YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
Catatan Kecil 162 : KULIAH WAHIDIYAH
Catatan Kecil 162 : KULIAH WAHIDIYAH
GHAUTSIYAH (PENOLONG DAN PEMBIMBING ZAMAN) - Bahasan 04...
B. Sifat Sifat Manusia
Asal mula makna kata kufur (kata jadian dari kafara), adalah “tidak dapat melihat sesuatu karena tertutup oleh sesuatu”, atau “tidak dapat memahami sesuatu yang berada dibalik sesuatu” atau “tidak memahami asal mula sesuatu/ hakikat sesuatu karena tertutup oleh kondisi keadaan sesuatu saat sekarang”.
Kemudian dalam Islam diartikan dengan “hati tidak dapat melihat Tuhan dan kekuasann-Nya karena tertutup oleh makhluk”, atau “tidak dapat memahami asal mula dan akhir alam karena terkungkung oleh keadaan alam sekarang”. Karena tertutup oleh makhluk hati seseorang mengingkari keberadaan dan kekuasaan Tuhan Pengatur semesta alam, dan ia disebut orang kafir. Bagi orang kafir, Tuhan tidak tampak dalam hati, dan hanya mahluk yang tampak dalam hati dan fikiran. Allah Swt berfirman Qs. al-‘Alaq : 6-7 :
إِنَّ الإِنْسَانَ لَيَطْغِى أَنْ رَأَهُ استَغْنَى
Sesungguh manusia itu suka melampaui batas. Ia berpikir cukup hanya dengan dirinya.
Dalam jiwa setiap orang terdapat potensi kekafiran/ keburukan. Hadis riwayat Imam Bukhari, Nabi Saw. bersabda :
أَلاََ اِ نَّ فِي الجَسَدِ لَمُضْغَةً اِذَا صَلحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَا فَسَد َتِ فَسَدالجَسَدُ كُلُّهُ اَلاَ وَهِيَ القَلْبُ
Sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal darah, jika darah itu baik maka baiklah seluruh jasad, dan jika jelek jeleklah seluruh jasad, ketahuilah bahwa segumpal darah itu adalah hati.
Seseorang wajib memahami sifat kafir, munafik dan mukmin. Karena hal ini merupakan garis pembatas (garis demarkasi/ al-had al-fashil), dimana seseorang masih dikatakan mukmin atau tidak. Manusia memiliki watak angkuh dan sombong. Kapada Tuhan saja, ia sering tidak membtutuhkan-Nya dan merasa cukup dengan dirinya sendiri atau sesama makhluk.
Dikala dalam keadaan senang, ia tidak membutuhkan-Nya bakhan melupakan-Nya. Dan baru membutuhkan-Nya ketika ia dalam keadaan tidak senang. Padahal, jika mata hati tidak tertutup oleh nafsu (keakuannya), pasti ia akan memahami segala sesuatu bermula dan akan berakhir dari dan kepada-Nya. Agar mudah memahami sifat kekafiran, kemunafikan dan kemukminan, dalam tulisan ini mencoba mengupasnya, kendati secara garis pokoknya saja.
Dan disini yang perlu dipahami, ulasan ini bertujuan agar kita para pengamal dan khadimul Wahidiyah dapat mengadakan introspeksi diri dalam meningkatkan iman, islam dan ihsan. Dan bukan untuk menilai atau menghakimi iman, islam dan ihsan orang lain. Yang mengetahui keimanan seseorang, hanyalah Allah Swt dan orang tersebut. Rasulullah Saw memerintahkan setiap mukmin, agar ikut menjaga kehormatan dan keselamatan orang-orang yang berpegang kepada dua kalimah syahadah (Tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya). Dan Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ
Barang siapa menuduh kepada orang mukminsebagai orang kafir sama dengan membunuhnya. [37]
لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوْقِ وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدَتْ عَلَيْهِ, إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَالِكَ
Tidak ada seseorang yang menuduh kepada orang lain dengan kefasikan, dan tidak ada menuduh dengan kekafiran, kecuali (sifat yang dj/ituduhkan itu) akan kembali kepada dirinya, selama kawannya tersebut tidak seperti yang diruduhkan.[38]
1. Sifat Sifat Orang Kafir
Setiap mukmin diperintahkan oleh Allah Swt untuk memahami pokok-pokok sifat
kekafiran, yang antara lain :
kekafiran, yang antara lain :
a. Dalam melihat kebenaran, orang kafir tidak mau menggunakan akal sehat.
وَلَكِنَّ الذِيْنَ كَفَرُوْا يَفْتَرُوْنَ عَلَى اللهِ الكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لاَيَعْقِلُوْنَ. وََإِذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَاأَنْزَلَ اللهُ وَإِلَى الرَّسُوْلِ, قَالُوْا حَسْبُنَا اللهُ مَاوَجَدْنَا عَلْيْهِ أَبَاؤُنَا.
Akan tetapi orang-orang kafir terperosok mendustakan kepada Allah. Dan (memang) kebenyakan manusia tidak (mau) menggunakan akal. Ketika dikatakan kepada mereka : Marilah (mengikuti) tuntutan yang diturunkan oleh Allah dan mengikuti rasul. Mereka menjawab : “Kami mencukupka dengan sesuatu yang ada pada bapak-bapak (tokoh) kami. (al-Maidah : 103 - 104).
إِنَّ شَرَّ الدَّوَوَبِّ عِنْد اللهِ الصُمُّ البُكْمُ الذِيْنَ لاَيَعْقِلُونَ. إِنَّ شَرَّ الدَّوَوَبِّ عِنْد اللهِ الذِيْنَ كَفَرُوا فَهُمْ لاَيُؤْمِنونَ
Sesungguhnya sejelek-jelek mahluk (diatas bumi) menurut Allah adalah ketulian dan kebisuan (hati), merekalah orang-orang yang tidak berakal. (Qs. al-Anfal : 22). Sesungguhnya sejelek-jelek makhluk yang berjalan diatas bumi menurut Allah adalah orang kafir, dan mereka itu tidak beriman (Qs. al-Anfal : 55).
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إلاَّ كالآْنعامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيْلاً
Apakah engkau mengira, bahwa kebanyakan mereka mau mendengarkan atau menggunakan akal?. Mereka sekali-kali tidak (dapat digambarkan), kecuali seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi jalan hidupnya. (Qs. al-Furqan: 44).
Dalam bertindak, hewan tidak berdasar akal sehat. Tindakannya hanya didorong oleh naluri/ insting. Dan, jika jiwa manusia dikuasai oleh nafsu [39] bahimiyah (binatang ternak), maka akal sehatnya menjadi mati serta tidak berfungsi untuk mengenal Tuhan dan kebaikan. Seseorang, bila dalam memandang kehidupan dan bertindak hanya didasari rasa emosional, maka kerasionalan menjadi hilang.
b. Menganggap bodoh kepada orang-orang yang beriman serta mentertawakannya.
وَإِذَا قِيْلَ لَهُمْ أَمِنُوا كَمَا أَمَنَ النَاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا أَمَنَ السُفَهَاءُ, أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ السُفَهَاءُ وَلَكِنْ لاَ يَعْلَمُونَ
Dan jika dikatakan kepada mereka : berimanlah kamu semua seperti manusia lain. Mereka menjawab : “Apakah kami beriman seperti yang diimani oleh orang-orang yang bodoh”. Ketahuilah, sesungguhnya mereka itu bodoh, tetapi mereka tidak menyadari. (Qs. al-Baqarah : 13).
Menurut orang kafir, orang mukmin adalah manusia bodoh yang kehilangan ego dan harga dirinya. Menurut orang kafir, mukmin rela menanggalkan kehormatan diri demi mengikuti tuntunan dan taslim kepada Rasulullah Saw dan para ulama (penerus risalah Islam, al-Ghauts Ra). Padahal, menurut Allah Swt, merekalah orang-orang yang bodoh, karena yang mereka taati adalah nafsu (setan yang menyatu dengan jiwa).
c. Mengutamakan kehormatan diri daripada mengamalkan kebenaran. Firman Allah Swt, Qs. al-An’am : 33 – 34 : [40]
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الذِي يَقُوْلُوْنَ فَإِنَّهُمْ لاَ يُكَذِّبُوْنَ. وَلَكِنَّ الظَّالِمِيْنَ بِآيَاتِ اللهِ يَجْحَدُوْنَ.
Sungguh Kami (Allah) mengetahui. Sesungguhnya mereka (hanya) membuatmu susah disebabkan oleh ucapan mereka. (Namun), sesungguhnya mereka tidak mendustakan kepadamu (Muhammad). Hanya saja, orang-orang yang dlalim terhadap ayat-ayat Allah itu, berjiwa angkuh.
d. Tidak ada artinya, mereka mendapat penjelasan tentang kebenaran.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja apakah engkau peringatkan atau tidak, tetap tidak mau beriman. (Qs. al-Baqarah : 6).
Bagi orang kafir, kebenaran bukan terletak pada nilai ilmiyah dan etika. Tetapi terletak pada keuntungan atau kerugian terhadap kehormatan diri. Jika membawa keuntungan itulah kebenaran, dan jika membawa kerugian itulah kebatilan. Dan bahkan dalam memandang keuntungan dan kerugian, mereka-pun tidak berdasar tinjauan rasional, melainkan hanya berdasar tinjauan emosional.
e. Jika ditimpa kesusahan mereka mudah berkeluh kesah. Namun, ketika kenikmatan datang, diakuinya dari hasil usaha sendiri.
وَإِذَا مَسَّ الإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيْبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ مَاكَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ للهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيْلاً إِنَّكَ مِنْ أصْحَابِ النَّارِ.
Dan, ketika manusia tertimpa kesusahan, ia berdoa kepada Tuhan-Nya seraya berinaabah (mengembalikan seluruh kejadian kepada Allah Swt). Namun, ketika ia mendapat ganti kenikmatan dari-Nya, ia lupa kalau pernah berdoa kepada-Nya. Serta (kemudian) mejnadikan (makhluk) sebagai tandingan untuk-Nya, hingga ia tersesat dari jalan-Nya. Katakanlah (Muhammad), “(wahai orang-orang yang kufur) bersenang-senanglah kamu dalam waktu sebantar (didunia). Sesungguhnya kamu dari golongan penghuni neraka”. (Qs. az-Zumar : 8). [41]
f. Memisahkan kekuatan (haul dan quwwah) Rasulullah Saw dari kekuatan Allah Swt.
إِنَّ الذِيْنَ يَكْفُرُونَ بِاللهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيْدُوْنَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللهِ وَرُسُلِهِ, وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيْدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَالِكَ سَبِيْلاً. أُولَئِكَ هُمُ الكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِيْنَ عَذَابًا مُهِيْنًا.
Sesungguhnya orang yang mengkufuri Allah dan rasul-Nya, dan mereka ingin memisahkan antara Allah dan rasul-Nya. Mereka berkata : kami mempercayai sebagian dan mengkufuri yang sebagian. Dan mereka ingin mengambil jalan tengah diantaranya. Merekalah orang-orang kafir yang semestinya. Dan Kami sediakan untuk orang kafir siksa yang sangat menghinakan. (Qs. An-Nisa’: 150 – 151).
Dalam kitab tafsir Shawi dalam member ulasan ayat diatas dijelaskan, kekafiran mereka disebabkan oleh paham yang memisahkan antara Allah Swt dan Rasul-Nya, dan bukan oleh paham syirik :
فَكُفْرُهُمْ بِالتَفَرُّقَةِ لاَبِاعْتِقَادِ الشِرْكِ للهِ :
Kekafiran mereka, disebabkan pemisahan (antara kekuatan rasul dari kekuatan Allah), dan bukan karena syirik (menyekutukan Allah dengan Rasul). [42]
2. Sifat-Sifat Orang Munafiq
Setinggi apapun akal manusia tidak mampu mengingkari keberadaan Tuhan, sebagaimana ketidakmampuan akal untuk membuktikan keberadaannya secara musyahadah. Tidak ada jalan untuk membuktikan keberadaan Allah Swt, kecuali melalui hidayah-Nya. Kesimpulan ilmiyah bukan bukti terakhir, karena ia bersifat sementara dan tidak tetap. Kesimpulan ilmiyah tempo dulu dimentahkan oleh hasil kajian saat sekarang, dan hasil kajian saat sekarang akan dimentahkan oleh kajian ilmiyah berikutnya, dan demikian pula seterusnya. Al-Qur’an dan hadis tidak pernah bertentangan dengan kebenaran ilmiyah.[43]
Dan yang bertentangan hanyalah persepsi atau kesimpulan dari ilmuawan. Jadi seseorang yang menganggap kesimpulan ilmiyah sebagai bukti akhir, apalagi bukti tertinggi, berarti ia tidak mampu melihat kebaradaan ilmiyah yang disimpulkan oleh ilmuawan bersifat sementara dan relatif. Dan karenanya, banyak orang menjadi kafir atau munafiq disebabkan berpegang kepada kajian ilmiyah tersebut. Sebagaimana yang tercermin dalam :
a. Firman Allah Swt, Qs. al-Maidah : 102 :
قَدْ سَأَلَهَا قََوْمٌ مِنْ قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُوْا بِهَا كَافِرِيْنَ.
Sungguh kaum sebelum kamu semua menanyakan tentang seseuatu. (Namun, setelah dijawab oleh nabiyullah), mereka cepat-cepat mengkufurinya.
Diantara sesuatu yang wujud dalam alam ini, terdapat sesuatu yang bersifat ghaib. Misalnya; jabatan kerasulan atau khalifah Allah Swt, kehidupan dalam alam barzah atau alam akhirat. Pada zaman para nabi dan rasul, banyak orang kafir menanyakan hal tersebut kepada mereka. Dan setelah mendapat jawaban dari para nabi dan rasul, orang kafir dan munafiq-pun cepat-cepat mengingkarinya. Mereka hanya melihat wujud sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dan – menurut mereka -, inilah kebenaran ilmiyah.
Diantara sesuatu yang wujud dalam alam ini, terdapat sesuatu yang bersifat ghaib. Misalnya; jabatan kerasulan atau khalifah Allah Swt, kehidupan dalam alam barzah atau alam akhirat. Pada zaman para nabi dan rasul, banyak orang kafir menanyakan hal tersebut kepada mereka. Dan setelah mendapat jawaban dari para nabi dan rasul, orang kafir dan munafiq-pun cepat-cepat mengingkarinya. Mereka hanya melihat wujud sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dan – menurut mereka -, inilah kebenaran ilmiyah.
b. Sabda Rasulullah Saw :
أَكْثَرُ مُنَافِقِي أُمَّتِي قُرَاؤُهَا
Kebanyakan munafiqnya ummat-ku adalah para pembaca ilmu (kitab, dan pengkaji ilmiyah). [44]
إِنَّ أَخْوَفَ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيْمُ اللِسَانِ
Sungguh yang paling aku takuti dari sesuatu yang aku takutkan pada ummatku, adalah orang munafiq yang pandai berbicara. [45]
Dalam memahami keberadaan Tuhan serta mengingkari perintah-perintah-Nya, antara orang munafiq dan orang kafir terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya, hati mereka sama-sama tertutup dari keberadaan Tuhan, dan akan dimasukkan ke neraka jahanam secara bersamaan. Firman Allah Sw, Qs. an-Nisa’: 140 :
إِنَّ اللهَ جَامِعَ المُنَافِقِيْنَ والكَافِريْنَ فِيْ جَهَنَّمَ جَمِيْعًا
Sesungguhnya Allah mengumpulkan orang munafiq dan orang kafir dalam neraka jahannam secara bersama-sama.
Dan perbedaannya, orang kafir secara nyata menampakkan pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan dan ajaran Islam. Sedangkan orang munafiq, prilaku lahiriyahnya menyerupai orang yang beriman. Munafiq dapat atau bersedia mengucapkan kalimah thayyibah (Allah… Allah… atau lainnya), serta dapat malaksanakan ritual ibadah Islam. Namun hanya sebatas lisan dan lahiriyah, tanpa adanya perasaan dikuasai oleh Allah Saw apalagi perasaan malu dan takut kepada-Nya. Orang munafiq bersikap mukmin ketika bertemu orang mukmin, dan bersikap kafir ketika bertemu orang kafir. Ketika bertemu dengan makhluk, hatinya lupa kepada Allah Swt, bahkan mengingkari kekuasaan-Nya. Hati mereka buta kepada-Nya, karena tertutup oleh wujud makhluk (termasuk wujud dirinya sendiri). Tuhan dan kekuasaan-Nya tidak tampak dalam hati, dan yang tampak hanyalah makhluk.
Ciri-ciri kemunafiqan.
Diantara ciri-ciri kemunafikan yang telah dijelaskan oleh al-Qur’an dan hadis :
1. Malas mendirikan shalat, suka berbuat riya’ (pamer) dengan amal kebaikannya, dan tidak ingat kepada Allah Swt kecuali sedikit sekali. :
إِنَّ المُنَافِقِينَ يُخَادُعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَلاَةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤنَ النَاسَ وَلاَيَذْكُرُونَ اللهَ إلاَّ قَلْيلاً
Sesungguhnya orang-orang munafiq (ingin) menipu Allah, (tapi) Allahlah yang akan (membalas) tipudaya mereka. Dan ketika mendirikan shalat, mereka mendirikan dengan malas serta pamer kepada manusia, sera mereka tidak ingat Allah kecuali sedikit (Qs. an-Nisa’ : 142).
Ayat ini menjelaskan; seseorang masih dinilai sebagai munafiq[46] (bahkan kafir), ketika melaksanakan shalat hatinya tertutup dari kebesaran dan kebaradaan Allah Swt. Ketika berbuat ujub dan riya,[47] mereka tidak memiliki perasaan malu dan tidak takut kepada-Nya, sangat sedikit mereka ingat kepada Allah Swt. Allah Swt berfirman, Qs. al-Anfaal : 35 :
وَمَاكَانَ صَلاَتُهُمْ عِنْدَ البَيْتِ إِلاَّ مُكَاءًا وَتَصْدِيَةً فَذُوْقُوا العَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُون
Dan tidak ada shalat [48] yang mereka lakukan disekitar rumah Allah itu, kecuali hanyalah seperti siulan dan tepuk tangan saja. Maka, rasakanlah azab yang disebabkan kekafiranmu sendiri.
Maksud ayat diatas diperjelas oleh sabda Rasulullah Saw : [49]
مَنْ لَمْ تَنْتَهِ صَلاَتُهُ عَنِ الفَخْشَاءِ وَالمُنْكَر لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا
Barang siapa yang shalatnya tidak dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak akan bertambah, kecuali jauh dari Allah.
2. Suka berbicara bohong, mengkhianati kepercayaan dan mengingkari perjanjian.
HR, Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad(, Rasulullah Saw bersabda :
أَيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثَةٌ: إِذَا أَحْدَثَ كَذَبَ, وَإِذَا أْؤتُمِنَ خَانَ, وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ
Tanda orang munafiq ada tiga; ketika berbicara ia berdusta, ketika dipercaya ia menghianati, dan ketika berjanji ia mengingkari
3. Mencintai mahluk sebagaimana mencintai Allah Swt, bahkan menjadikan mahluk sebagai tandingan/ sekutu bagi Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. al-Baqarah : 165 :
وَمِنَ النَاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللهِ أَنْدَادًا يُحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللهِ
Dan diantara manusia terdapat orang yang mengambil (menjadikan) selain Allah sebagai tandingan (bagi Allah), serta mencintainya seperti mencintai Allah.
4. Tidak bersedia diajak berjuang dijalan kebenaran. Dan hanya diri atau keluarga yang diperjuangkan. Firman Allah Swt, Qs. Qs.Ali Imran: 167 :
وَلِيَعْلَمَ الذِيْنَ نَاقَقُوا, وَقِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوافِي سَبِيْلِ اللهِ أَوِادْفَعُوا قَالُوالَوْ نَعْلَمُ قِتَالاً لاًتَّبَعْنَاكُمْ هُمْ لِلْكُفْرِ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلإيْمَانِ يَقُولُونَ بِأَفْوَاهِهِمْ مَالَيْسَ فِيْ قُلُوبِهِمْ وَاللهُ أَعْلَمُ بِمَا كُنْتُمْ يَكْتُمُونَ.
Agar Dia (Allah) mengetahui siapa orang yang munafiq. Jika dikatakan kepada mereka : Marilah berjuang dijalan Allah, atau hanya mempertahankan dirimu”. Mereka menjawab : “Sekiranya kami mengetahui perjuangan itu kebenaran, niscaya kami akan mengikuti kamu”.
Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya sesuatu yang tidak ada dalam hatinya. Dan Allah mengetahui dengan sesuatu yang mereka sembunyikan.
5. Menghalang-halangi perjuangan kebenaran. Firman Allah Swt, Qs. an-Nisa’ : 61 :
وَإذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللهُ وَإِلَى الرَسُولِ رَأَيْتَ المُنَافِقِيْنَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
Dan jika dikatakan kepada mereka : “kemarilah kalian, marilah kembali kepada sesuatu yang diturunkan oleh Allah, dan (kembalilah) kepada rasul”. Niscaya engkau (Muhammad) akan melihat mereka menghalangi manusia, (agar menjauh) dari kamu dengan sekuat tenaga.
3. Sifat-Sifat Orang Beriman
Mengetahui adalah perbuatan akal. Sedangkan beriman, merasa dekat dan takut kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw, mencintai dan mengagungkan-Nya adalah perbuatan hati. Antara memiliki ilmu ketuhanan dengan beriman kepada-Nya sangatlah berbeda. Seseorang yang memiliki berbagai macam ilmu agama (ilmu tafsir, ilmu hadis dan lainnya, atau bahkan ilmu makrifat sekalipun), belum tentu dapat merasa dilihat dan dikuasai oleh Allah, hingga ia tidak memiliki perasaan malu apalagi takut kepada-Nya. Dan meskipun hanya memiliki ilmu agama yang pokok-pokok saja, seseorang dapat merasa malu dan takut kepada Allah Swt. Iman merupakan “Nur Ilahiyah” yang diletakkan oleh Allah Swt kedalam hati orang yang dikehendaki-Nya.
فَمَنْ شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ للإِسْلاَمِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ
Barang siapa yang Allah melapangkan dadanya untuk Islam, maka ia dalam cahaya dari Tuhannya. (Qs, az-Zumar : 22).
HR. Imam Ahmad Ibn Hanbal, Rasulullah Saw bersabda : [50]
إِنَّ اللهَ خَلَقَ خَلْقَهُ فِي ظُلْمَةٍ ثُمَّ رَشَّ عَلَ قُلُوبِهِمْ مِنْ نُورِهِ فَمَنْ أَصَابَهُ ذَالِكَ النُورُ إِهْتَدَى وَمَنْ أَخْطَاءَهُ ضَلَّ
Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan. Kemudian Ia menyiramkan nur-Nya kedalam hati mereka. Barang siapa yang terkena nur tersebut, maka ia mendapat hidayah, dan barangsiapa yang terlewati, maka ia tersesat.
HR. al-Hakim dan Baihaqi dari sahabat Ibn Umar Ra, Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ النُوْرَ إِذَا دَخَلَ القَلْبَ انْتَسَحَ وَانْشَرَحَ, فَقِيْلَ : يَارَ سُولَ اللهِ هَلْ لِذَالِكَ مِنْ عَلاَمَاتِ يُعْرَفُ بِهَا ؟. فَقَالَ : التَجَافَى عَنْ دَارِ الغُرُورِ وَالإِنَابَة إِلَى دَارِالخُلُودِ وَالإَسْتِعْدَادِ لِلْمَوْتِ قَبْلَ نُزُولِ المَوْتِ
Sesungguhnya “nur (ilahiyah)” ketika masuk kedalam hati, maka Allah melebarkan hatinya. Ditanyakan kepada Nabi : Wahai Rasulullah untuk hal tersebut, apakah ada tanda-tanda untuk mengetahuinya ?. Rasulullah menjawab : berpaling dari kehidupan duniawi yang menipu dan kembali (inaabah) kepada rumah abadi (Allah) serta mempersiapkan mati sebelum datangnya kematian. [51]
Ciri-ciri orang mukmin, antara lain :
1. Sangat mencintai Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. al-Baqarah : 165 :
وَالذِيْنَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا للهِ
Dan orang-orang yang beriman sangat mencintai Allah.
2. Hati mukmin mudah bergetar ketika nama Allah disebut serta iman bertambah ketika dibacakan ayat-ayat-Nya. Firman Allah Swt, Qs. al-Anfal : 2 – 4 :
إِنَّمَا المُؤْمِنُونَ إِذَا ذُكِرَاللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَليْهِمْ أَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيْمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman,ketika nama Allah disebut, bergetar hatinya, dan ketika dibacakan ayat-ayat Tuhan bertambah imannya, serta kepada Tuhannya mereka berserah diri.
3. Mencintai Rasulullah Saw dengan mengalahkan cinta kepada yang lain.
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَنْ أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَحْمَعِيْنَ
Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu semua, hingga aku lebih dicintai dari pada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia. (HR. Bukhari dan Muslim).
Firman Allah Swt, Qs, at-Taubah : 24 :
Firman Allah Swt, Qs, at-Taubah : 24 :
قُلْ اِنْ كَانَ أَباءُكُمْ وَأَبْنَاءُكُمْ وَاِخْوَانُكمْ وَأَزْوَاجُكُم وَعَشِيْرَتُكُم وَأَمْوَالٌ اقتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْن كَسَادَهاَ وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهاَ أَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَجهَادٍ فِي سَبِيْلِه فَتَرَبّصُوا حَتَّى يَأْ تِيَ اللهُ بِأمْرهِ وَاللهُ لاَيَهْدِى القَوْمَ الفَا سِقِيْنَ
Katakanlah (Muhammad): jika sekiranya bapak, anak, saudara, suami atau istri dan keluarga kamu semua, serta harta yang telah kalian kumpulkan, perniagaan yang kalian takut kebangkrutannya dan tempat tinggal yang kalian rela didalamnya, lebih kalian cintai dari pada Allah wa Rasul-Nya dan perjuangan dijalan-Nya, maka tunggulah, sampai datangnya keputusan Allah. Dan Allah tidak akan memberi hidayah kepada kaum yang fasik.
Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, menjelaskan ayat ini dengan hadis riwayat Imam Ahmad dan Imam Bukhari dari Umar bin Khatthab Ra :
وَاللهِ يَارَسُولَ اللهِ أَنْتَ لآَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْئٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي, فَقَالَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَّ : لاَ يُؤْمِن ُ أَحَدُ كُمْ حَتَى أَنْ اَ كُونَ أَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ , فَقَالَ عُمَرُ : فَأَنْتَ الآَنَ وَاللهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَّ : الآَنَ يَا عُمَرُ
Demi Allah, wahai Rasulullah, Engaku niscaya lebih aku cintai dari pada segala sesuatu, kecuali kepada diriku sendiri. Rasulullah Saw menjawab : Tidak sempurna iman seseorang, sehingga Aku, lebih dicintainya dari pada dirinya. Umar berkata : Demi Allah sekarang Engkau lebih aku cintai dari pada diriku sendiri. Rasulullah Saw. menjawab : Sekarang wahai Umar telah sempurna imanmu.
Mahabbah kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, merupakan hal yang pokok dalam syariah Islam. Sebagaimana ulasan para ulama :
b. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Jala’al-Afham, menjelaskan : Sahabat Mu’ad bin Jabbal Ra berkata :
قَلْبُ المُؤْمِن ِتَوحِيْدُ اللهِ وَذِ كْرُرَسُولِهِ مَكْتُوبَانِ فِيْهِ لاَ يَتَطَرَقُ اِلَيْهِمَا مَحْوٌوَلاَ اِزَلَةٌ
Hatinya orang mukmin senantiasa mengesakan Allah. Dan dzikir kepada Rasulullah (keduanya) tertulis di dalam hati orang mukmin. Maka tidak boleh ada jalan (usaha) untuk menghapus dan menghilangkan keduanya.
c. Al-Ghauts fii Zamanihi Ra Syeh Ali al-Khawash (w. 951 H) guru dari al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abdul Wahab as-Sya’rani Ra, menjelaskan :
نَحْنُ فِي سَنَةِ إِحْدَى وَأَرْبَعِيْنَ وتِسْعِمِائَةٍ جَمِيْعُ أَبْوَابِ الآَوْلِيَاءِ قَدْتَزَحْزَحَتْ لِلْغَلْقِ وَمَا بَقِيَ الانَ مَفْتُوحًا إِلاَّ بَابُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Kita yang hidup pada tahun 941 H, semua pintu kewalian telah tertutup. Dan dewasa ini tidak terbuka kembali, kecuali melalui pintu Rasulullah Saw. [52]
Dan dalam kitab Saadah ad-Daraini dalam bab 10 “faidah shalawat Nabi Saw”, (Beirut, “Dar-al-Fikri, tt.), pada halaman : 506 – 507, dijelaskan
Dan dalam kitab Saadah ad-Daraini dalam bab 10 “faidah shalawat Nabi Saw”, (Beirut, “Dar-al-Fikri, tt.), pada halaman : 506 – 507, dijelaskan
وَمَعْلُومٌ أَنَّ مَنْ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ المُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ رَبِّهِ تَعالى, وَمَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الوِصَالَيْنِ لَمْ يَذُقْ لِلْمَعْرِفَةِ, وَمِنْ أَعْظَمِ الوَصَلِ التَعَلُّقِ بِصِفَاتِ الحَبِيْبِ وبِكَثْرَةِ الصَلاَةِ عَلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan telah diketahui bersama (kaum ahli makrifat), bahwa sesungguhnya, barangsiapa yang dapat merasakan nikmatnya wushul kepada Rasulullah Saw dan Al-Nya (wali al-Ghauts- pen), maka ia akan merakan nikmatnya wushul kepada Tuhannya Allah Swt. Dan barang siapa yang memisahkan yang memisahkan kedua wushul ini, maka ia tidak akan merasakan makrifat.. Diantara agung-agungya jalan wushul adalah ta’alluq (sadar birrasul) kepada Nabi Saw Kekash Allah Swt serta memperbanyak bersholawat kepada-Nya Saw.
4. Mereka hanya takut Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. At-Taubah : 13 :
أَتَخْشَوْنَهُمْ فَاللهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَوْهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
Mengapa kamu takut kepada mereka ?. Padahal, Allah-lah yang berhak kamu takuti, jika kamu benar-benar beriman.
6. Ketika dibacakan ayat-ayat Allah Swt, air mata mudah mengalir. Qs. Maryam : 58 :
وَمِمِّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَحْمَنْ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا.
Diantara orang yang Kami telah memberikan hidayah, dan telah Kami pilih, (adalah orang yang) ketika dibacakan kepadanya ayat-ayat Tuhan Yang Maha Kasih, mereka tersungkur sujud dan menangis.
7. Mudah melihat dosa diri, serta mudah merasa takut kepada Allah Swt.
المُؤْمِنُ يَرَى ذُنُوبَهُ كَقَاعِدٍ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَهُ وَالمُنَافِقُ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ يَقَعُ عَلَى أَنْفِهِ فَيَطِيْرُ
Orang yang beriman itu dapat melihat dosa-dosanya bagaikan orang yang duduk dibawah gunung yang takut akan longsor dan akan menimpanya. (HR. Imam Bukhari).
Merasa malu dan takut kepada Allah Swt sangat berkaitan dengan kepekaan jiwa. Semakin peka jiwa seseorang terhadap jenis-jenis kesalahan, maka semakin memiliki perasaan malu dan takut kepada Allah Swt. Demikian pula sebaliknya, tidak adanya perasaan malu dan takut kepada-Nya, akibat dari tipisnya kepekaan jiwa terhadap jenis-jenis kesalahan/ kemaksiatan.
Rasulullah Saw bersabda :
جُمُوْدُ العَيْنِ مِنْ قَسْوَةِ القُلُوبِ, وَقَسْوَةُ القُلُوْبِ مِنْ كَثْرَةِ الذُنُوبِ
Kerasnya mata disebakan kerasnya hati. Dan kerasnya hati disebabkan banyaknya dosa.
C. Tafakkur Dan Ta’bir..................BERSAMBUNG.............
-------------------------
SUMBER : MATERI UP GRADING DA'I WAHIDIYAH - Tingkat Dasar Jilid I - Untuk Da'i Wahidiyah Kecamatan dan Imam Jama'ah Wahidiyah -
Diterbitkan oleh : Yayasan Perjuangan Wahidiyah Pusat Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh Kota Kediri Jawa Timur.
Diterbitkan oleh : Yayasan Perjuangan Wahidiyah Pusat Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh Kota Kediri Jawa Timur.
-------------------------
SUMBER BACAAN :
.
[37]. HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Thabrani dan Baihaqi.
[38]. HR. Bukhari, Ahmad dan Baihaqi.
.
[37]. HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Thabrani dan Baihaqi.
[38]. HR. Bukhari, Ahmad dan Baihaqi.
[39]. Dalam salah fatwa amanatnya, Hadlratul Mukarram Romo KH. Abdul Latif Majid Ra Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, menjelaskan 4 (empat) nafsu manusia. Pertama, BAHIMIYAH (binatang ternak). Manusia yang jiwanya dikuasai nafsu ini, yang dicari dalam hidup hanya kepuasan perut dan kelamin. Mereka tidak mau mengenal Tuhan dan perintahnya. Kedua, SABU’IYAH (binatang buas). Jika jiwa manusia dikuasai nafsu ini, kepuasannya mengalahkan orang lain. Ketiga, nafsu SYAITHANIYAH (setan/ iblis). Iri, ambisi, dengki, sombong dan ujub muncul dari nafsu ini. Keempat, RUBUBIYAH (ke-Tuhan-an). Rububiyah merupakan hak Tuhan. Misalnya; merasa hidup, mendengar, melihat, alim, berkuasa dan lain sebagainya. Padahal hanya Allah Swt Yang Maha Hidup, Mendengar, Melihat, Kuasa dan sifat-sifat baik lainnya.
[40]. Dalam kitab as-Syifa’ bi Ta’rifil Huquuqil Mushthafa Saw-nya al-Hafidz (gelar tertinggi dalam ilmu hadis) Syeh Iyadl al-Yahshubi (w. 544 H), jilid I, bab I pada pasal 1, diterangkan :
قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : قَالَ أَبُو جَهْلٍ لِلنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّا لاَنُكَذِّبُكَ, وَلَكِنْ نُكَذِّبُ مِمَّا جِئْتَ بِهِ.
Sesungguhnya kami tidak mendustakan kamu (Muhammad). Akan tetapi kami mendustakan itu, mengapa kamu yang mendatangkan hal itu.
[41]. Keterangan yang semakna terdapat dalam : Qs. Az-Zumar : 49, al-Isra’: 67 + 83 dan an-Nahl : 53-54.
[42]. Makna ayat diatas lebih ditegaskan lagi oleh Qs. al-Anfal : 17, yang menerangkan bahwa kekuatan Rasulullah Saw adalah kekuatan Allah Swt semata :
[42]. Makna ayat diatas lebih ditegaskan lagi oleh Qs. al-Anfal : 17, yang menerangkan bahwa kekuatan Rasulullah Saw adalah kekuatan Allah Swt semata :
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللهَ رَمَي :
Tidaklah engkau (Muhammad) yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.
Dengan jelas ayat ini menerangkan kekuatan Rasulullah Saw adalah kekuatan Allah Swt semata.
Dengan demikian, meskipun tidak bertawassul atau beristighatsah kepada Rasulullah Saw, seseorang tetap dikatakan MUSYRIK (menyekutukan Allah Swt dengan Rasulullah Saw) selama tidak dapat memahami kekuatan Rasulullah Saw merupakan kekuatan Allah Swt semata. Dan, meskipun bertawassul atau beristighatsah kepada Rasulullah Saw, tetap dinamakan BERTAUHID selama memahami kekuatan Rasulullah Saw adalah kekuatan Allah Swt. Rasulullah Saw hanyalah tempat tajalli (penampakkan sifat) Allah Swt yang sempurna.
Jadi, hakikat bertawassul atau beristighatsah, adalah untuk mendekati “Nur Ilahiyah”-nya Allah Swt yang ada pada pribadi Rasulullah Saw atau pribadi al-Ghauts Ra.
Jadi, hakikat bertawassul atau beristighatsah, adalah untuk mendekati “Nur Ilahiyah”-nya Allah Swt yang ada pada pribadi Rasulullah Saw atau pribadi al-Ghauts Ra.
[43]. Beliua Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul Madjid Makruf Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra dalam salah satu fatwa amanatnya menjelaskan : “Wahidiyah cocok dengan al-Qur’an dan hadis serta sesuai dengan sain dan tehnologi”.
[44]. HR. Imam Ahmad (dalam Musnad), Thabrani (dalam al-Ausath), Baihaqi (dalam Syu’bul Iman) dan Ibnu Adi (dalam al-Kamil). Kitab Jami’ as-Shagir juz I dalam bab “alif”.
[45]. HR. Imam Ahmad dari Umar Ibn al-Khatthab dalam dalam Jami’ as-Shaghir, juz I, bab “alif”. Imam Suythi mengatakan hadis ini berderajat “shahih”.
[46]. Dalam Qs. at-Taubah : 54, dijelaskan bahwa malas mendirikan shalat termasuk sifat orang kafir.
إِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ وَلاَيأْتُونَ الصَلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلاَ يُنْفقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ
Sesungguhnya mereka adalah orang kafir kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka tidak mengerjakan shalat kecuali dengan malas. Mereka tidak menginfaqkan hartanya kecuali dengan terpaksa.
[47]. Riya’ adalah berbuat kebaikan bukan karena Allah Swt, tetapi untuk mencari pujian dari manusia. Qs. al-Ma’uun :
فَوَيلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ. الذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْنَ. الذِيْنَ هُمْ يُرَاءُونَ. وَيَمْنَعُونَ الماعُونَ :
Neraka wail diperuntukkan bagi orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya. Dan mereka yang berbuat riya’. Dan mereka yang enggan menolong dengan barang yang dibutuhkan masyarakat.
[48]. Para ulama mengatakan : menegakkan shalat adalah melaksanakan shalat secara lahir (sebagaimana dalam ilmu fiqih) dan secara batin (menghayati dan megamalkan makna ucapan dan perbuatan dalam shalat). Menegakkan shalat secara semestinya dapat menjauhkan dari prilaku mungkar.
إنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا إِذَامَسَّهُ الشَرُّ جَزُوعًا وَإِذَامَسَّهُ الخَيْرُ مَنُوعًا إِلاَّالمُصَلِّيْنَ. الذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلاَتِهِمْ دَائِمُون.
Sungguh manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Ketika mendapat kesusahan ia berkeluh kesah. Dan ketika mendapat kenikmatan ia amat kikir. Kecuali orang yang menegakkan shalat. Yaitu, orang-orang yang melaksanakan shalat secara terus-terus (Qs. Al-Ma’arij : 19–27).
[49]. HR. Dailami (kitab ad-Durar al-Muntatsirah-nya Imam Suyuthi Ra), kitab Muhtashar Ihya Ulumudin-nya al-Ghauts fii Zamnihi Imam Ghazali Ra, bab IV pasal “keutamaan khusyu”.
[50]. Tafsir Ibnu Katsir dalam ayat 122 surat al-An’am.
[51]. Hadis riwayat Hakim dan Baihaqi dari sahabat Ibn Umar Ra. (Kitab Minhaj al-Abidiin-nya Imam al-Ghazali dalam “muqaddimah”. Dan dapat dilihat dalam kitab tafsir Al-Qurthubi surat Az-zumar : 22 dengan jalur dari sahabat Ibnu Mas’ud. Bahkan dalam tafsir ini, juga diterangkan, bahwa yang menerima “nur ilahiyah” secara sempurna hanyalah Hamba Allah Kamilul Iman (al-Ghauts- pen).
[52] Kitab Thabaqat al-Kubra-nya Syeh Abdul Wahab Sya’rani. Atau kitab Tahrirud Durar-nya KH.Mishbah Zain Mushthafa Bangilan Tuban Jawa timur, dalam bab “Syeh Ali al-Khawash”. Atau kitab Kimya’ as-Sa’dah-nya al-Ghazali (kitab ini telah diterjemah oleh Gus Mus, Rembang Jawa Tengah. Tokoh NU ini semestinya telah menjelaskan : bahwa tanpa melalui Rasulullah Saw, perjalanan menuju Allah Swt akan mengalami kegagalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar