengahkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah saw. bersabda :
“Man kuntu maulahu fa ‘aliyyun maulahu” artinya : “Barangsiapa aku menjadi maula-nya (pemimpinnya). ‘Ali (bin Abi Thalib) adalah maula-nya…”
– Dari hadits semuanya diatas tersebut kita pun mengetahui dengan jelas bahwa Rasulullah saw. adalah sayyidina dan maulana (pemimpin kita). Demikian juga para ahlu-baitnya (keluarganya), semua adalah sayyidina. Al-Bukhori meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah berkata kepada puteri beliau, Siti Fathimah ra :
“Yaa Fathimah amaa tardhiina an takuunii sayyidata nisaail mu’minin au sayyidata nisaai hadzihil ummati” artinya : “Hai Fathimah, apakah engkau tidak puas menjadi sayyidah kaum mu’minin (kaum orang-orang yang beriman) atau sayyidah kaum wanita ummat ini ?”
– Dalam shohih Muslim hadits tersebut berbunyi: “Yaa Fathimah amaa tardhiina an takuunii sayyidata nisaail mu’mininat au sayyidata nisaai hadzihil ummati” artinya : “Hai Fathimah, apakah engkau tidak puas menjadi sayyidah mu’mininat (kaum wanitanya orang-orang yang beriman) atau sayyidah kaum wanita ummat ini ?”
– Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, Rasulullah saw. berkata kepada puterinya (Siti Fathimah ra) :
“Amaa tardhiina an takuunii sayyidata sayyidata nisaa hadzihil ummati au nisaail ‘Alamina” artinya : “…Apakah engkau tidak puas menjadi sayyidah kaum wanita ummat ini, atau sayyidah kaum wanita sedunia ?”
Demikianlah pula halnya terhadap dua orang cucu Rasulullah saw. Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma. Imam Bukhori dan At-Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits yang berisnad shohih bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. bersabda : “Al-Hasanu wal Husainu sayyida asybaabi ahlil jannati” artinya : “Al-Hasan dan Al-Husain dua orang sayyid pemuda ahli surga”.
Berdasarkan hadits-hadits diatas itu kita menyebut puteri Rasulullah saw. Siti Fathimah Az-Zahra dengan kata awalan sayyidatuna. Demikianlah pula terhadap dua orang cucu Rasulullah saw. Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma.
– Ketika Sa’ad bin Mu’adz ra. diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai penguasa kaum Yahudi Bani Quraidah (setelah mereka tunduk kepada kekuasaan kaum muslimin), Rasulullah saw. mengutus seorang memanggil Sa’ad supaya datang menghadap beliau. Sa’ad datang berkendaraan keledai, saat itu Rasulullah saw. berkata kepada orang-orang yang hadir: “Guumuu ilaa sayyidikum au ilaa khoirikum” artinya : “Berdirilah menghormati sayyid (pemimpin) kalian, atau orang terbaik diantara kalian”.
Rasulullah saw. menyuruh mereka berdiri bukan karena Sa’ad dalam keadaan sakit
sementara fihak menafsirkan mereka disuruh berdiri untuk menolong Sa’ad turun dari keledainya, karena dalam keadaan sakit sebab jika Sa’ad dalam keadaan sakit, tentu Rasulullah saw. tidak menyuruh mereka semua menghormat kedatangan Sa’ad, melainkan menyuruh beberapa orang saja untuk berdiri menolong Sa’ad.
Sekalipun –misalnya– Rasulullah saw. melarang para sahabatnya berdiri menghormati beliau saw., tetapi beliau sendiri malah memerintahkan mereka supaya berdiri menghormati Sa’ad bin Mu’adz, apakah artinya ? Itulah tatakrama Islam. Kita harus dapat memahami apa yang dikehendaki oleh Rasulullah saw. dengan larangan dan perintahnya mengenai soal yang sama itu. Tidak ada ayah, ibu , kakak dan guru yang secara terang-terangan minta dihormati oleh anak, adik dan murid, akan tetapi si anak, si adik dan si murid harus merasa dirinya wajib menghormati ayahnya, ibunya, kakaknya dan gurunya. Demikian juga Rasulullah saw. sekalipun beliau menyadari kedudukan dan martabatnya yang sedemikian tinggi disisi Allah SWT, beliau tidak menuntut supaya ummatnya memuliakan dan mengagung-agungkan beliau. Akan tetapi kita, ummat Rasulullah saw., harus merasa wajib menghormati, memuliakan dan mengagungkan beliau saw. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.
Allah SWT. berfirman dalam Al-Ahzab: 6 : “Bagi orang-orang yang beriman, Nabi (Muhammad saw.) lebih utama daripada diri mereka sendiri, dan para isterinya adalah ibu-ibu mereka”.
Ibnu ‘Abbas ra. menyatakan: Beliau adalah ayah mereka’ yakni ayah semua orang beiman ! Ayat suci diatas ini jelas maknanya, tidak memerlukan penjelasan apa pun juga, bahwa Rasulullah saw. lebih utama dari semua orang beriman dan para isteri beliau wajib dipandang sebagai ibu-ibu seluruh ummat Islam ! Apakah setelah keterangan semua diatas ini orang yang menyebut nama beliau dengan tambahan kata awalan sayyidina atau maulana pantas dituduh berbuat bid’ah ???. Semoga Allah SWT. memberi hidayah kepada kita semua. Amin !!! YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.
– Ibnu Mas’ud ra. mengatakan kepada orang-orang yang menuntut ilmu kepadanya: “Apabila kalian mengucapkan shalawat Nabi hendaklah kalian mengucapkan shalawat dengan sebaik-baiknya. Kalian tidak tahu bahwa sholawat itu akan disampaikan kepada beliau saw., karena itu ucapkanlah : ‘Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu, rahmat-Mu dan berkah-Mu kepada Sayyidul-Mursalin (pemimpin para Nabi dan Rasulullah) dan Imamul-Muttaqin (Panutan orang-orang bertakwa)”
– Para sahabat Nabi juga menggunakan kata sayyid untuk saling menyebut nama masing-masing, sebagai tanda saling hormat-menghormati dan harga-menghargai. Didalam Al-Mustadrak Al-Hakim mengetengahkan sebuah hadits dengan isnad shohih, bahwa “Abu Hurairah ra. dalam menjawab ucapan salam Al-Hasan bin ‘Ali ra. selalu mengatakan “Alaikassalam yaa sayyidii”. Atas pertanyaan seorang sahabat ia menjawab: ‘Aku mendengar sendiri Rasulullah saw. menyebutnya (Al-Hasan ra.) sayyid’ “.
– Ibnu ‘Athaillah dalam bukunya Miftahul-Falah mengenai pembicaraannya soal sholawat Nabi mewanti-wanti pembacanya sebagai berikut: “Hendak- nya anda berhati-hati jangan sampai meninggalkan lafadz sayyidina dalam bersholawat, karena didalam lafadz itu terdapat rahasia yang tampak jelas bagi orang yang selalu mengamalkannya”. Dan masih banyak lagi wejangan para ulama pakar cara sebaik-baiknya membaca sholawat pada Rasulullah saw. yang tidak tercantum disini.
Nah, kiranya cukuplah sudah uraian diatas mengenai penggunaan kata sayyidina atau maulana untuk mengawali penyebutan nama Rasulullah saw. Setelah orang mengetahui banyak hadits Nabi yang menerangkan persoalan itu yakni menggunakan kata awalan sayyid, apakah masih ada yang bersikeras tidak mau menggunakan kata sayyidina dalam menyebut nama beliau saw.?, dan apanya yang salah dalam hal ini ?
Apakah orang yang demikian itu hendak mengingkari martabat Rasulullah saw. sebagai Sayyidul-Mursalin (penghulu para Rasulullah) dan Habibu Rabbil-‘alamin (Kesayangan Allah Rabbul ‘alamin) ???. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Bagaimana tercelanya orang yang berani membid’ahkan penyebutan sayyidina atau maulana dimuka nama beliau saw.? Yang lebih aneh lagi sekarang banyak diantara golongan pengingkar ini sendiri yang memanggil nama satu sama lain diawali dengan sayyid atau minta juga agar mereka dipanggil sayyid dimuka nama mereka !. Aneh...tapi nya
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
KEDAHSYATAN KALIMAT "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH"
Didalam pembahasan kali ini kami akan mencoba menyibak pintu rahasia kekuatan tak terbatas dengan kedasyatan kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" kalimat yang sangat hebat, kalimat yang bahkan bisa digunakan untuk menghentikan kekuatan dasyat ledakan bom atom atau ledakan nuklir yang pernah dibahahas pada postingan sebelumnya (Teori Dasyat Penjinak Nuklir Part 1 dan Part 2), akan tetapi yang paling penting ialah kedasyatan menghacurkan nuklir-nuklir sifat keakuan, NAFSU ANANIYYAH yang bersemayam dan bercokol didadam HATI manusia yang mengakibatkan bendera "AKU" berkibar, sehingga menjadi sumber mala petaka, sumber bencana dan sebab terjadinya perpecahan dimuka bumi ini yang diakibatnya nuklir yang bersemayam didalam dada para pempimpin bangsa ini !.
Maka metode yang paling praktis yang digali dari ilmu Wahidiyah untuk MEMBANGKITKAN KEKUATAN YANG TAK TERBATAS YAITU :
1. Harus Istighrog/ Nol/ Lebur / Menyatu ( ISTIGHROQ WAHIDIYAH I (AWWAL), ISTIGHROQ AHADIYAH, ISTIGHROQ WAHIDIYAH II (TSANI), ISTIGHROQ BIHAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH, ISTIGHROQ GHOUTSIYAH).
Az Zumar 30 : "Sesungguhnya kamu adalah mati dan sesungguhnya merekapun adalah mati (pula)."
Al Anbiyaa' 22 : Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Alloh, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Alloh yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.
AL- QOSHOS 88 : "JANGANLAH KAMU SEMBAH DI SAMPING (MENYEMBAH) ALLOH, TUHAN APAPUN YANG LAIN. TIADA TUHAN (YANG HARUS DISEMBAH) MELAINKAN DIA. TIAP-TIAP (SEGALA) SESUATU ITU RUSAK SELAIN ALLOH. BAGI-NYA-LAH SEGALA PENENTUAN, DAN HANYA KEPADA-NYA-LAH KAMU SEMUA DIKEMBALIKAN".
Itulah dasar hukum yang dialami dan harus diusahakan ketika melaksanakan ISTIGHROQ AHADIYAH.
Selaginya kita belum bisa meniadakan diri, kita tidak pernah menemukan yang Maha Ada,mustahil ada dua yang wujud dan mustahil ada dua yang MAHA, karena jelas di dalam Al Kahfi 110 dijelaskan:
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya."
Maka barang siapa yang lebur kedalamnya maka Alloh berfirman :
"….maka itu kejahatan mereka diganti Alloh dengan kebajikan. Dan adalah Alloh maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Furqaan 70)
Dalam melaksanakan mujahadah harus santai, rileks dan semua kepentingan dunia yang menancap dipikiran diturunkan ke hati dan jiwa sehingga tidak pernah merasakan apa-apa, sehingga benar-benar bisa mengetrapkan Kalimat Tauhid "Laa haula wala quwwata illa billahil 'aliyyil azhhim".
Kalau begitu posisi akal dan pikiran bagaimana ?
Akal dan pikiran menyadari, semua gerak gerik adalah pemberian Alloh (BILLAH), begitupula hati harus menyadari dan merasakan bahwa kita tidak memiliki apa-apa (BILLAH), itulah yang disebut "NOL" karena merasa semua tidak ada apa-apa. Maka tiada kekuatan yang sangat dasyat bagi seorang hamba kecuali ketika merasa "NOL" sehingga yang ada hanyalah Alloh (BILLAH), Tuhan yang Maha Pencipta.
Maka apa bisa akan terjadi qolbun wahid (satu hati) apabila masih merasa paling baik dan benar sendiri dengan yang lain ? maka mutlak Nol / BILLAH/ Istighroq / tidak ada apa-apa harus benar diterapkan dan menancap didalam hati.
2. Harus Ada Getaran
Ciptakan getaran didalam jiwa ketika membaca kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" dengan lemas,santai, pasrah, nol, merasa mati, tunduk dihadapan Alloh SWT (LILLAH) lalu ucapkan perlahan berulang-ulang secara lirih sambil menjerit kuat sekeras-kerasnya ditekan didalam hati sampai timbul suatu getaran didalam jiwa layaknya seperti orang bisu tapi tiada daya untuk berteriak.
Saat itulah posisi jiwa kita telah menangkap sinyal gelombang radiasi batin yang maha dasyat yang mengadung kekuatan absolute, mutlak kekuatan Nur Muhammad SAW yang masuk kedalam jiwa kita.
Kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" inilah sebagai receiver penghubung sinyal kekuatan yang Maha Dasyat dari Alloh SWT, sebab kekuatan Alloh SWT yang turun di bumi ini adalah melalui Rosululloh SAW dengan dasar Wamaa arsalnaaka illa rahmatan lil 'aalamiin"; "Dan tidaklah Aku mengutusmu (wahai Muhammad SAW), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam"(QS.Al-Anbiya':107).
Maka orang-orang yang benar-benar dekat kecintaanya sehingga benar-benar dihadapan Rosululloh SAW (ISTIHDLOR DAN MUTTABA'AH) pasti umat itu akan memanggil-manggil Rosululloh SAW dengan sebutan yang sangat mulia, YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH. Karena jelas sekali atas dasar Rosululloh SAW adalah utusan pembawa rahmat bagi seluruh alam itulah beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia lain. Karena itu, Al-Quran berpesan kepada orang-orang Mukmin:
Janganlah meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi SAW (saat berdialog), dan jangan pula mengeraskan suaramu (di hadapannya saat beliau SAW diam) sebagaimana (kerasnya) suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain... (QS Al-Hujurat [49]: 2).
Janganlah kamu jadikan panggilan (nama) Rasul SAW di antara kamu, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain) (QS An-Nur [24]: 63).
Petunjuk ini berlaku kepada setiap siapa saja orang yang harus dihormati, dimulyakan dan dicintainya, misalnya kepada GURU ROHANI KITA - BELIAU AL- GHOUTS RA, kepada kedua orang tua kita, dsb. !. Dan Alloh SWT melarang KERAS kita memanggil nama Nabi Muhammad SAW hanya dengan menyebut Yaa Muhammad atau Yaa Abal-Qasim dan panggilan lain yang tidak mengandung nilai ta'zhim (menghurmat dan mencintaiNya). ITU LARANGAN KERAS DAN SU'UL ADAB SEKALI, apabila kita memanggil-manggil yang tidak mengandung nilai ta'dzim, kita harus memanggil-manggil Beliau SAW dengan kalimah yang mengandung nilai ta'dzim, seperti : "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH".
Di surat Ali 'Imran 31 inilah yang menjadi landasan
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku (ROSULULLOH SAW), niscaya Alloh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." ( Ali 'Imron 31 ).
Dalam arti bebasnya :
Maka apabila kamu ingin di cintai oleh Alloh SWT, apabila hatimu ingin dihampiri dengan-Nya, dan apabila ingin Alloh SWTselalu bersamamu dimanapun dan kapanpun kamu berada, maka kamu harus benar-benar mengikuti Aku (Rosululloh SAW), hatimu harus mengikuti aku (Rosululloh SAW), LIRROSUL, hatimu harus berhimpit dengan hatiku (Birrosul), hatimu harus selalu diisi dengan Rosululloh SAW dan kamu harus kembali kepada Nurku/Nur Muhammad (Bihaqiiqotil Muhammadiyah).
Maka apalah salah jikalau ada seseorang yang fakir, miskin, DHOLIM, dhoif/lemah berselimut dengan kehinaan menyanjung kekasih Alloh SWT seruan alam tersebut dengan sebutan kalimat yang sangat ta'dhim dan mulia. Yaitu dengan memanggil-manggil sebutan "Duhai Pemimpin Kami Duhai Utusan Alloh" atau "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH......." ?.
Lalu bagaimana bahasa Al Quran itu diterjemahkan sehingga untuk mengikuti rohani kita berhimpit sehingga meleburnya rohani kita kepada rohani Rosululloh SAW ?, maka kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" inilah menjadi salah satu metode dan terapi yang paling ampuh dan paling dahsyat di akhir zaman ini sebagai jalan yang paling mudah, paling gampang, paling simpel dan paling praktis, PALING EFEKTIF DAN EFFISIEN untuk masuk dalam wilayah Nur-Nya. Karena di dalam Al Quran sendiri itu ada yang langsung bahasa tersurat (JELAS/DHOHIR) dari Tuhan dan ada pula bahasa tersirat (BATHIN) sengaja memang Alloh SWT membuat kita untuk bertafakkur, menggunakan rasa dan akal fikiran kita !. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.
Saaat rohani melebur itulah otomatis Alloh SWT mencintai hamba-Nya dan segala banyaknya dosa hamba-Nya akan diampuni-Nya. Tidak usah menunggu lama-lama dan tanpa minta ampunan sekalipun ketika menyatu DENGAN ALLOH otomatis dosa yang menggunung itu hancur tiada berbekas, DAN DIIJABAHLAH krenteg kita !. KUN FAYAKUN !.
Ini adalah rahasia besar wahidiyah membongkar bagaimana proses terjadinya suatu ilmu pengetahuan dijagad alam serta mukjizat yang notabene ini adalah suatu teka-teki kehidupan, siapa yang menyangka dibalik itu semua tersimpan rapi oleh balutan kekuatan yang Maha Dasyat oleh KehendakNya. Atau boleh disebut kekuatan "Kun Fayakun". Karena Kekuatan agung "Kun Fayakun" itulah sebenarnya bersumber dari "NOL" dimana kita dapat mengambil pelajaran mukjizat Nabi Musa AS bahwa pada saat itu Nabi Musa AS melemparkan tongkatnya menjadi ular, mustahil Nabi Musa AS sendiri membuat ular kecuali Alloh SWT sendiri. Maka Nabi Musa AS mutlak harus menghilangkan dirinya sendiri, melenyapkan jasadnya,melenya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar