Sabtu, 22 Maret 2014

0041.01.317 - Shalawat Wahidiyah


FAFIRRUU  ILALLOH WA ROSUULIHI SAW !
I. 01.317 - "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"

0041.01.317  -  Shalawat Wahidiyah


Secara keagamaan, keberadaan Shalawat Wahidiyah dan ajarannya, telah sesuai dengan prinsip pokok Islam yang beraku dalam dunia tasawuf. Prinsip-prinsip tersebut, antara lain :
1.     Shalawat Wahidiyah, bagian dari beberapa redaksi shalawat ghairu maktsurah (susunan redaksi shalawat yang dita’lif  oleh selain Rasulullah Saw).
Shalawat maktsurah adalah susunan redaksi shalawat yang isi dan kandungannya menjelaskan tentang fungsi shalawat (sebagai pengantar dan pendamping bagi setiap permohonan kepada Allah Swt), serta ulasan dan uraian tentang keberadaan Rasulullah Saw. terlahir atau tercipta atas anjuran dan perintah dari Rasulullah Saw. Anjuran dan perintah tersebut antara lain : 
a.       HR. Razin bin Muawiyah,  Rasulullah Saw bersabda : [1]
الدُعَاءُ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَمَاءِ وَالأَرْضِ لاَ يَصْعَدُ حَتَّى يُصَلِّى عَلَىَّ فَلاَ تَجْعَلُوْنِى كَغَمْرِ الرَاكِبِ فَصَلُّوا عَلَيَّ أَوَّلَ الدُعَاءِ وَأَخِرِهِ وَأَوْسَطِهِ
Doa, akan berhenti antara langit dan bum. Ia tidak dapat naik (tidak sampai kepada Allah), hingga (orang yang berdoa) bershalawat kepadaku. Maka, janganlah kamu semua menjadikan aku bagaikan (gelas minuman pengemudi).[2]Dan bershalawatlah kepadaku, pada awal, akhir dan pada pertengahan doa.
Makna hadis ini, memberitahukan bahwa : pertama, shalawat (maktsurah) berfungsi sebagai pengantar/ pendamping/ penentu terkabulnya permohonan mukmin kepada Allah Swt. Kedua, mukmin sangat dilarang untuk menjadikan Rasulullah Saw hanya sebagai sesuatu yang digunakan jika dibutuhkan, dan kemudian ditinggalkan jika tidak dibutuhkan (habis manis sepah dibuang). Dengan demikian, berdasar hadis ini, setiap mukmin (khususnya para ulama), jangan sampai berdoa (menyusun redaksi doa permohonan untuk segala hajat yang halal), tanpa disertai dengan shalawat, serta senantiasa merasa mendapat jasa dari Rasulullah Saw.
Dan agar diberi iman Wahidiyah (bersih dari penyakit syirik) yang benar dan sempurna, redaksi doa disertai dengan shalawat. Dan kemudian redaksi tersebut dinamakan dengan Shalawat Wahidiyah.

2.     HR. Abu Daud dan Tirmidzi, Rasulullah Saw bersabda : [3]
 أَشْرِكْنَايَاأَخِي فِي دُعَاءِكَ
Jadikanlah Aku (Rasulullah) sebagai kawan, wahai saudaraku, didalam do’amu.

3.     Hadis riwayat Imam Muslim, dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda:
لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيْدًا وَصَلُّو عَليَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تُبَلِّغُونِي حَيْثُمَا كُنْتُمْ
Janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan, dan janganlah kamu jadikan kuburku  seperti  hariraya,  bershalawatlah  kamu  semua  kepadaku.   Sesungguhnya shalawatmu sampai kepadaku dimanapun kamu semua berada.
            Hadis riwayat Muslim ini, maknanya diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Syeh Abdur Razaq,[4] Ibnu Khuzaimah dan Imam Hakim dari jalur Anas Ibn Malik Rasulullah Saw bersabda : [5]


4.     Hadis riwayat Imam Thabrani dan Imam Ibnu Majah dari Abu Darda’, Rasulullah Saw bersabda  : [6]
وَإِنْ أَحَدٌ لَيُصَلِّيَ عَلَيَّ إِلاَّ عُرِضَتْ عَلَيَّ صَلاَتُهُ حَتَّى يَفْرَغَ مِنْهَا. قُلْتُ : وَبَعْدَ المَوتِ ؟. قَالَ : إِنَّ اللهَ حَرَّمَ  عَلَى الأرْضِ أَنْ تَاْكُلَ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءَ, فَنَبِيُّ اللهِ حَيٌّ يُرْزَقُ
Dan tidaklah seseorang yang bershalawat kepadaku, kecuali shalawatnya diperlihatkan kepadaku sampai ia selesai dari bershalawat. Aku (Abu Darda’) berkata: dan setelah mati?. Jawab (Rasulullah Saw) : Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada bumi (masa) memakan (merusak)  jasad para nabi. Nabiyullah itu tetap hidup dan mendapat rizki.[7]
  



[1].   HR. Razin Ibn Muawiyah dalam kitab tafsir Ibnu Katsir dalam penjelasan ayat 56 surat  al-Ahzaab. Hadis yang sepadan arti juga diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Umar bin al-Khatthab ra (Jala’ al-Afham-nya Ibnul Qayyim al-Jauziyah pada ulasan nomer hadis  : 41).
[2].   Dipegang jika dibutuhkan untuk minum, dan diletakkan jika tidak dibutuhkan lagi. Dalam al-Adzkar-nya Imam Nawawi, dan kitab as-Syifa’-nya Syeh Abul Fadlal ‘Iyadl al-Yahshubi, dan dalam kitab Jala’ al-Afham-nya Ibnul Qayyim al-Jauziyah, susunan redaksi hadis tidak menggunakan kata ghamr tapi kata qadah  :
             فَلاَ تَجْعَلُونِي كَقَدَحِ الرَاكِبِ فَاجْعَلُونِي فِي أَوَّلِ الدُعَاءِ وَأَوْسَطِهِ وَأَخِرِهِ   
Janganlah kamu semua menjadikan Aku bagaikan gelasnya pengendara (setelah dipakai kemudian diletakkan-pen).Maka, jadikanlah aku pada awal, pertengahan dan akhir doa.
            Hadis ini diperkuat lagi oleh,. Sebagaimana tercermin dalam hadis riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dari Umar bin Khatthab. Rasulullah Saw bersabda :  أَشْرِكْنَايَاأَخِي فِي دُعَاءِكَ: Jadikanlah Aku (Rasulullah) sebagai kawan, wahai saudaraku, didalam do’amu. (kitab Dalil al-Faalihin dalam jilid II, pada bab “Ziyarah Ahlil Khair”, nh : 14.
[3].          Kitab Dalil al-Faalihin dalam jilid II, pada bab “Ziyarah Ahlil Khair”, nh : 14
[4].     Syeh Abdur Razaq adalah perawi hadis “Nur Muhammad”. Hadis ini masyhur dalam kalangan kaum sufi dan waliyullah Ra. Sebagian ulama mutaakhirin (seperti al-Albani, al-Afifi dkk) mempermasalahkan kredibel Abdur Razak. Menurut mereka, dia tidak tsiqah (kurang dipercaya) dan lagi memiliki pemikiran yang beraroma syiah serta mengalami kebutaan mata pada akhir hayatnya. Dan karenanya, al-Albani mengikuti pendapat Ibnu Ma’in yang menganggap hadis “Nur Muhammad” tidak dapat dijadikan hujjah, Namun, mayoritas ulama ahli hadis (Imam Ahmad bin Hanbal, Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Nasai dan lainnya) menilai tsiqqah (terpercaya) terhadap Abdur Razak. Mereka menjadikannya sebagai sanad dalam hadis yang diriwayatkannya. Demikian pula, ulama hadis seperti, Abu Zur’ah, Imam Ibnu Hibban, An-Nawawi, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, as-Sakhawi, as-Suyuthi dan ulama hadis lainnya mengatakan beliau adalah tsiqqah. Dan hadis riwayatnya dapat dijadikan hujjah, selama tidak bertentangan dengan hadis yang shahih.
            Dan kami dari Yayasan Perjuangan Wahidiyah mengikuti ulama yang memandang Syeh Abdur Razaq sebagai perawi yang tsiqqah (terpercaya). Untuk lebih jelasnya, lihat buku “Materi Upgrading Dai Wahidiyah”, jilid III yang diperuntukkan bagi dai/ daiyah Wahidiyah tingkat propinsi. 
[5].     Dalam kita Jami’ as-Shagir-nya Imam Suyuthi, dalam juz I pada bab “alif”.
[6].     Imam Sakhawi berkata : sanad hadis ini tsiqqah. Sedangkan al-‘Iraaqi berkata : sanadnya kurang shahih. (Lihat kitab Jalaul Afham, dalam bahasan sanad hadis diatas).
[7].     Keterangan tentang tetap hidupnya para nabi, rasul dan syuhada’ disisi Allah Swt juga dijelaskan dalam al-Qur’an :
 وَلاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لاَ تَشْعَرُوْنَ. 
: Janganlah kamu semua mengatakan kepada orang yang mati dalam jalan Allah (mengalami) kematian. Akan tetapi, (mereka) tetap hidup. Sedangkan (akal) kamu semua tidak dapat menjangkaunya (Qs. al-Baqarah : 154).
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الذِيْنَ قُتِلُوا فِي سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ
Janganlah kamu semua mengira kepada orang-orang yang gugur dijalan Allah (mengalami) kematian. Akan tetapi, tetap hidup disisi Tuhannya, dan mereka biberi rizki  (Qs. Ali Imran : 169).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar