Selasa, 25 Februari 2014

026.01.317 - Sejarah Lahirnya Shalawat Wahidiyah

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ! 
I. 01. 317 -  "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"

026.01.317 - Sejarah Lahirnya Shalawat Wahidiyah

A.              Profil  Muallif  Shalawat  Wahidiyah.
Hadratul Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah adalah putra dari Mbah KH. Muhammad Ma’ruf Ibn Abdul Majid Ra pendiri Pondok Pesantren Kedunglo kelurahan Bandar Lor kecamatan Mojoroto Kota Kediri Jawa Timur Indonesia. Sejak kecil, Beliau Qs wa Ra belajar Islam dalam berbagai disiplin ilmu. Dididik dan dibimbing langsung oleh Ramandanya, yaitu Mbah KH. Muhammad Ma’ruf Ra.
Hadratul Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah merupakan seorang ulama yang memiliki akhlak yang sangat mulia yang rasuli. Bertawadlu’ (menghormat orang lain) dilakukannya kepada siapa saja baik masarakat kelas bawah, menengah atau atas. Beliau Qs wa Ra tidak mau menampakkan karamah-nya kepada orang awam. Dan hanya ditampakkan kepada orang tertentu (ulama dari kalangan menengah ke atas) yang  benar-benar membutuhkan peningkatan keimanan.[1] Disamping ketawadlu’an Beliau Qs wa Ra yang sangat luar biasa, dan karena Beliau Qs wa Ra tidak suka memamerkan karamahnya, hingga banyak para ulama dan masyayih dijawa timur atau jawa tengah – antara lain Bpk KH. Abdur Rahman Wahid -[2] ketika menceritakan keberadaan Beliau Qs wa Ra kepada ummat dalam tablig atau da’wahnya, menyebut/ memberikan gelar kepada Beliau Qs wa Ra dengan Shahibul Karomah wal Fadlilah. Keikhlasan dalam berprilaku dirasakan oleh siapa saja yang dengan kebetulan atau sengaja berdekatan dengan Beliau Qs wa Ra. Sebagaimana yang terjadi dalam suatu hari. Ada seseorang yang sedang memanjat pohon kelapa milik Beliau Qs wa Ra dengan tujuan untuk mencuri. Saat itu Mbah Yahi Qs wa Ra sedang lewat jalan disekitar pohon kelapa tersebut. Beliau Qs wa Ra tidak menegur kepada pencuri tersebut, bahkan pura-pura tidak melihatnya dan terus cepat-cepat pergi menjauh dari wilayah tersebut. Kepada para santri pondok Kedunglo, ketika memberikan contoh rasa kasihan kepada sesama, Beliau Qs wa Ra menjelaskan bahwa tidak ditegurnya pencuri kelapa tersebut, karena kasihan nanti dia jadi malu.
Dan setiap Beliau Qs wa Ra menyampaikan pendapat/ usulan dalam majlis rapat/ musyawarah, menggunakan kata-kata umpami ngaten kados pundi (umpama demikian bagaimana) yang disampaikan dengan sopan serta tidak menunjukkan ke-aku-anya. Diantaranya, bahasa usulan pendapat yang diajukannya : permasalahan ingkang kados niku, menawi jalan keluaripun kados ngaten mawon nopo sae. Menawi panjengan sedoyo setuju, monggo dipun renungaken. Tapi menawi boten disetujui, monggo dipun padosaken jalan sanesipun ingkang ma’qul (permasalahan yang seperti itu, umpama jalan keluarnya demikian....... saja apa baik. Jika bapak-bapak setuju, mari kita renungkan. Tapi, jika tidak setuju, mari dicarikan jalan lain yang masuk akal).
Mbah KH. Muhammad Ma’ruf Ra adalah teman akrab seperjuangan dengan Mbah KH. Hasyim Asy’ari Ra (penggagas dan pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama/ NU) sejak belajar dipondok pesantren Bangkalan Madura (yang diasuh oleh Mbah KH. Muhammad Khalil Ra).[3] Beliau Mbah KH. Muhammad Ma’ruf Ra termasuk pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Dalam kepengurusan NU, Beliau duduk sebagai anggota mukhtasyar (dewan pertimbangan). Sedangkan hubungan persaudaraan antara Mbah KH. Ma’ruf Ra dengan Mbah KH. Muhammad Manaf Ra (pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri) juga sangat dekat sekali. Bahkan, Beliau Ra berdua semakin bertambah akrab setelah mereka menjadi menantu dari Mbah KH. Muhammad Shaleh Banjarmlati Mojoroto Kota Kediri Jawa timur Indonesia. Waktu itu, benar-benar terjadi keakraban persaudaraan antara tiga ulama besar (Mbah Ma’ruf Ra, Mbah Hasyim Asy’ari Ra dan Mbah Manaf Ra), yang diketahui oleh kalangan masayarakat umum. Hingga dikalangan masyarakat daerah Kediri, Jombang dan sekitarnya terkenal adanya istilah “TIGA SEKAWAN”, yang ditujukan kepada Beliau Ra bertiga.
Disamping aktif dalam organisasi kepemudaan, yaitu Kepemudaan Anshor, Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra, sejak muda suka dan rajin melakukan shalat malam, bermujahadah, tirakat, riyadlah, serta bertafakkur dan olah batin. Sedangkan amalan yang Beliau amalkan  kebanyakan  berupa  shalawat Nabi
 Saw, seperti : Nariyah, Badawiyah, Munjiyat, Masyisiyah dan lain-lain.[4]
Pada tahun 1956 Mbah KH. Muhammad Ma’ruf Ra pulang ke rahmatullah. Dan, kemudian Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf Qs wa Ra melanjutkan perjuangan Mbah Ma’ruf sebagai pengasuh Pondok Pesantren Kedunglo. Dalam kegiatan NU, Beliau Qs wa Ra duduk dalam kepengurusan “syuriah” wilayah Kediri, sampai dengan datangnya tugas mulia dari Rasulullah Saw, untuk berjuang mengangkat umat dan masyarakat jami’al alamin. Sedangkan kitab-kitab yang Beliau Qs wa Ra kaji dan ajarkan dihadapan para santri pondok pesantren Kedunglo, antara lain; kitab Tafsir Jalalain-nya Syeh Jalaaluddin as-Suyuuthi Ra dan kitab al-Hikam-nya Syeh Ibnu ‘Athaillah al-Maliki as-Sakandari serta kitab-kitab fiqh madzhab Syafi’i.

B.               Sejarah Singkat Lahirnya Shalawat Wahidiyah.
Pada bulan Juli 1959 Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah menerima tugas mulia melalui alamat ghaib (rukyah shalihah) secara terjaga, yang isinya supaya mengangkat akhlak dan memperbaiki  iman ummat masyarakat (membawa ummat masarakat kembali kepada iman sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw). Maksudnya adalah; supaya segera memperbaiki/ membangun iman dan mental ummat masyarakat khususnya lewat jalan bathiniyah, terutama kesadaran kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw. Alamat ghaib (tugas) tersebut, diterima Beliau Qs wa Ra dalam keadaan jaga dan sadar, bukan dalam mimpi.
Sesudah menerima alamat ghaib tersbut, Beliau Qs wa Ra sangat prihatin. Kemudian memusatkan kekuatan batin bernujahadah, melakukan amalan amalan sunnah (seperti shalat dan puasa sunnat) munajat ber-depe-depe/ mendekatkan diri kehadirat Allah Swt, untuk berdoa dan memohon bagi kesejahteraan ummat masarakat, terutama tentang perbaikan akhlak dan mental. Tidak ada waktu yang terbuang untuk menajat, meskipun dalam perjalanan ketika bepergian. Bahkan ketika Beliau Qs wa Ra bepergian dengan naik sepeda, tangan kiri memegang setir, dan tangan kanan dimasukkan kedalam baju memutar tasbih dalam saku dengan amalan macam- macam shalawat, terutama shalawat Nariyah. Semua itu Beliau Qs wa Ra lakukan demi memohon hidayah dan fadlal-Nya untuk ummat dan masarakat tanpa pandang bulu.
Pada awal tahun 1963, Beliau Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra menerima alamat ghaib yang kedua dan ketiga, yang isinya merupakan teguran dan peringatan. Pada alamat ghaib yang kedua, berupa peringatan dan teguran supaya cepat-cepat melaksanakan perbaikan iman dan mental umat dan masyarakat melalui jalur batiniyah. Sedangkan alamat ghaib yang ketiga, berupa peringatan dan teguran yang lebih keras dan berupa ancaman. Dalam hal ini Beliau Qs wa Ra dawuh (berfatwa) : “Malah kulo dipun ancam menawi mboten enggal-enggal berbuat dengan tegas, saking kerasipun peringatan lan ancaman, kulo ngantos gemeter sakbakdanipun meniko” (bahkan saya diancam, jika tidak segera berbuat dengan tegas (berjuang dengan sungguh-sungguh). Karena kerasnya peringatan dan ancaman tersebut, saya sampai gemetar setelah itu”). Selanjutnya Beliau Qs wa Ra, semakin bertambah tekun dalam bermunajat kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw.
Dan pada tahun 1963 pula, lahirlah SHALAWAT WAHIDIYAH. Dengan situasi bathiniyah yang senantiasa mengarah kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw, Beliau Qs wa Ra mengarang, menyusun, dan menulis sebuah doa shalawat  :
اللهُمَّ كَمَا أَنْتَ أَهْلُهُ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا وَشَفِيْعِنَا وَحَبِيْبِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا هُوَ أَهْلُهُ. نَسْأَلُكَ اللهُمَّ أَنْ تُغْرِقَنَا فِي لُجَّةِ بَحْرِ الوَحْدَةِ حَتَّى لاَ نَرَى وَلاَ نَسْمَعَ وَلاَنَجِدَ وَلاَ نُحِسَّ وَلاَنَتَحَرَّكَ وَلاَنَسْكُنَ إِلاَّ بِهَا. وَتَرْزُقَنَا تَمَامَ مَغْفِرَتِكَ وَتَمَامَ نِعْمَتِكَ وَتَمَامَ مَعْرَفَتِكَ وتَمَامَ مَحَبَّتِكَ وتَمَامَ رَضْوَانِكَ. وَ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ مَاأَحَاطَ بِهِ عِلْمُكَ وَأَحْصَاهُ كِتَابُكَ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَاحِمِيْنَ وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
(Allahumma  Kamaa Anta Ahluhu .........dst).[5]
Sebelumnya Beliau Qs wa Ra tidak ada niat dan berangan-angan untuk menyusun shalawat tersebut. Karena getaran frekuensi jiwa yang tinggi kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw, serta dengan diselimuti rasa tanggung jawab dan keprihatinan yang mendalam terhadap kedaan mental ummat dan masarakat, doa shalawat tersebut terlahir. Semua itu merupakan fadlal dari Allah Swt semata.
Sebagai tabarrukan (untuk mendapatkan berkah), dan tidak hanya berhenti dalam pembahasan dan kajian saja, mari kita praktekkan dulu untuk mengamalkan shalawat tersebut dengan membaca :
Al-Fatihah                                                   1 x. 
Allahumma Kamaa Anta Ahluh     .......     1 x. 
Al-Fatihah                                                   1 x.
Sebelum diijazahkan kepada ummat masarakat secara luas, susunan shalawat “Allahumma Kamaa Anta Ahluhu........ dst.“, sirri dan maziyahnya diuji cobakan lebih dahulu sampai dua/ tiga kali. Artinya beberapa orang disekitar pondok pesantren Kedunglo diminta untuk mengamalkannya dengan mengulang-ulang sampai dua atau tiga kali, untuk mengetahui sejauh mana faedah dan sirri yang terkandung didalamnya, dan melaporkan hasilnya kepada Beliau Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra.
Orang pertama yang diminta untuk  mengamalkan sebagai uji coba, adalah  :
1.  Bpk.Abdul Jalil, seorang tokoh masyarakat dari Jamsaren Kota Kediri.
2. Saudara Mukhtar, seorang pedagang dari kelurahan Bandar Kidul Kota Kediri.
3. Saudara Dahlan, seorang santri dipondok pesantren Kedunglo asal dari daerah Demak, Jawa tengah (pada waktu itu masih remaja).[6]
 Ujicoba yang kedua dan ketiga dilakukan oleh sejumlah santri  pondok pesantren Kedunglo. Dan alhmadulillah hasilnya, mereka mengatakan bahwa setelah mengamalkan shalawat tersebut mendapatkan manfaat, rasa tentram dalam hati, tidak gelisah, mudah menahan dan mengontrol marah, dan lebih mudah dan banyak ingat kepada Allah Swt. Dan karena faedah ini, susunan doa shalawat ini (Allahumma Kamaa Anta Ahluhu ........dst), oleh Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah, diberikan nama dengan SHALAWAT  MA’RIFAT.
Beberapa waktu kemudian dan masih dalam tahun 1963, tersusun lagi shalawat
yang oleh Beliau Qs wa Ra dinamakan dengan SHALAWAT WAHIDIYAH, yakni :
اللهُمَّ يَاوَاحِدُ يَاأَحَدُ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ مَعْلُومَبِ اللهِ وَفُيُوضَاتِهِ وَأَمْدَادِهِ.
(Allahumma Yaa Wahidu [7] Yaa Ahad  ....... dst).
Shalawat ini juga lebih dahulu diuji coba oleh beberapa orang. Dan alhamdulillah hasilnya lebih positif lagi, yaitu dikaruniai oleh Allah Swt ketenangan batin yang lebih mantap dan lebih stabil lagi.
Waktu itu, dalam pengajian kitab al-Hikam,[8] Beliau Qs wa Ra mengulas makna dan kandungan shalawat “Allahumma Yaa Wahidu.....dst”, dan shalawat “Allahumma Kamaa Annta Ahluhu.........dst“, dan mulai di ijazahkan secara umum kepada santri-santri dan tamu yang ziarah ke Pondok Pesantren Kedunglo untuk mengikuti pengajian al-Hikam atau yang sowan mohon berkah doa restu. Disamping itu Beliau Qs wa Ra berkirim surat kepada para Ulama/ Kyai dan tokoh masyarakat yang telah Beliau Qs wa Ra ketahui, agar bisa diamalkan oleh masyarakat yang dekat dengan para ulama dan Kiyai tersebut. Ijazah pengamalan yang Beliau Qs wa Ra berikan adalah “Ijazah Mutlak”. Artinya, disamping diamalkan sendiri supaya dituliskan dan disampaikan atau disiarkan kepada orang lain tanpa pandang bulu dan dengan cara yang bijaksana. Disamping itu, waktu itu Mbah Yai Qs wa Ra, masih menuliskan shalawat Wahidiyah dengan asta (tangan) sendiri setiap ada orang yang sowan/ menghadap untuk minta ijazah shalawat Wahidiyah.
Penjelasan-penjelasan yang Beliau Mbah Yai Qs wa Ra sampaikan dalam pengajian al-Hikam tentang makna dan kandungan kedua shalawat diatas kemudian disistematikkan kedalam ajaran Wahidiyah; LILLAH dan BILLAH.
Salah seorang ahli khat tulis Arab (Bpk. KH. Mukhtar dari Tulungagung), setelah merasakan manisnya sirri dan faedah shalawat Wahidiyah yang disusun dan dita’lif oleh Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra, sebagai rasa khidmahnya kepada ulama dan juga kepada shalawat Nabi Muhammad Saw, tergerak hatinya untuk menulis dan membuat lembaran shalawat Wahidiyah (Allahumma Yaa Waahidu Yaa Ahad .......dst) dan shalawat ma’rifat (Allahumma Kamaa anta ahluh...dst) dengan distensil yang masih amat sederhana. Setelah adanya lembaran tersebut, Beliau Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra tidak lagi menulis sendiri setiap ada orang yang datang ke pondok pesantren Kedunglo untuk minta ijazah.
Suatu saat, juga dalam pengajian kitab al-Hikam, ketika sampai pada keterangan soal hakekat wujud, dan ketika menjelaskan pengertian dan pengetrapan iman “Bihaqiqatil Muhammadiyah”, keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw, tersusunlah oleh Beliau Qs wa Ra Shalawat yang ketiga :
يَا شَافِعَ الخَلْقِ الصَلاَةُ وَالسَلاَمُ        عَلَيْكَ نُورَ الخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامِ
                   وَأَصْلَهُ وَرُوحَـهُ أَدْرِكْــنِي         فَقَدْ ظَلَـمْتُ أَبَدًا  وَرَبِّـنِي
                   وَلَيْسَ لِي يَا سَـيِّدِي سِـوِاكَ       فَإِنْ تَرُدَّ كُنْتُ  شَخْصًا  هَالِكًا
Kemudian shalawat ini oleh Beliau Qs wa Ra dinamakan dengan “Shalawat Tsaljul Quluub   (ثَلْجُ القُلُوبِ) : shalawat pendingin hati”. Penjelasan-penjelasan Beliau Qs wa Ra tentang makna shalawat tsaljul quluub diatas kemudian disistematikan kedalam ajaran Wahidiyah; Lirrasul dan Birrasul.
Dan kemudian dalam pengamalannya dirangkaikan menjadi satu rangkaian amalan yang didahului dengan bacaan surah al-Fatihah, yang disanjungkan bagi Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah Saw, dan bagi Ghauts[9] Hadzaz Zaman Ra, para pembantunya (a’wan) serta seluruh waliyullah Ra dimanapun dan kapanpun mereka berada.
Rangkaian ketiga shalawat tersebut termasuk surat al-Fatihahnya disebut atau diberi nama “SHALAWAT  WAHIDIYAH”.
Para akhir tahun 1963, para tokoh, Ulama dan  Kyai yang sudah mengamalkan Shalawat Wahidiyah dari wilayah Kediri, Tulungagung, Blitar, Jombang dan Mojokerto mengadakan pertemuan silaturrahmi yang bertempat di langgar (surau/ mushalla) Bpk. KH. Abdul Jalil, Jamsaren Kota Kediri. Pertemuan silaturrahmi tersebut dipimpin langsung oleh Beliau Hadratul Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra sendiri. Adapun hasil musyawarah antara lain; selain membahas dan mengkaji dari ssisi sastra arab (balaghah, badi’ dan ma’aniy) susunan redaksi shalawat Wahidiyah, juga diberikannya tambahan keterangan dan penjelasan tentang ajaran Wahidiyah serta cara pengamalannya, yang kemudian ditulis dalam lembaran Shalawat Wahidiyah sebagai petunjuk cara pengamalan Shalawat Wahidiyah dan ajaran Wahidiyah.
Tahun 1964, menjelang peringatan ulang tahun yang pertama dalam bulan Muharam, atas usaha Bpk. KH. Mahfud, dari Ampel Surabaya dengan dibantu para pengamal lainnya mencetak lembaran Shalawat Wahidiyah yang pertama dengan jenis kertas HVS putih sebanyak dua ribu lima ratus lembar.
Dan pada pahun 1964 juga, setelah diadakan mujahadah kubra dalam peringatan ulang tahun Shalawat Wahidiyah yang pertama, diadakan “Asrama Wahidiyah” yang pertama di Pondok Pesantren Kedunglo selama tujuh hari tujuh malam yang diikuti oleh para Kyai dan tokoh dari Kediri, Madiun, Tulungagung, Blitar, Malang, Jombang, Mojokerto, dan Surubaya. Kuliah Wahidiyah langsung diberikan oleh Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul Madjid Muallif Shalawat Wahidiyah sendiri. Dalam Asrama Wahidiyah tersebut, Beliau Qs wa Ra mengijazahkan kalimat nida’ : [10]
يَا سَيِّدِي   يَارَسُولَ اللهِ
(Yaa Sayyidii   Yaa Rasuulallah =)
Duhai Junjungan Kami, Duhai Utusan Allah
Dan kemudian digandengkan dengan “Yaa Syafi’al Khalqis Shalaatu was Salaam.........dst”, yang ditempatkan setelah bacaan doa shalawat Tsaljul Quluub. Dalam salah satu fatwa amanatnya Mbah Yahi Qsw wa Ra pernah dawuh : bahwa “Yaa Sayyidii Yaa Rasuulallah” merupakan inti sari dari doa “Yaa Syafi’al Khalqis Shalaatu was Salaam dst”.
Demikian pula, pada tahun 1964, pengamalan Shalawat Wahidiyah telah menggunakan susunan : Al-Fatihah, Allahumma yaa Wahidu ......dst, Allahumma Kamaa Anta Ahluhu ......dst, Yaa Syafi’al Khalqis Shalatu was Salaam......dst, dan Yaa Sayyidii Yaa Rasuulallah. Kemudian ditutup dengan bacaan, surat al-Fatihah.
Awal Tahun 1965, dalam kegiatan “Asrama Wahidiyah” yang kedua, lahirlah doa yang kemudian dikenal dengan istighatsah :
يَأَيُّهَا الغَــوْثُ سَــلاَمُ اللهِ   عَلَيْكَ رَبِّــــنَي بِإِذْنِ اللهِ
وَانْظُــرْ إِلَيَّ سَيِّدِي بِنَظْـرَةٍ   مُوْصِلَةٍ لِلْحَـــضْرَةِ العَلِيّةِ
(Yaa Ayyuhal Ghautsu Salaamullah ............dst).
Doa istighatsah ini merupakan jembatan emas yang menghubungkan antara :
1.            Benteng pertahanan sesorang dari jurangnya nafsu yang dalam, yang gelap dan yang lebar serta yang terus-menerus mencengkeram dan menguasai jiwa.[11]
2.            Sebagai pancaran sinar radiasi kebahagiaan batin al-Ghauts Ra, untuk menuju kesadaran kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw.

Doa Istighatsah ini tidak langsung dicantumkan dalam lembaran Shalawat Wahidiyah yang diedarkan kepada masyarakat. Tetapi dianjurkan, terutama dalam mujahadah-mujahadah khusus dan pengamal yang sudah cukup lama. Begitu juga nida’ “Fafirru Ilallah” pada waktu itu belum dicantumkan dalam rangkaian pengamalan Shalawat Wahidiyah, tetapi dianjurkan untuk dibaca bersama-sama oleh imam dan ma’mum pada akhir tiap-tiap berdo’a. Dan pula, bacaan “Waqul Jaa-al Haqqu ...........dst, pada waktu itu belum dirangkai dengan “Fafirru Ilallah” seperti sekarang. Artinya, pengamalan shalawat Wahidiyah pada waktu itu hanya diawali bacaan surah al-Fatihah, shalawat Wahidiyah, shalawat Ma’rifat, shalawat Tsaljul quluub dan  kalimah nida’ rasul saja. Kemudian ditutup dengan membaca surat al-Fatihah.
Dalam pertengahan tahun 1968 “Yaa Ayyuhal Ghautsu Salamullah .........dst”, baru dimasukkan kedalam rangkaian Shalawat Wahidiyah.
Perhatian masyarakat terhadap Shalawat Wahidiyah makin hari makin terus bertambah. Permintaan-permintaan lembaran Shalawat Wahidiyah makin hari makin bertambah banyak pula. Namun, disamping perkembangan jumlah pengamal semakin bertambah, ada juga masyarakat yang tidak mau menerimanya dan bahkan ada juga yang bereaksi negatif terhadap Shalawat Wahidiyah, meskipun tidak jelas alasan mereka. Kontras terhadap Wahidiyah mulai bermunculan disana-sini. Para pengamal Wahidiyah di sebagian daerah merasa gelisah dengan adanya kontrasan tersebut. Menanggapi laporan hal tersebut, Beliau Mbah Yahi Qs wa Ra memberikan jawaban dan bimbingan dengan dawuhnya: “Mestinipun kito, rak matur kasuwun dateng mereka, jalaran kito lajeng mindak/ mempeng anggen kito mujahadah” (Mestinya kita, kan harus berterima kasih kepada mereka, sebab menjadi semakin giat kita bermujahadah -pen).
Dan memang, sebagian hikmah dari pengontrasan tersebut, juga merupakan saluran batiniyah untuk meningkatkan perhatian masarakat terhadap keberadaan Shalawat Wahidiyah, serta menambah peningkatan pengamalnya dalam bermunajat dan bermujahadah kepada Allah Swt wa Rasuulihi Saw.

Pada Tahun 1968 juga, lahirlah shalawat :
يَارَبَّــنَا اللهُمَّ صَلِّ سَــلِّمِ   عَلَى مُحَمَّدٍ ِشَــفِيْعِ الأُمَــمِ
وَالآلِ وَاجْعَلِ الأَنَامَ مُسْرِعِيْنَ      بِالْوَاحِــدِيَةِ لِرَبِّ العَــالَمِيْنَ
يَارَبَّنَا اغْفِرْ يَسِّرْافْتَحْ وَاهْـدِنَا     قَـرِّبْ وَأَلِّفْ بَــيْنَنَا يَارَبَّـنَا
          (Yaa Rabbanallahumma Shalli Salimi  ..........dst).

Dan kemudian doa istighatsah dan doa Shalawat UKHUWAH,[12] secara bersamaan dimasukkan kedalam rangkaian Shalawat Wahidiyah.
Pada tahun 1971 menjelang Pemilihan Umum masa Orde Baru, lahirlah shalawat:
يَاشَـافِعَ الخَـلْقِ حَـبِيْبَ اللهِ    صَــلاَتُهُ عَلَيْكَ مَعْ سَـلاَمِهِ
ضَلَّتْ وضَلَّتْ حِيْلَتِي فِي بَلْدَتِي   خُـذْ بِـيَدِي يَاسـيِّدِي وَالأُمَّةِ
          (Yaa Syafi’al Khalqi Habiiballah  ........dst).
Dan yang kemudian dirangkaikan dengan shalawat lainnya yang ada dalam lembaran Shalawat Wahidiyah.

Pada akhir tahun 1972, lahirlah do’a :
  اَللهُمَّ بَارِكْ فِيْمَا خَلَقْتَ وَهَذِهِ البَلْدَة. : Allahumma Baarik Fiima Khalaqta Wahaadzihil Baldah.

Dan pada pertengahan tahun 1973, lahirlah do’a nida’ Perjuangan, dan ketika membecanya dengan mengangkat kedua tangan :
بِسْمِ اللهِ الرَحْمَنِ الرَحِيمِ.  (اللهُمَّ بِحَقِّ اسْمِكَ الأَعْظَمِ وَبِجَاهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِبَرَكَةِ غَوْثِ هَذَا الزَمَانِ وَأَعْوَانِهِ وَسَائِرِ أَوْلِيَائِكَ يَاأَللهُ  يَاأَللهُ  يَاأَللهُ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمْ x 3),  (بَلِّغْ جَمِيْعَ العَالَمِيْنَ نِدَاءَنَا هَذَا وَاجْعَلْ فِيْهِ تَأْثِيْرًا بَلِيْغًا x 3), (فَإِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ وَبِالإِجَابَةِ جَدِيْرٌ x 3).
Bismillahir Rahmaanir Rahiim. Allahumma Bihaqqismikal A’dham ...........dst.

Kemudian kedua tangan diturunkan, serta diusapkan wajah.[13] Kemudian membaca inti kalimah nida’ perjuangan :
 فَفْرُّوا إِلَى اللهِ x 7, وَقَلْ جَاءَ الحَقُّ وَزَهَقَ البَاطِلُ إِنَّ البَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا x 3.
(Waqul Jaa,al Haqqu wa Zahaqal Bathil .........dst).
         
          Tahun 1973, lahirlah tuntunan pembacaan inti kalimah nida’ perjuangan, dengan cara berdiri dan menghadap peempat penjuru. Dan setiap penjuru membacanya 3 x :

فَفْرُّوا إِلَى اللهِ x 3.      وَقَلْ جَاءَ الحَقُّ وَزَهَقَ البَاطِلُ إِنَّ البَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا x 1

          (Fafirruu Ilallah. Waqul Jaa’al Haqqu ..........dst).[14]
          Pada tahun 1978, do’a: “Allahuma Barik Fiima Khalaqta wa Hadzihil Baldah” ditambah dengan  : اَللهُمَّ بَارِكْ فِي هَذِهِ المُجَاهَدَةِ يَااَللهُ :  (Allahumma Barik fii Hadzihil Mujahadah Yaa Allah).


          Pada tahun 1980, dalam Shalawat Ma’rifat, setelah lafadz maghfiratika, ni’matika, ma’rifatika, mahabbatika dan ridlwanika, ditambah dengan kalimat “Yaa Allah”.
          Dan tahun 1981, terdapat penambahan ياالله : setelah اللهُمَّ بَارِكْ فِيْمَا خَلَقْتَ وَهَذِهِ البَلْدَة  dan dirangkaikan denganاَللهُمَّ بَارِكْ فِي هَذِهِ المُجَاهَدَةِ يَااَللهُ.
Dan kemudian menjadi : “Allahumma Baarik Fiima Khalaqta Wahaadzihil Baldah Yaa Allah wa fii Hadzihil Mujahadah Yaa Allah”.
أللهُمَّ بَارِكْ فِيْمَا خَلَقْتَ وَهَذِهِ البَلْدَة يَا اَلله وَفِي هَذِهِ المُجَاهَدَةِ يَااَللهُ
(Allahumma Barik fii Hadzihil Mujahadah Yaa Allah ......dst).

          Susunan redaksi Shalawat Wahidiyah (tulisan arab) yang sekarang ini adalah merupakan susunan lengkap pada tahun 1981. Dan oleh Beliau Hadratul Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah dinyatakan sudah final (sempurna).[15]
          Dan alhamdulillah sebagai tahaddus binni’mah, banyak pengalaman ruhani (rukyah shalihah) yang diperoleh oleh para pengamal shalawat Wahidiyah. Diantara mereka ada yang menderita penyakit yang  mana menurut teem medis mengatakan sudah tidak bis a diatasi, namun setelah mengamalkan shalawat wahidiyah, mereka dikaruniai oleh penyakitnya dapat sembuh. Ada diantara mereka yang memiliki beban ekonomi yang cukup berat, dan setelah mengamalkan wahidiyah diberi pertolongan oleh Allah Swt permasalahan ekonomimya terselesaikan. Ada diantara mereka, ditemui oleh Rasulullah Saw, ketika saat menunaikan ibadah haji serta mengamalkan shalawat Wahidiyah dimakamnya Madinah al-Munawwarah. Diantara mereka, ketika menunggui keluarganya yang sedang dalam sakaratil maut sambil bermujahadah, dihadiri oleh Hadratul Romo KH. Abdul Latif Majid Ra Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo yang menalqin keluarga yang sakit tersebut, dengan dzikir Laa ilaaha illallah. Dan ternyata orang sakit tersebut setelah mengucapkan kalimah, Laa Ilaaha Illallah menghembuskan nafas terakhirnya.
          Dan masih banyak lagi karamah shalawat Wahidiyah dan karamah Beliau Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra serta karamah Beliau Hadlratul Mukarram Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo.[16]
c.   Redaksi Dan Terjemah Shalawat Wahidiyah.
بِسْمِ اللهِ الرَحْمَنِ الرَحِيْمِ
إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ,    الفاتحة  x 7
وَإِلَى حَضْرَةِ غَوثِ هَذَا الزَمَانِ وَأَعْوَانِهِ وَسَائِرِ أَولِيَاءِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ,  x 7
اللهُمَّ يَاوَاحِدُ يَاأَحَدُ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِي كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ مَعْلُومَبِ اللهِ وَفُيُوضَاتِهِ وَأَمْدَادِهِ.  x  100
Ya Allah, ya Tuhan Yang Maha Esa, ya Tuhan Yang Maha Satu, ya Tuhan Yang Maha Menemukan, ya Tuhan Yang Maha Pelimpah. Limpahkanlah shalawat salam berkah kepada Junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga  Junjungan kami Nabi Muhammad dalam setiap berkedipnya mata dan naik turunnya nafas, sebanyak bilangan segala yang ilmunya Allah, limpahan pemberian-Nya dan pemeliharaan-Nya.
اللهُمَّ كَمَا أَنْتَ أَهْلُهُ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا وَشَفِيْعِنَا وَحَبِيْبِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا هُوَ أَهْلُهُ. نَسْأَلُكَ اللهُمَّ بِحَقِّهِ أَنْ تُغْرِقَنَا فِي لُجَّةِ بَحْرِ الوَحْدَةِ حَتَّى لاَ نَرَى وَلاَ نَسْمَعَ وَلاَنَجِدَ وَلاَ نُحِسَّ وَلاَنَتَحَرَّكَ وَلاَنَسْكُنَ إِلاَّ بِهَا. وَتَرْزُقَنَا تَمَامَ مَغْفِرَتِكَ وَتَمَامَ نِعْمَتِكَ وَتَمَامَ مَعْرَفَتِكَ وتَمَامَ مَحَبَّتِكَ وتَمَامَ رَضْوَانِكَ. وَ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ مَاأَحَاطَ بِهِ عِلْمُكَ وَأَحْصَاهُ كِتَابُكَ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَاحِمِيْنَ وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.  x 7
 Ya Allah, sebagaimana keahlian (keadaan) yang ada pada-Mu, limpahkanlah shalawat salam berkah kepada Junjungan kami, Pimpinan kami, Penolong kami, Kekasih kami dan Buah jantung kami Nabi Muhammad Saw yang sepadan dengan keadaan yang ada pada Allah. Kami bermohon kepada-Mu ya Allah, dengan Hak Kemulyaan Beliau tenggelamkanlah kami didalam samudra ke-Esaan-Mu, sehingga kami tidak melihat, tidak mendengar, tidak menemukan, tidak merasa, tidak bergerak dan tidak diam, kecuali dalam samudra ke-Esaan-Mu. Dan kami mohon kepada-Mu, sekiranya Engkau memberi kami ampunan yang sempurna ya Allah, nikmat yang sempurna ya Allah, sadar/ makrifat yang sempurna ya Allah, cinta kepada-Mu dan Engkau cintai yang sempurna ya Allah dan ridla kepada-Mu serta Engkau Ridlai yang sempurna ya Allah. Dan limpahkanlah shalawat salam berkah kepada Beliau beserta keluarga dan sahabatnya., sebanyak bilangan segala yang diliputi oleh ilmu-Mu dan termuat dalam kitab-Mu. Dengan rahmat-Mu, Duhai Tuhan yang Paling kasih daripada para pengasih.
يَا شَافِعَ الخَلْقِ الصَلاَةُ وَالسَلاَمُ    عَلَيْكَ نُورَ الخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامِ
وَأَصْـلَهُ وَرُوحَـهُ أَدْرِكْـنِي    فَقَدْ ظَلَمْتُ أَبَـدًا وَرَبِّـنِي
                 وَلَيْسَ لِي يَا سَـيِّدِي سِـوِاكَ    فَإِنْ تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا هِلِكًا
            Duhai Nabi Penolong Makhluk. Kepangkuan-mu shalawat dan salam Allah, duhai Nabi cahaya makhluk, Pembimbing manusia.
            Duhai Nabi Asal dan Jiwa mahluk, didik dan bimbinglah aku. Sungguh aku manusia yang dlalim selalu.
            Tiada arti bagiku tanpa engkau, duhai Pimpinanku. Jika engkau tolak (permohonanku), niscaya aku manusia yang hancur binasa.  
يَا سَيِّدِي   يَارَسُولَ اللهِ
Duhai Junjunganku, duhai Utusan Allah
يَأَيُّهَا الغَـوْثُ سَـلاَمُ اللهِ عَلَيْكَ رَبِّــنَي بِإِذْنِ اللهِ
                    وَانْظُرْ إِلَيَّ سَيِّدِي بِنَظْـرَةٍ  مُوْصِلَةٍ لِلْحَـضْرَةِ العَلِيّةِ
            Duhai Ghautsuz Zaman, salam Allah kepangkuan-mu. Bimbinglah aku dengan izin Allah. Dan pancarkan kepadaku, duhai Pimpinanku, sinar radiasi batin (nadrah)-mu yang mengantarku keharibaan Tuhan Yang Maha Tinggi.
يَاشَافِعَ الخَـلْقِ حَـبِيْبَ اللهِ          صَـلاَتُهُ عَلَيْكَ مَعْ سَـلاَمِهِ
ضَلَّتْ وضَلَّتْ حِيْلَتِي فِي بَلْدَتِي                خُذْ بـيَدِي يَاسَيِّدِي وَالأُمَّةِ
            Duhai Nabi Penolong mahluk, duhai Nabi Kekasih Allah. Shalawat dan salam-Nya kusanjungkan kepangkuan-mu .
            Didalam negeriku jalanku buntu dan keadaanku tak menentu, peganglah (tuntunlah) aku, serta sebab usahaku tolonglah ummat, duhai Junjunganku. 
يَا سَيِّدِي   يَارَسُولَ اللهِ
Duhai Junjunganku, duhai Utusan Allah
يَارَبَّنَا اللهُمَّ صَلِّ سَـلِّمِ       عَلَى مُحَمَّدٍ ِشَـفِيْعِ الأُمَمِ
وَالآلِ وَاجْعَلِ الأَنَامَ مُسْرِعِيْنَ  بِالْوَاحِدِيَةِ لِرَبِّ العَـالَمِيْنَ
يَارَبَّنَا اغْفِرْ يَسِّرْافْتَحْ وَاهْدِنَا    قَـرِّبْ وَأَلِّفْ بَيْنَنَا يَارَبَّـنَا
             Ya Tuhan kami, ya Allah limpahkanlah shalawat salam kepada Nabi Muhammad Pemberi syafaat ummat.
            Dan kepada keluarganya, serta jadikanlah manusia cepat-cepat sadar kepada iman yang meng-Esakan Tuhan semesta alam.
            Ya Tuhan kami, ampunilah kami, permudahkanlah (urusan kami), bukakanlah (pintu kemudahan untuk kami), tujnukilah kami, pereratlah serta mesrakanlah (persaudaraan) antara kami, Duhai Tuhan kami.
أللهُمَّ بَارِكْ فِيْمَا خَلَقْتَ وَهَذِهِ البَلْدَة يَا اَلله وَفِي هَذِهِ المُجَاهَدَةِ يَااَللهُ.
Ya Allah, berkahkanlah (jadikanlah sesuatu dapat memberi berkah) dalam segala mahluk yang Engkau ciptakan, dan negeri (kami) ini ya Allah, dan dalam mujahadah ini, ya Allah.
إِسـتِغْرَاقْ  : Artinya, diam tidak membaca apa-apa. Segala perhatian, pikiran,  perasaan, pendengaran dan penglihatan, semuanya diarahkan kepada Allah Swt. Bukan membayangkan lafal “ALLAH”, tetapi kepada Allah Swt Tuhan Pencipta semesta alam. Tidak acara selain Allah Swt. Kemudian ditutup dengan al-Fatihah 1 x.
بِسْمِ اللهِ الرَحْمَنِ الرَحِيمِ. 
(اللهُمَّ بِحَقِّ اسْمِكَ الأَعْظَمِ وَبِجَاهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِبَرَكَةِ غَوْثِ هَذَا الزَمَانِ وَأَعْوَانِهِ وَسَائِرِ أَوْلِيَائِكَ يَاأَللهُ  يَاأَللهُ  يَاأَللهُ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمْ x 3),  (بَلِّغْ جَمِيْعَ العَالَمِيْنَ نِدَاءَنَا هَذَا وَاجْعَلْ فِيْهِ تَأْثِيْرًا بَلِيْغًا x 3), (فَإِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ وَبِالإِجَابَةِ جَدِيْرٌ x 3).
Ya Allah, sebab keagungan Hak Asma-Mu, dan sebab kemulyaan Jungan kami Nabi Muhammad Saw dan sebab barakah dari Ghauts Hadzaz Zaman serta para pembantunya dan seluruh auliyaillah, semoga Allah meridlai mereka.
Sampaikanlah panggilan kami ini keseluruh penjuru alam. Dan jadikanlah sebagai kesan yang mendalam.
Sesungguhnya Engkau, adalah Dzat Yang Kuasa kepada segala sesuatu, serta kepada doa (kami) Dzat Yang Cepat menerima.
فَفْرُّوا إِلَى اللهِ x 7.   وَقَلْ جَاءَ الحَقُّ وَزَهَقَ البَاطِلُ إِنَّ البَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا x 3.
       الفَاتِحَـة  x 1
Cepat-cepatlah sadar kembali (wahai mahluk/ manusia) kepada Allah.
Dan katakalah, kebenaran telah datang, dan kebatilan akan bancur. Sesungguhnya kebatilan pasti ahncur.

Al-Fatihah x 1 .





[1].   Adalah Bpk KH. Drs Imam Ghazali SH (dai/ muballig kondang didaerah Bandung dan sekitarnya). Suatu ketika Bapak Kiyai ini ingin membuktikan bahwa Beliau Qs wa Ra benar-benar sebagai waliyullah tingkat tinggi. Berangkatlah kiyai ini meuju ponpes Kedunglo Kediri. Sebelum berangkat, dalam hati kiyai ini berbisik : kalau memang Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf benar-benar manusia yang dekat kepada Allah Swt, aku ketika bertamu kerumahnya nanti, diberi hidangan makan yang disertai sate kerang 3 (tiga) piring. Ketika sudah berada diruang tamu Mbah Yahi Qsa wa Ra, dan belum diajak bicara,  kepada kiyai ini Mbah Yahi Qs wa Ra mengajaknya keruang makan. Dan ternyata, dalam meja makan terdapat sate kerang 30 tusuk dan masih hangat yang diletakkan diatas 3 piring. Sungguh terkejut bercampur takut dan haru perasaan Bpk KH. Drs Imam Ghazali SH terhadap kejadian yang sedang dialaminya.
[2].   Mantan ketua PB NU dan mantan Presiden RI.
[3].   Adalah Bapak K. Ruba’i dari daerah Mojo Kediri (salah satu santri Mbah Ma’ruf Ra) menceritakan : Suatu saat Mbah KH. Muhammad Ma’ruf Ra pernah dawuh (bercerita) kepada saya : ketika masih saya nyantri di pondok pesantren Bangkalan Madura, Mbah KH. Khalil pernah dawuh (memberi isyarah) kepada Mbah Ma’ruf Ra : “Ma’ruf..,  jika kamu mau tirakat, riyadlah dan berdoa kepada Allah Swt yang sungguh-sungguh, nanti kamu akan dikarunia oleh Allah Swt keturunan yang dapat menyirami jagat”.
Dawuh ini diterima oleh Bapak K. Ruba’i, ketika Beliau Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah dalam usia masih sangat  timur. Dan karena putra Mbah Ma’ruf Ra tidak hanya satu orang saja, maka K. Rubai belum dapat memahami, siapakah putra Mbah Ma’ruf Ra yang akan mendapatkan ilmu laduni untuk menyirami jagat. Pemahaman K. Rubai, baru terarah kepada Beliau Mbah Yahi Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra setelah diantara para pengamal Wahidiyah, menceritakan hasil/ manfaat dari pengamalan shalawat Wahidiyah. Yakni mudah ingat kepada Allah Swt, mudah menyadari khilaf dan dosanya hingga mudah tumbuh rasa khauf kepada-Nya serta mendapatkan rukyah shalihah bertemu kepada Rasulullah Saw.
[4].   Beliau Mbah Yahi Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra enggan menampakkan karomahnya kepada orang awam. Akan tetapi, dan jusrtu kepada ulama besar, Beliau Mbah Yahi Qs wa Ra, berkenan menampakan karomahnya. Antara lain sebagaimana yang diceritakan oleh Bpk KH. Drs.  Imam Ghazali SH dari kota Bandung, yang berkata : suatu saat saya diajak berjalan diatas air sungai Brantas oleh Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra. Dan saya diberi pesan oleh Mbah Yai Qs wa Ra, agar tidak menceritakan hal ini kepada orang lain kecuali setelah Beliau Mbah Yahi Qs wa Ra telah pulang kerahmatullah. Karomah Beliau Qs wa Ra semacam ini, juga pernah diceritakan oleh Bpk KH. Mahsun Mojo Kediri.  
[5].   Pada mulanya redaksi shalawat diatas belum ada tambahan kalimat “YAA ALLAH”, setelah kata “tamaama maghfiratika ……., wa tamaama ni’matika …… , …… Wa tamaama ridlwanika …….”     
[6].   Dalam peristiwa lain tentang rahasia Shalawat Wahidiyah. Adalah Bapak H. Sumarta (Bupati Demak Jawa tengah waktu itu). Ketika baru mengamalkan shalawat Wahidiyah, pada malam ke 37, beliau bermimpi dihadiri Rasulullah Saw seraya bersabda : “Aku adalah Muhammad Saw. Dan SHALAWAT WAHIDIYAH itu untuk menjemput datangnya Radu Adil”. Beberapa hari kemudian, Bapak H. Sumarta pergi ke Kedunglo untuk sowan (menghadap) serta menceritakan mimpinya kepada Hadratul Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah. Ketika telah menghadap Mbah Yahi Qs wa Ra, dan sebelum bercerita tentang mimpinya, tiba-tiba Mbah Yahi Qs wa Ra dawuh : Pak Bupati, shalawat Wahidiyah itu bermanfaat juga untuk menjemput datangnya Ratu Adil.
Kisah ini diterima penulis (pada saat menjelang pelaksanaan mujahadah nisfussanah pengamal Wahidiyah propinsi Jawa tengah yang pertama kali, dan yang bertempat di masjid Agung Demak – Jawa tengah) dari al-Marhum Bpk KH. Hasan Bisyri Demak (ketua Penyiar Shalawat Wahidiyah Jawa tengah tahun 1988-1992), yang mendampingi Bapak H. Sumarta ketika sowan kepada Beliau Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra di Kedunglo Kediri.
[7].   Kata “Wahid” termasuk asma Allah Yang Baik. Para ahli mengatakan : bahwa diantara khawasnya (faedah/ sirri) asma “Waahidu” jika diamalkan 1000 kali dengan sepenuh hati, khusyu’ dan khudlur kepada Allah Swt, dapat menyembuhkan rasa bingung, rasa gelisah, dan jauh dari kesusahan. 
[8].   Pada awalnya pengajian al-Hikam dilaksanakan pada setiap kamis malam jumat. Kemudian atas usul dari peserta pengajian yang berasal dari pegawai negeri, dirubah hari Minggu pagi sampai sekarang. Yang juga didahului dengan berjamaah shalat tasbih dan mujahadah shalawat Wahidiyah.
[9].   Dan pada saat itu pula Beliau Qs wa Ra, menjelaskan tentang hadis Nabi Saw yang berkaitan dengan auliyaillah dan al-Ghauts Ra.  
[10]. Nida’ disini dimaksudkan dengan pangilan yang tercetus dari getaran hati sanubari, dengan disertai adab yang sesuai dengan kedudukan Rasulullah Saw.
[11]. Sebagaimana prinsip yang berlaku dalam kaum sufi : مَنْ لاَ شَيْخَ فَالشَيْطَانُ شًيْخُهُ  : Barang siapa tidak memiliki Guru ruhani yang membimbingnya, maka setanlah pembingnya.
[12]. Doa shalawat ini oleh Beliau Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul Majid Ma’ruf Qs wa Ra Muallif Shalawat Wahidiyah, diberi nama Shalawat UKHUWAH. Dawuh ini (maaf) penulis terima langsung dari Beliau Qs wa Ra sendiri.
[13].    HR. Baihaqi, Thabrani dan al-Hakim dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah Saw bersabda :
        إِذَا سَأَلْتُمُوا اللهَ تَعَالَى فَاسْئَلُوهُ بِكَفِّيْكُمْ وَلاَ تَسْئَلُوهُ بِظُهُورِهَا وَامْسَحُوا بِهَا وُجُوهَكُمْ 
 Jika kamu memohon kepada Allah Swt, mohonlah dengan kedua tapak tanganmu, dan janganlah memohon dengan panggung tapak tanganmu, kemudian usapkan kepada wajahmu.. Dalam Jami’as-Shagir, juz I, pada bab “alif”. (Hadis hasan).
[14].    Untuk lebih jelasnya tentang nida’ empat penjuru ini, dapat dilihat dalam buku ini, pada bahasan “nida’ empat penjuru”.
[15].    Hadlratul Mukarram Romo KH. Abdul Latif Majid Ra Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, dalam salah satu fatwanya menjelaskan bahwa “banyak doa yang hanya untuk satu kepentingan. Ada doa hanya untuk makrifat saja, ada yang hanya untuk keampuhan saja. Sedangkan shalawat wahidiyah adalah doa yang dikaruniai oleh Allah Swt untuk segala hajat hidup manusia”. Dengan kata lain, manfaat yang terkandung didalamnya, ibarat kata populer tree in one, five in one, ten in one, atau bahkan tak terbahasakan manfaatnya.
[16].    Lebih jelasnya tentang pengalaman ruhani pengamal Wahidiyah, dapat dilihat dalam buku “ Shalawat Wahidiyah Dan Pengalaman Ruhani”, terbitan YPW Pusat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar