FAFIRRUU ILALLOH WA ROSUULIHI SAW !
I. 01.317 - "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"
0041.01.317 - Shalawat Wahidiyah
Secara keagamaan, keberadaan Shalawat Wahidiyah dan ajarannya,
telah sesuai dengan prinsip pokok Islam yang beraku dalam dunia tasawuf.
Prinsip-prinsip tersebut, antara lain :
1.
Shalawat
Wahidiyah, bagian dari beberapa redaksi shalawat ghairu maktsurah (susunan
redaksi shalawat yang dita’lif oleh selain
Rasulullah Saw).
Shalawat maktsurah adalah susunan
redaksi shalawat yang isi dan kandungannya menjelaskan tentang fungsi shalawat
(sebagai pengantar dan pendamping bagi setiap permohonan kepada Allah Swt),
serta ulasan dan uraian tentang keberadaan Rasulullah Saw. terlahir atau
tercipta atas anjuran dan perintah dari Rasulullah Saw. Anjuran dan perintah
tersebut antara lain :
الدُعَاءُ
مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَمَاءِ وَالأَرْضِ لاَ يَصْعَدُ حَتَّى يُصَلِّى عَلَىَّ
فَلاَ تَجْعَلُوْنِى كَغَمْرِ الرَاكِبِ فَصَلُّوا عَلَيَّ أَوَّلَ الدُعَاءِ
وَأَخِرِهِ وَأَوْسَطِهِ
Doa, akan
berhenti antara langit dan bum. Ia tidak dapat naik (tidak sampai kepada
Allah), hingga (orang yang berdoa) bershalawat kepadaku. Maka, janganlah kamu
semua menjadikan aku bagaikan (gelas minuman pengemudi).[2]Dan bershalawatlah
kepadaku, pada awal, akhir dan pada pertengahan doa.
Makna hadis
ini, memberitahukan bahwa : pertama, shalawat (maktsurah) berfungsi sebagai
pengantar/ pendamping/ penentu terkabulnya permohonan mukmin kepada Allah Swt. Kedua,
mukmin sangat dilarang untuk menjadikan Rasulullah Saw hanya sebagai sesuatu
yang digunakan jika dibutuhkan, dan kemudian ditinggalkan jika tidak dibutuhkan
(habis manis sepah dibuang). Dengan demikian, berdasar hadis ini, setiap mukmin
(khususnya para ulama), jangan sampai berdoa (menyusun redaksi doa permohonan
untuk segala hajat yang halal), tanpa disertai dengan shalawat, serta
senantiasa merasa mendapat jasa dari Rasulullah Saw.
Dan agar
diberi iman Wahidiyah (bersih dari penyakit syirik) yang benar dan sempurna,
redaksi doa disertai dengan shalawat. Dan kemudian redaksi tersebut dinamakan
dengan Shalawat Wahidiyah.
أَشْرِكْنَايَاأَخِي فِي دُعَاءِكَ
Jadikanlah Aku (Rasulullah) sebagai kawan, wahai
saudaraku, didalam do’amu.
3.
Hadis
riwayat Imam Muslim, dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda:
لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا
وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيْدًا وَصَلُّو عَليَّ فَإِنَّ
صَلاَتَكُمْ تُبَلِّغُونِي حَيْثُمَا كُنْتُمْ
Janganlah kamu jadikan
rumahmu sebagai kuburan, dan janganlah kamu jadikan kuburku seperti
hariraya, bershalawatlah kamu
semua kepadaku. Sesungguhnya shalawatmu sampai kepadaku
dimanapun kamu semua berada.
Hadis riwayat Muslim ini, maknanya diperkuat oleh hadis
yang diriwayatkan oleh Syeh Abdur Razaq,[4] Ibnu Khuzaimah dan Imam
Hakim dari jalur Anas Ibn Malik Rasulullah Saw bersabda : [5]
4.
Hadis
riwayat Imam Thabrani dan Imam Ibnu Majah dari Abu Darda’, Rasulullah Saw
bersabda : [6]
وَإِنْ أَحَدٌ لَيُصَلِّيَ عَلَيَّ إِلاَّ عُرِضَتْ عَلَيَّ صَلاَتُهُ
حَتَّى يَفْرَغَ مِنْهَا. قُلْتُ : وَبَعْدَ المَوتِ ؟. قَالَ : إِنَّ اللهَ
حَرَّمَ عَلَى الأرْضِ أَنْ تَاْكُلَ
أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءَ, فَنَبِيُّ اللهِ حَيٌّ يُرْزَقُ
Dan tidaklah seseorang yang
bershalawat kepadaku, kecuali shalawatnya diperlihatkan kepadaku sampai ia
selesai dari bershalawat. Aku (Abu Darda’) berkata: dan setelah mati?. Jawab
(Rasulullah Saw) : Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada bumi (masa)
memakan (merusak) jasad para nabi.
Nabiyullah itu tetap hidup dan mendapat rizki.[7]
[1]. HR. Razin Ibn Muawiyah
dalam kitab tafsir Ibnu Katsir dalam penjelasan ayat 56 surat al-Ahzaab. Hadis yang
sepadan arti juga diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Umar bin al-Khatthab ra
(Jala’ al-Afham-nya Ibnul Qayyim al-Jauziyah pada ulasan nomer
hadis : 41).
[2]. Dipegang jika dibutuhkan untuk minum, dan diletakkan jika tidak
dibutuhkan lagi. Dalam al-Adzkar-nya Imam Nawawi, dan
kitab as-Syifa’-nya Syeh Abul Fadlal ‘Iyadl al-Yahshubi, dan dalam kitab
Jala’ al-Afham-nya Ibnul Qayyim al-Jauziyah, susunan redaksi hadis tidak
menggunakan kata ghamr tapi kata qadah :
فَلاَ
تَجْعَلُونِي كَقَدَحِ الرَاكِبِ فَاجْعَلُونِي فِي أَوَّلِ الدُعَاءِ وَأَوْسَطِهِ وَأَخِرِهِ
Janganlah
kamu semua menjadikan Aku bagaikan gelasnya pengendara (setelah dipakai kemudian diletakkan-pen).Maka,
jadikanlah aku pada awal, pertengahan dan akhir doa.
Hadis ini diperkuat lagi oleh,.
Sebagaimana tercermin dalam hadis riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dari Umar bin
Khatthab. Rasulullah Saw bersabda : أَشْرِكْنَايَاأَخِي
فِي دُعَاءِكَ: Jadikanlah Aku (Rasulullah) sebagai kawan, wahai
saudaraku, didalam do’amu. (kitab Dalil al-Faalihin dalam jilid II, pada bab “Ziyarah Ahlil Khair”, nh
: 14.
[4]. Syeh Abdur Razaq adalah perawi hadis “Nur Muhammad”. Hadis ini
masyhur dalam kalangan kaum sufi dan waliyullah Ra. Sebagian ulama mutaakhirin
(seperti al-Albani, al-Afifi dkk) mempermasalahkan kredibel Abdur Razak.
Menurut mereka, dia tidak tsiqah (kurang dipercaya) dan lagi memiliki
pemikiran yang beraroma syiah serta mengalami kebutaan mata pada akhir
hayatnya. Dan karenanya, al-Albani mengikuti pendapat Ibnu Ma’in yang
menganggap hadis “Nur Muhammad” tidak dapat dijadikan hujjah, Namun, mayoritas
ulama ahli hadis (Imam Ahmad bin Hanbal, Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Nasai dan
lainnya) menilai tsiqqah (terpercaya) terhadap Abdur Razak. Mereka
menjadikannya sebagai sanad dalam hadis yang diriwayatkannya. Demikian pula,
ulama hadis seperti, Abu Zur’ah, Imam Ibnu Hibban, An-Nawawi, Ibnul Qayyim
al-Jauziyah, as-Sakhawi, as-Suyuthi dan ulama hadis lainnya mengatakan beliau
adalah tsiqqah. Dan hadis riwayatnya dapat dijadikan hujjah, selama
tidak bertentangan dengan hadis yang shahih.
Dan kami dari Yayasan Perjuangan
Wahidiyah mengikuti ulama yang memandang Syeh Abdur Razaq sebagai perawi yang tsiqqah
(terpercaya). Untuk lebih jelasnya, lihat buku “Materi Upgrading Dai Wahidiyah”,
jilid III yang diperuntukkan bagi dai/ daiyah Wahidiyah tingkat propinsi.
[6]. Imam Sakhawi berkata : sanad hadis ini tsiqqah.
Sedangkan al-‘Iraaqi berkata : sanadnya kurang shahih. (Lihat kitab Jalaul
Afham, dalam bahasan sanad hadis diatas).
[7]. Keterangan
tentang tetap hidupnya para nabi, rasul dan syuhada’ disisi Allah Swt juga
dijelaskan dalam al-Qur’an :
وَلاَ
تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ
وَلَكِنْ لاَ تَشْعَرُوْنَ.
: Janganlah
kamu semua mengatakan kepada orang yang mati dalam jalan Allah (mengalami)
kematian. Akan tetapi, (mereka) tetap hidup. Sedangkan (akal) kamu semua tidak
dapat menjangkaunya (Qs. al-Baqarah : 154).
وَلاَ
تَحْسَبَنَّ الذِيْنَ قُتِلُوا فِي سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ
عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ
Janganlah kamu semua mengira
kepada orang-orang yang gugur dijalan Allah (mengalami) kematian. Akan tetapi,
tetap hidup disisi Tuhannya, dan mereka biberi rizki (Qs. Ali
Imran : 169).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar