Blog B - Forum Diskusi Bersama Pengamal Sholawat Wahidiyah

Forum Diskusi Bersama Pengamal Sholawat Wahidiyah ini di bangun untuk saling berdiskusi dan sharing tentang Sholawat Wahidiyah dan Ajaran Wahidiyah . Juga dimaksudkan sebagai sarana KONSULTASI, INFORMASI dan KOMUNIKASI bersama tentang Pengamalan, Penyiaran, Pembinaan, Pendidikan Wahidiyah, dan masalah apa aja SECARA UMUM, yang penting BERMANFAAT, antar kita Pengamal Sholawat Wahidiyah dan juga masyarakat luas/umum tanpa pandang bulu dan golongan secara Ikhlas dan bijaksanan, Amiin !.

Minggu, 22 Mei 2016

Catatan Kecil 162 : GHAUTSIYAH (PENOLONG DAN PEMBIMBING ZAMAN) - Bahasan 04... B. Sifat Sifat Manusia

YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
Catatan Kecil 162 : KULIAH WAHIDIYAH
GHAUTSIYAH (PENOLONG DAN PEMBIMBING ZAMAN) - Bahasan 04...
B. Sifat Sifat Manusia
Asal mula makna kata kufur (kata jadian dari kafara), adalah “tidak dapat melihat sesuatu karena tertutup oleh sesuatu”, atau “tidak dapat memahami sesuatu yang berada dibalik sesuatu” atau “tidak memahami asal mula sesuatu/ hakikat sesuatu karena tertutup oleh kondisi keadaan sesuatu saat sekarang”.
Kemudian dalam Islam diartikan dengan “hati tidak dapat melihat Tuhan dan kekuasann-Nya karena tertutup oleh makhluk”, atau “tidak dapat memahami asal mula dan akhir alam karena terkungkung oleh keadaan alam sekarang”. Karena tertutup oleh makhluk hati seseorang mengingkari keberadaan dan kekuasaan Tuhan Pengatur semesta alam, dan ia disebut orang kafir. Bagi orang kafir, Tuhan tidak tampak dalam hati, dan hanya mahluk yang tampak dalam hati dan fikiran. Allah Swt berfirman Qs. al-‘Alaq : 6-7 :
إِنَّ الإِنْسَانَ لَيَطْغِى أَنْ رَأَهُ استَغْنَى
Sesungguh manusia itu suka melampaui batas. Ia berpikir cukup hanya dengan dirinya.
Dalam jiwa setiap orang terdapat potensi kekafiran/ keburukan. Hadis riwayat Imam Bukhari, Nabi Saw. bersabda :
أَلاََ اِ نَّ فِي الجَسَدِ لَمُضْغَةً اِذَا صَلحَتْ صَلُحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَا فَسَد َتِ فَسَدالجَسَدُ كُلُّهُ اَلاَ وَهِيَ القَلْبُ
Sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal darah, jika darah itu baik maka baiklah seluruh jasad, dan jika jelek jeleklah seluruh jasad, ketahuilah bahwa segumpal darah itu adalah hati.
Seseorang wajib memahami sifat kafir, munafik dan mukmin. Karena hal ini merupakan garis pembatas (garis demarkasi/ al-had al-fashil), dimana seseorang masih dikatakan mukmin atau tidak. Manusia memiliki watak angkuh dan sombong. Kapada Tuhan saja, ia sering tidak membtutuhkan-Nya dan merasa cukup dengan dirinya sendiri atau sesama makhluk.
Dikala dalam keadaan senang, ia tidak membutuhkan-Nya bakhan melupakan-Nya. Dan baru membutuhkan-Nya ketika ia dalam keadaan tidak senang. Padahal, jika mata hati tidak tertutup oleh nafsu (keakuannya), pasti ia akan memahami segala sesuatu bermula dan akan berakhir dari dan kepada-Nya. Agar mudah memahami sifat kekafiran, kemunafikan dan kemukminan, dalam tulisan ini mencoba mengupasnya, kendati secara garis pokoknya saja.
Dan disini yang perlu dipahami, ulasan ini bertujuan agar kita para pengamal dan khadimul Wahidiyah dapat mengadakan introspeksi diri dalam meningkatkan iman, islam dan ihsan. Dan bukan untuk menilai atau menghakimi iman, islam dan ihsan orang lain. Yang mengetahui keimanan seseorang, hanyalah Allah Swt dan orang tersebut. Rasulullah Saw memerintahkan setiap mukmin, agar ikut menjaga kehormatan dan keselamatan orang-orang yang berpegang kepada dua kalimah syahadah (Tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya). Dan Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ
Barang siapa menuduh kepada orang mukminsebagai orang kafir sama dengan membunuhnya. [37]
لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوْقِ وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدَتْ عَلَيْهِ, إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَالِكَ
Tidak ada seseorang yang menuduh kepada orang lain dengan kefasikan, dan tidak ada menuduh dengan kekafiran, kecuali (sifat yang dj/ituduhkan itu) akan kembali kepada dirinya, selama kawannya tersebut tidak seperti yang diruduhkan.[38]
1. Sifat Sifat Orang Kafir
Setiap mukmin diperintahkan oleh Allah Swt untuk memahami pokok-pokok sifat
kekafiran, yang antara lain :
a. Dalam melihat kebenaran, orang kafir tidak mau menggunakan akal sehat.
وَلَكِنَّ الذِيْنَ كَفَرُوْا يَفْتَرُوْنَ عَلَى اللهِ الكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لاَيَعْقِلُوْنَ. وََإِذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَاأَنْزَلَ اللهُ وَإِلَى الرَّسُوْلِ, قَالُوْا حَسْبُنَا اللهُ مَاوَجَدْنَا عَلْيْهِ أَبَاؤُنَا.
Akan tetapi orang-orang kafir terperosok mendustakan kepada Allah. Dan (memang) kebenyakan manusia tidak (mau) menggunakan akal. Ketika dikatakan kepada mereka : Marilah (mengikuti) tuntutan yang diturunkan oleh Allah dan mengikuti rasul. Mereka menjawab : “Kami mencukupka dengan sesuatu yang ada pada bapak-bapak (tokoh) kami. (al-Maidah : 103 - 104).
إِنَّ شَرَّ الدَّوَوَبِّ عِنْد اللهِ الصُمُّ البُكْمُ الذِيْنَ لاَيَعْقِلُونَ. إِنَّ شَرَّ الدَّوَوَبِّ عِنْد اللهِ الذِيْنَ كَفَرُوا فَهُمْ لاَيُؤْمِنونَ
Sesungguhnya sejelek-jelek mahluk (diatas bumi) menurut Allah adalah ketulian dan kebisuan (hati), merekalah orang-orang yang tidak berakal. (Qs. al-Anfal : 22). Sesungguhnya sejelek-jelek makhluk yang berjalan diatas bumi menurut Allah adalah orang kafir, dan mereka itu tidak beriman (Qs. al-Anfal : 55).
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إلاَّ كالآْنعامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيْلاً
Apakah engkau mengira, bahwa kebanyakan mereka mau mendengarkan atau menggunakan akal?. Mereka sekali-kali tidak (dapat digambarkan), kecuali seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi jalan hidupnya. (Qs. al-Furqan: 44).
Dalam bertindak, hewan tidak berdasar akal sehat. Tindakannya hanya didorong oleh naluri/ insting. Dan, jika jiwa manusia dikuasai oleh nafsu [39] bahimiyah (binatang ternak), maka akal sehatnya menjadi mati serta tidak berfungsi untuk mengenal Tuhan dan kebaikan. Seseorang, bila dalam memandang kehidupan dan bertindak hanya didasari rasa emosional, maka kerasionalan menjadi hilang.
b. Menganggap bodoh kepada orang-orang yang beriman serta mentertawakannya.
وَإِذَا قِيْلَ لَهُمْ أَمِنُوا كَمَا أَمَنَ النَاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا أَمَنَ السُفَهَاءُ, أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ السُفَهَاءُ وَلَكِنْ لاَ يَعْلَمُونَ
Dan jika dikatakan kepada mereka : berimanlah kamu semua seperti manusia lain. Mereka menjawab : “Apakah kami beriman seperti yang diimani oleh orang-orang yang bodoh”. Ketahuilah, sesungguhnya mereka itu bodoh, tetapi mereka tidak menyadari. (Qs. al-Baqarah : 13).
Menurut orang kafir, orang mukmin adalah manusia bodoh yang kehilangan ego dan harga dirinya. Menurut orang kafir, mukmin rela menanggalkan kehormatan diri demi mengikuti tuntunan dan taslim kepada Rasulullah Saw dan para ulama (penerus risalah Islam, al-Ghauts Ra). Padahal, menurut Allah Swt, merekalah orang-orang yang bodoh, karena yang mereka taati adalah nafsu (setan yang menyatu dengan jiwa).
c. Mengutamakan kehormatan diri daripada mengamalkan kebenaran. Firman Allah Swt, Qs. al-An’am : 33 – 34 : [40]
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الذِي يَقُوْلُوْنَ فَإِنَّهُمْ لاَ يُكَذِّبُوْنَ. وَلَكِنَّ الظَّالِمِيْنَ بِآيَاتِ اللهِ يَجْحَدُوْنَ.
Sungguh Kami (Allah) mengetahui. Sesungguhnya mereka (hanya) membuatmu susah disebabkan oleh ucapan mereka. (Namun), sesungguhnya mereka tidak mendustakan kepadamu (Muhammad). Hanya saja, orang-orang yang dlalim terhadap ayat-ayat Allah itu, berjiwa angkuh.
d. Tidak ada artinya, mereka mendapat penjelasan tentang kebenaran.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja apakah engkau peringatkan atau tidak, tetap tidak mau beriman. (Qs. al-Baqarah : 6).
Bagi orang kafir, kebenaran bukan terletak pada nilai ilmiyah dan etika. Tetapi terletak pada keuntungan atau kerugian terhadap kehormatan diri. Jika membawa keuntungan itulah kebenaran, dan jika membawa kerugian itulah kebatilan. Dan bahkan dalam memandang keuntungan dan kerugian, mereka-pun tidak berdasar tinjauan rasional, melainkan hanya berdasar tinjauan emosional.
e. Jika ditimpa kesusahan mereka mudah berkeluh kesah. Namun, ketika kenikmatan datang, diakuinya dari hasil usaha sendiri.
وَإِذَا مَسَّ الإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهُ مُنِيْبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ نَسِيَ مَاكَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ للهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيْلاً إِنَّكَ مِنْ أصْحَابِ النَّارِ.
Dan, ketika manusia tertimpa kesusahan, ia berdoa kepada Tuhan-Nya seraya berinaabah (mengembalikan seluruh kejadian kepada Allah Swt). Namun, ketika ia mendapat ganti kenikmatan dari-Nya, ia lupa kalau pernah berdoa kepada-Nya. Serta (kemudian) mejnadikan (makhluk) sebagai tandingan untuk-Nya, hingga ia tersesat dari jalan-Nya. Katakanlah (Muhammad), “(wahai orang-orang yang kufur) bersenang-senanglah kamu dalam waktu sebantar (didunia). Sesungguhnya kamu dari golongan penghuni neraka”. (Qs. az-Zumar : 8). [41]
f. Memisahkan kekuatan (haul dan quwwah) Rasulullah Saw dari kekuatan Allah Swt.
إِنَّ الذِيْنَ يَكْفُرُونَ بِاللهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيْدُوْنَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللهِ وَرُسُلِهِ, وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيْدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَالِكَ سَبِيْلاً. أُولَئِكَ هُمُ الكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِيْنَ عَذَابًا مُهِيْنًا.
Sesungguhnya orang yang mengkufuri Allah dan rasul-Nya, dan mereka ingin memisahkan antara Allah dan rasul-Nya. Mereka berkata : kami mempercayai sebagian dan mengkufuri yang sebagian. Dan mereka ingin mengambil jalan tengah diantaranya. Merekalah orang-orang kafir yang semestinya. Dan Kami sediakan untuk orang kafir siksa yang sangat menghinakan. (Qs. An-Nisa’: 150 – 151).
Dalam kitab tafsir Shawi dalam member ulasan ayat diatas dijelaskan, kekafiran mereka disebabkan oleh paham yang memisahkan antara Allah Swt dan Rasul-Nya, dan bukan oleh paham syirik :
فَكُفْرُهُمْ بِالتَفَرُّقَةِ لاَبِاعْتِقَادِ الشِرْكِ للهِ :
Kekafiran mereka, disebabkan pemisahan (antara kekuatan rasul dari kekuatan Allah), dan bukan karena syirik (menyekutukan Allah dengan Rasul). [42]
2. Sifat-Sifat Orang Munafiq
Setinggi apapun akal manusia tidak mampu mengingkari keberadaan Tuhan, sebagaimana ketidakmampuan akal untuk membuktikan keberadaannya secara musyahadah. Tidak ada jalan untuk membuktikan keberadaan Allah Swt, kecuali melalui hidayah-Nya. Kesimpulan ilmiyah bukan bukti terakhir, karena ia bersifat sementara dan tidak tetap. Kesimpulan ilmiyah tempo dulu dimentahkan oleh hasil kajian saat sekarang, dan hasil kajian saat sekarang akan dimentahkan oleh kajian ilmiyah berikutnya, dan demikian pula seterusnya. Al-Qur’an dan hadis tidak pernah bertentangan dengan kebenaran ilmiyah.[43]
Dan yang bertentangan hanyalah persepsi atau kesimpulan dari ilmuawan. Jadi seseorang yang menganggap kesimpulan ilmiyah sebagai bukti akhir, apalagi bukti tertinggi, berarti ia tidak mampu melihat kebaradaan ilmiyah yang disimpulkan oleh ilmuawan bersifat sementara dan relatif. Dan karenanya, banyak orang menjadi kafir atau munafiq disebabkan berpegang kepada kajian ilmiyah tersebut. Sebagaimana yang tercermin dalam :
a. Firman Allah Swt, Qs. al-Maidah : 102 :
قَدْ سَأَلَهَا قََوْمٌ مِنْ قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُوْا بِهَا كَافِرِيْنَ.
Sungguh kaum sebelum kamu semua menanyakan tentang seseuatu. (Namun, setelah dijawab oleh nabiyullah), mereka cepat-cepat mengkufurinya.
Diantara sesuatu yang wujud dalam alam ini, terdapat sesuatu yang bersifat ghaib. Misalnya; jabatan kerasulan atau khalifah Allah Swt, kehidupan dalam alam barzah atau alam akhirat. Pada zaman para nabi dan rasul, banyak orang kafir menanyakan hal tersebut kepada mereka. Dan setelah mendapat jawaban dari para nabi dan rasul, orang kafir dan munafiq-pun cepat-cepat mengingkarinya. Mereka hanya melihat wujud sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dan – menurut mereka -, inilah kebenaran ilmiyah.
b. Sabda Rasulullah Saw :
أَكْثَرُ مُنَافِقِي أُمَّتِي قُرَاؤُهَا
Kebanyakan munafiqnya ummat-ku adalah para pembaca ilmu (kitab, dan pengkaji ilmiyah). [44]
إِنَّ أَخْوَفَ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيْمُ اللِسَانِ
Sungguh yang paling aku takuti dari sesuatu yang aku takutkan pada ummatku, adalah orang munafiq yang pandai berbicara. [45]
Dalam memahami keberadaan Tuhan serta mengingkari perintah-perintah-Nya, antara orang munafiq dan orang kafir terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya, hati mereka sama-sama tertutup dari keberadaan Tuhan, dan akan dimasukkan ke neraka jahanam secara bersamaan. Firman Allah Sw, Qs. an-Nisa’: 140 :
إِنَّ اللهَ جَامِعَ المُنَافِقِيْنَ والكَافِريْنَ فِيْ جَهَنَّمَ جَمِيْعًا
Sesungguhnya Allah mengumpulkan orang munafiq dan orang kafir dalam neraka jahannam secara bersama-sama.
Dan perbedaannya, orang kafir secara nyata menampakkan pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan dan ajaran Islam. Sedangkan orang munafiq, prilaku lahiriyahnya menyerupai orang yang beriman. Munafiq dapat atau bersedia mengucapkan kalimah thayyibah (Allah… Allah… atau lainnya), serta dapat malaksanakan ritual ibadah Islam. Namun hanya sebatas lisan dan lahiriyah, tanpa adanya perasaan dikuasai oleh Allah Saw apalagi perasaan malu dan takut kepada-Nya. Orang munafiq bersikap mukmin ketika bertemu orang mukmin, dan bersikap kafir ketika bertemu orang kafir. Ketika bertemu dengan makhluk, hatinya lupa kepada Allah Swt, bahkan mengingkari kekuasaan-Nya. Hati mereka buta kepada-Nya, karena tertutup oleh wujud makhluk (termasuk wujud dirinya sendiri). Tuhan dan kekuasaan-Nya tidak tampak dalam hati, dan yang tampak hanyalah makhluk.
Ciri-ciri kemunafiqan.
Diantara ciri-ciri kemunafikan yang telah dijelaskan oleh al-Qur’an dan hadis :
1. Malas mendirikan shalat, suka berbuat riya’ (pamer) dengan amal kebaikannya, dan tidak ingat kepada Allah Swt kecuali sedikit sekali. :
إِنَّ المُنَافِقِينَ يُخَادُعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَلاَةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤنَ النَاسَ وَلاَيَذْكُرُونَ اللهَ إلاَّ قَلْيلاً
Sesungguhnya orang-orang munafiq (ingin) menipu Allah, (tapi) Allahlah yang akan (membalas) tipudaya mereka. Dan ketika mendirikan shalat, mereka mendirikan dengan malas serta pamer kepada manusia, sera mereka tidak ingat Allah kecuali sedikit (Qs. an-Nisa’ : 142).
Ayat ini menjelaskan; seseorang masih dinilai sebagai munafiq[46] (bahkan kafir), ketika melaksanakan shalat hatinya tertutup dari kebesaran dan kebaradaan Allah Swt. Ketika berbuat ujub dan riya,[47] mereka tidak memiliki perasaan malu dan tidak takut kepada-Nya, sangat sedikit mereka ingat kepada Allah Swt. Allah Swt berfirman, Qs. al-Anfaal : 35 :
وَمَاكَانَ صَلاَتُهُمْ عِنْدَ البَيْتِ إِلاَّ مُكَاءًا وَتَصْدِيَةً فَذُوْقُوا العَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُون
Dan tidak ada shalat [48] yang mereka lakukan disekitar rumah Allah itu, kecuali hanyalah seperti siulan dan tepuk tangan saja. Maka, rasakanlah azab yang disebabkan kekafiranmu sendiri.
Maksud ayat diatas diperjelas oleh sabda Rasulullah Saw : [49]
مَنْ لَمْ تَنْتَهِ صَلاَتُهُ عَنِ الفَخْشَاءِ وَالمُنْكَر لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا
Barang siapa yang shalatnya tidak dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak akan bertambah, kecuali jauh dari Allah.
2. Suka berbicara bohong, mengkhianati kepercayaan dan mengingkari perjanjian.
HR, Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad(, Rasulullah Saw bersabda :
أَيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثَةٌ: إِذَا أَحْدَثَ كَذَبَ, وَإِذَا أْؤتُمِنَ خَانَ, وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ
Tanda orang munafiq ada tiga; ketika berbicara ia berdusta, ketika dipercaya ia menghianati, dan ketika berjanji ia mengingkari
3. Mencintai mahluk sebagaimana mencintai Allah Swt, bahkan menjadikan mahluk sebagai tandingan/ sekutu bagi Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. al-Baqarah : 165 :
وَمِنَ النَاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللهِ أَنْدَادًا يُحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللهِ
Dan diantara manusia terdapat orang yang mengambil (menjadikan) selain Allah sebagai tandingan (bagi Allah), serta mencintainya seperti mencintai Allah.
4. Tidak bersedia diajak berjuang dijalan kebenaran. Dan hanya diri atau keluarga yang diperjuangkan. Firman Allah Swt, Qs. Qs.Ali Imran: 167 :
وَلِيَعْلَمَ الذِيْنَ نَاقَقُوا, وَقِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوافِي سَبِيْلِ اللهِ أَوِادْفَعُوا قَالُوالَوْ نَعْلَمُ قِتَالاً لاًتَّبَعْنَاكُمْ هُمْ لِلْكُفْرِ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلإيْمَانِ يَقُولُونَ بِأَفْوَاهِهِمْ مَالَيْسَ فِيْ قُلُوبِهِمْ وَاللهُ أَعْلَمُ بِمَا كُنْتُمْ يَكْتُمُونَ.
Agar Dia (Allah) mengetahui siapa orang yang munafiq. Jika dikatakan kepada mereka : Marilah berjuang dijalan Allah, atau hanya mempertahankan dirimu”. Mereka menjawab : “Sekiranya kami mengetahui perjuangan itu kebenaran, niscaya kami akan mengikuti kamu”.
Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya sesuatu yang tidak ada dalam hatinya. Dan Allah mengetahui dengan sesuatu yang mereka sembunyikan.
5. Menghalang-halangi perjuangan kebenaran. Firman Allah Swt, Qs. an-Nisa’ : 61 :
وَإذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللهُ وَإِلَى الرَسُولِ رَأَيْتَ المُنَافِقِيْنَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
Dan jika dikatakan kepada mereka : “kemarilah kalian, marilah kembali kepada sesuatu yang diturunkan oleh Allah, dan (kembalilah) kepada rasul”. Niscaya engkau (Muhammad) akan melihat mereka menghalangi manusia, (agar menjauh) dari kamu dengan sekuat tenaga.
3. Sifat-Sifat Orang Beriman
Mengetahui adalah perbuatan akal. Sedangkan beriman, merasa dekat dan takut kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw, mencintai dan mengagungkan-Nya adalah perbuatan hati. Antara memiliki ilmu ketuhanan dengan beriman kepada-Nya sangatlah berbeda. Seseorang yang memiliki berbagai macam ilmu agama (ilmu tafsir, ilmu hadis dan lainnya, atau bahkan ilmu makrifat sekalipun), belum tentu dapat merasa dilihat dan dikuasai oleh Allah, hingga ia tidak memiliki perasaan malu apalagi takut kepada-Nya. Dan meskipun hanya memiliki ilmu agama yang pokok-pokok saja, seseorang dapat merasa malu dan takut kepada Allah Swt. Iman merupakan “Nur Ilahiyah” yang diletakkan oleh Allah Swt kedalam hati orang yang dikehendaki-Nya.
فَمَنْ شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ للإِسْلاَمِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ
Barang siapa yang Allah melapangkan dadanya untuk Islam, maka ia dalam cahaya dari Tuhannya. (Qs, az-Zumar : 22).
HR. Imam Ahmad Ibn Hanbal, Rasulullah Saw bersabda : [50]
إِنَّ اللهَ خَلَقَ خَلْقَهُ فِي ظُلْمَةٍ ثُمَّ رَشَّ عَلَ قُلُوبِهِمْ مِنْ نُورِهِ فَمَنْ أَصَابَهُ ذَالِكَ النُورُ إِهْتَدَى وَمَنْ أَخْطَاءَهُ ضَلَّ
Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan. Kemudian Ia menyiramkan nur-Nya kedalam hati mereka. Barang siapa yang terkena nur tersebut, maka ia mendapat hidayah, dan barangsiapa yang terlewati, maka ia tersesat.
HR. al-Hakim dan Baihaqi dari sahabat Ibn Umar Ra, Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ النُوْرَ إِذَا دَخَلَ القَلْبَ انْتَسَحَ وَانْشَرَحَ, فَقِيْلَ : يَارَ سُولَ اللهِ هَلْ لِذَالِكَ مِنْ عَلاَمَاتِ يُعْرَفُ بِهَا ؟. فَقَالَ : التَجَافَى عَنْ دَارِ الغُرُورِ وَالإِنَابَة إِلَى دَارِالخُلُودِ وَالإَسْتِعْدَادِ لِلْمَوْتِ قَبْلَ نُزُولِ المَوْتِ
Sesungguhnya “nur (ilahiyah)” ketika masuk kedalam hati, maka Allah melebarkan hatinya. Ditanyakan kepada Nabi : Wahai Rasulullah untuk hal tersebut, apakah ada tanda-tanda untuk mengetahuinya ?. Rasulullah menjawab : berpaling dari kehidupan duniawi yang menipu dan kembali (inaabah) kepada rumah abadi (Allah) serta mempersiapkan mati sebelum datangnya kematian. [51]
Ciri-ciri orang mukmin, antara lain :
1. Sangat mencintai Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. al-Baqarah : 165 :
وَالذِيْنَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا للهِ
Dan orang-orang yang beriman sangat mencintai Allah.
2. Hati mukmin mudah bergetar ketika nama Allah disebut serta iman bertambah ketika dibacakan ayat-ayat-Nya. Firman Allah Swt, Qs. al-Anfal : 2 – 4 :
إِنَّمَا المُؤْمِنُونَ إِذَا ذُكِرَاللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَليْهِمْ أَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيْمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman,ketika nama Allah disebut, bergetar hatinya, dan ketika dibacakan ayat-ayat Tuhan bertambah imannya, serta kepada Tuhannya mereka berserah diri.
3. Mencintai Rasulullah Saw dengan mengalahkan cinta kepada yang lain.
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَنْ أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَحْمَعِيْنَ
Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu semua, hingga aku lebih dicintai dari pada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia. (HR. Bukhari dan Muslim).
Firman Allah Swt, Qs, at-Taubah : 24 :
قُلْ اِنْ كَانَ أَباءُكُمْ وَأَبْنَاءُكُمْ وَاِخْوَانُكمْ وَأَزْوَاجُكُم وَعَشِيْرَتُكُم وَأَمْوَالٌ اقتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْن كَسَادَهاَ وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهاَ أَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَجهَادٍ فِي سَبِيْلِه فَتَرَبّصُوا حَتَّى يَأْ تِيَ اللهُ بِأمْرهِ وَاللهُ لاَيَهْدِى القَوْمَ الفَا سِقِيْنَ
Katakanlah (Muhammad): jika sekiranya bapak, anak, saudara, suami atau istri dan keluarga kamu semua, serta harta yang telah kalian kumpulkan, perniagaan yang kalian takut kebangkrutannya dan tempat tinggal yang kalian rela didalamnya, lebih kalian cintai dari pada Allah wa Rasul-Nya dan perjuangan dijalan-Nya, maka tunggulah, sampai datangnya keputusan Allah. Dan Allah tidak akan memberi hidayah kepada kaum yang fasik.
Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, menjelaskan ayat ini dengan hadis riwayat Imam Ahmad dan Imam Bukhari dari Umar bin Khatthab Ra :
وَاللهِ يَارَسُولَ اللهِ أَنْتَ لآَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْئٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي, فَقَالَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَّ : لاَ يُؤْمِن ُ أَحَدُ كُمْ حَتَى أَنْ اَ كُونَ أَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ , فَقَالَ عُمَرُ : فَأَنْتَ الآَنَ وَاللهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَّ : الآَنَ يَا عُمَرُ
Demi Allah, wahai Rasulullah, Engaku niscaya lebih aku cintai dari pada segala sesuatu, kecuali kepada diriku sendiri. Rasulullah Saw menjawab : Tidak sempurna iman seseorang, sehingga Aku, lebih dicintainya dari pada dirinya. Umar berkata : Demi Allah sekarang Engkau lebih aku cintai dari pada diriku sendiri. Rasulullah Saw. menjawab : Sekarang wahai Umar telah sempurna imanmu.
Mahabbah kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, merupakan hal yang pokok dalam syariah Islam. Sebagaimana ulasan para ulama :
b. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Jala’al-Afham, menjelaskan : Sahabat Mu’ad bin Jabbal Ra berkata :
قَلْبُ المُؤْمِن ِتَوحِيْدُ اللهِ وَذِ كْرُرَسُولِهِ مَكْتُوبَانِ فِيْهِ لاَ يَتَطَرَقُ اِلَيْهِمَا مَحْوٌوَلاَ اِزَلَةٌ
Hatinya orang mukmin senantiasa mengesakan Allah. Dan dzikir kepada Rasulullah (keduanya) tertulis di dalam hati orang mukmin. Maka tidak boleh ada jalan (usaha) untuk menghapus dan menghilangkan keduanya.
c. Al-Ghauts fii Zamanihi Ra Syeh Ali al-Khawash (w. 951 H) guru dari al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abdul Wahab as-Sya’rani Ra, menjelaskan :
نَحْنُ فِي سَنَةِ إِحْدَى وَأَرْبَعِيْنَ وتِسْعِمِائَةٍ جَمِيْعُ أَبْوَابِ الآَوْلِيَاءِ قَدْتَزَحْزَحَتْ لِلْغَلْقِ وَمَا بَقِيَ الانَ مَفْتُوحًا إِلاَّ بَابُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Kita yang hidup pada tahun 941 H, semua pintu kewalian telah tertutup. Dan dewasa ini tidak terbuka kembali, kecuali melalui pintu Rasulullah Saw. [52]
Dan dalam kitab Saadah ad-Daraini dalam bab 10 “faidah shalawat Nabi Saw”, (Beirut, “Dar-al-Fikri, tt.), pada halaman : 506 – 507, dijelaskan
وَمَعْلُومٌ أَنَّ مَنْ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ المُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ رَبِّهِ تَعالى, وَمَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الوِصَالَيْنِ لَمْ يَذُقْ لِلْمَعْرِفَةِ, وَمِنْ أَعْظَمِ الوَصَلِ التَعَلُّقِ بِصِفَاتِ الحَبِيْبِ وبِكَثْرَةِ الصَلاَةِ عَلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan telah diketahui bersama (kaum ahli makrifat), bahwa sesungguhnya, barangsiapa yang dapat merasakan nikmatnya wushul kepada Rasulullah Saw dan Al-Nya (wali al-Ghauts- pen), maka ia akan merakan nikmatnya wushul kepada Tuhannya Allah Swt. Dan barang siapa yang memisahkan yang memisahkan kedua wushul ini, maka ia tidak akan merasakan makrifat.. Diantara agung-agungya jalan wushul adalah ta’alluq (sadar birrasul) kepada Nabi Saw Kekash Allah Swt serta memperbanyak bersholawat kepada-Nya Saw.
4. Mereka hanya takut Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. At-Taubah : 13 :
أَتَخْشَوْنَهُمْ فَاللهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَوْهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
Mengapa kamu takut kepada mereka ?. Padahal, Allah-lah yang berhak kamu takuti, jika kamu benar-benar beriman.
6. Ketika dibacakan ayat-ayat Allah Swt, air mata mudah mengalir. Qs. Maryam : 58 :
وَمِمِّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَحْمَنْ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا.
Diantara orang yang Kami telah memberikan hidayah, dan telah Kami pilih, (adalah orang yang) ketika dibacakan kepadanya ayat-ayat Tuhan Yang Maha Kasih, mereka tersungkur sujud dan menangis.
7. Mudah melihat dosa diri, serta mudah merasa takut kepada Allah Swt.
المُؤْمِنُ يَرَى ذُنُوبَهُ كَقَاعِدٍ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَهُ وَالمُنَافِقُ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ يَقَعُ عَلَى أَنْفِهِ فَيَطِيْرُ
Orang yang beriman itu dapat melihat dosa-dosanya bagaikan orang yang duduk dibawah gunung yang takut akan longsor dan akan menimpanya. (HR. Imam Bukhari).
Merasa malu dan takut kepada Allah Swt sangat berkaitan dengan kepekaan jiwa. Semakin peka jiwa seseorang terhadap jenis-jenis kesalahan, maka semakin memiliki perasaan malu dan takut kepada Allah Swt. Demikian pula sebaliknya, tidak adanya perasaan malu dan takut kepada-Nya, akibat dari tipisnya kepekaan jiwa terhadap jenis-jenis kesalahan/ kemaksiatan.
Rasulullah Saw bersabda :
جُمُوْدُ العَيْنِ مِنْ قَسْوَةِ القُلُوبِ, وَقَسْوَةُ القُلُوْبِ مِنْ كَثْرَةِ الذُنُوبِ
Kerasnya mata disebakan kerasnya hati. Dan kerasnya hati disebabkan banyaknya dosa.
C. Tafakkur Dan Ta’bir..................BERSAMBUNG.............
-------------------------
SUMBER : MATERI UP GRADING DA'I WAHIDIYAH - Tingkat Dasar Jilid I - Untuk Da'i Wahidiyah Kecamatan dan Imam Jama'ah Wahidiyah -
Diterbitkan oleh : Yayasan Perjuangan Wahidiyah Pusat Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh Kota Kediri Jawa Timur.
-------------------------
SUMBER BACAAN :
.
[37]. HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Thabrani dan Baihaqi.
[38]. HR. Bukhari, Ahmad dan Baihaqi.
[39]. Dalam salah fatwa amanatnya, Hadlratul Mukarram Romo KH. Abdul Latif Majid Ra Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, menjelaskan 4 (empat) nafsu manusia. Pertama, BAHIMIYAH (binatang ternak). Manusia yang jiwanya dikuasai nafsu ini, yang dicari dalam hidup hanya kepuasan perut dan kelamin. Mereka tidak mau mengenal Tuhan dan perintahnya. Kedua, SABU’IYAH (binatang buas). Jika jiwa manusia dikuasai nafsu ini, kepuasannya mengalahkan orang lain. Ketiga, nafsu SYAITHANIYAH (setan/ iblis). Iri, ambisi, dengki, sombong dan ujub muncul dari nafsu ini. Keempat, RUBUBIYAH (ke-Tuhan-an). Rububiyah merupakan hak Tuhan. Misalnya; merasa hidup, mendengar, melihat, alim, berkuasa dan lain sebagainya. Padahal hanya Allah Swt Yang Maha Hidup, Mendengar, Melihat, Kuasa dan sifat-sifat baik lainnya.
[40]. Dalam kitab as-Syifa’ bi Ta’rifil Huquuqil Mushthafa Saw-nya al-Hafidz (gelar tertinggi dalam ilmu hadis) Syeh Iyadl al-Yahshubi (w. 544 H), jilid I, bab I pada pasal 1, diterangkan :
قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : قَالَ أَبُو جَهْلٍ لِلنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّا لاَنُكَذِّبُكَ, وَلَكِنْ نُكَذِّبُ مِمَّا جِئْتَ بِهِ.
Sesungguhnya kami tidak mendustakan kamu (Muhammad). Akan tetapi kami mendustakan itu, mengapa kamu yang mendatangkan hal itu.
[41]. Keterangan yang semakna terdapat dalam : Qs. Az-Zumar : 49, al-Isra’: 67 + 83 dan an-Nahl : 53-54.
[42]. Makna ayat diatas lebih ditegaskan lagi oleh Qs. al-Anfal : 17, yang menerangkan bahwa kekuatan Rasulullah Saw adalah kekuatan Allah Swt semata :
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللهَ رَمَي :
Tidaklah engkau (Muhammad) yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.
Dengan jelas ayat ini menerangkan kekuatan Rasulullah Saw adalah kekuatan Allah Swt semata.
Dengan demikian, meskipun tidak bertawassul atau beristighatsah kepada Rasulullah Saw, seseorang tetap dikatakan MUSYRIK (menyekutukan Allah Swt dengan Rasulullah Saw) selama tidak dapat memahami kekuatan Rasulullah Saw merupakan kekuatan Allah Swt semata. Dan, meskipun bertawassul atau beristighatsah kepada Rasulullah Saw, tetap dinamakan BERTAUHID selama memahami kekuatan Rasulullah Saw adalah kekuatan Allah Swt. Rasulullah Saw hanyalah tempat tajalli (penampakkan sifat) Allah Swt yang sempurna.
Jadi, hakikat bertawassul atau beristighatsah, adalah untuk mendekati “Nur Ilahiyah”-nya Allah Swt yang ada pada pribadi Rasulullah Saw atau pribadi al-Ghauts Ra.
[43]. Beliua Hadlratul Mukarram Mbah KH. Abdul Madjid Makruf Muallif Shalawat Wahidiyah Qs wa Ra dalam salah satu fatwa amanatnya menjelaskan : “Wahidiyah cocok dengan al-Qur’an dan hadis serta sesuai dengan sain dan tehnologi”.
[44]. HR. Imam Ahmad (dalam Musnad), Thabrani (dalam al-Ausath), Baihaqi (dalam Syu’bul Iman) dan Ibnu Adi (dalam al-Kamil). Kitab Jami’ as-Shagir juz I dalam bab “alif”.
[45]. HR. Imam Ahmad dari Umar Ibn al-Khatthab dalam dalam Jami’ as-Shaghir, juz I, bab “alif”. Imam Suythi mengatakan hadis ini berderajat “shahih”.
[46]. Dalam Qs. at-Taubah : 54, dijelaskan bahwa malas mendirikan shalat termasuk sifat orang kafir.
إِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ وَلاَيأْتُونَ الصَلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلاَ يُنْفقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ
Sesungguhnya mereka adalah orang kafir kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka tidak mengerjakan shalat kecuali dengan malas. Mereka tidak menginfaqkan hartanya kecuali dengan terpaksa.
[47]. Riya’ adalah berbuat kebaikan bukan karena Allah Swt, tetapi untuk mencari pujian dari manusia. Qs. al-Ma’uun :
فَوَيلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ. الذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْنَ. الذِيْنَ هُمْ يُرَاءُونَ. وَيَمْنَعُونَ الماعُونَ :
Neraka wail diperuntukkan bagi orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya. Dan mereka yang berbuat riya’. Dan mereka yang enggan menolong dengan barang yang dibutuhkan masyarakat.
[48]. Para ulama mengatakan : menegakkan shalat adalah melaksanakan shalat secara lahir (sebagaimana dalam ilmu fiqih) dan secara batin (menghayati dan megamalkan makna ucapan dan perbuatan dalam shalat). Menegakkan shalat secara semestinya dapat menjauhkan dari prilaku mungkar.
إنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا إِذَامَسَّهُ الشَرُّ جَزُوعًا وَإِذَامَسَّهُ الخَيْرُ مَنُوعًا إِلاَّالمُصَلِّيْنَ. الذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلاَتِهِمْ دَائِمُون.
Sungguh manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Ketika mendapat kesusahan ia berkeluh kesah. Dan ketika mendapat kenikmatan ia amat kikir. Kecuali orang yang menegakkan shalat. Yaitu, orang-orang yang melaksanakan shalat secara terus-terus (Qs. Al-Ma’arij : 19–27).
[49]. HR. Dailami (kitab ad-Durar al-Muntatsirah-nya Imam Suyuthi Ra), kitab Muhtashar Ihya Ulumudin-nya al-Ghauts fii Zamnihi Imam Ghazali Ra, bab IV pasal “keutamaan khusyu”.
[50]. Tafsir Ibnu Katsir dalam ayat 122 surat al-An’am.
[51]. Hadis riwayat Hakim dan Baihaqi dari sahabat Ibn Umar Ra. (Kitab Minhaj al-Abidiin-nya Imam al-Ghazali dalam “muqaddimah”. Dan dapat dilihat dalam kitab tafsir Al-Qurthubi surat Az-zumar : 22 dengan jalur dari sahabat Ibnu Mas’ud. Bahkan dalam tafsir ini, juga diterangkan, bahwa yang menerima “nur ilahiyah” secara sempurna hanyalah Hamba Allah Kamilul Iman (al-Ghauts- pen).
[52] Kitab Thabaqat al-Kubra-nya Syeh Abdul Wahab Sya’rani. Atau kitab Tahrirud Durar-nya KH.Mishbah Zain Mushthafa Bangilan Tuban Jawa timur, dalam bab “Syeh Ali al-Khawash”. Atau kitab Kimya’ as-Sa’dah-nya al-Ghazali (kitab ini telah diterjemah oleh Gus Mus, Rembang Jawa Tengah. Tokoh NU ini semestinya telah menjelaskan : bahwa tanpa melalui Rasulullah Saw, perjalanan menuju Allah Swt akan mengalami kegagalan.
Foto Ahmad Dimyathi.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari
Bagikan
55Anda, M Dadang Abdullah Husein, dan 53 lainnya
Komentar
Ahmad Dimyathi
Tulis komentar...

Diposting oleh AHMAD DIMYATHI S. AG di 01.10 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Catatan Kecil 161 : GHAUTSIYAH (PENOLONG DAN PEMBIMBING ZAMAN) - Bahasan 03

YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
Catatan Kecil 161 : KULIAH WAHIDIYAH
GHAUTSIYAH (PENOLONG DAN PEMBIMBING ZAMAN) - Bahasan 03
3. Sunnah ulama.
Banyak manusia dalam memandang tuntunan agama terbatas ritual lahiriyah/ syari’ah saja. Maka, agar Islam tetap berjalan diatas landasan Islam yang murni (syariat dan hakikat), para ulama yang ahli diperintahkan untuk menggali dan mancari cara (metode/ sunnah/ kurikulum/ thariqah) agar sunnah rasul dan sunnah sahabat, mudah untuk dipahami dan diamalkan oleh orang mukmin. HR. Muslim, Rasulullah Saw bersabda : [16]
مَنْ سَنَّ فِي الاِسْلاَمِ سُنَّةَ حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الاِسْلاَمِ سُنَّةَ سَيِّئَةً كَانَ َلَه وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُوزَارِهِمْ شَيْئٌ
Siapa saja yang membuat sunnah dalam Islam, dengan sunnah yang baik, maka baginya pahala dan pahala dari orang yang mengamalkan sunnah tersebut dengan tanpa mengurangi pahala dari pengamalnya sedikitpun. Siapa saja yang membuat sunnah dalam Islam, dengan sunnah yang buruk, maka baginya dosa dan dosa dari orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya dengan tanpa mengurangi dosa dari pengamalnya sedikitpun.
Dalam kitab Dalil al-Falihin Lithuruqqi Riyadl as-Shalihin juz I/ 442 diterangkan; para ulama terdahulu (salafus shalih) berpendapat : thariqah (system/ metode/ amalan) adalah jalan kebaikan yang memiliki dasar (baik secara tersurat atau tersirat) dari sunnah Rasullah Saw :
وَهِيَ طَرِيْقَّةٌ مَرْضِيَةٌ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ حُسْنُهَا بِالنَصِّ بَلْ بِالإِسْتِنْبَاطِ
Sunnah, adalah thariqah (jalan) yang diridlai Allah, walaupun kebaikannya tidak terdapat dalam nash (tersurat), akan tetapi melalui istinbath (makna tersirat).[17]
Bahkan dalam hadis riwayat Imam Thabrani, dijelaskan didalam syariah Islam terdapat 360 macam thariqah/ sistem. Rasulullah Saw bersabda : [18].
إِنَّ شَرِيْعَتِي جَاءتْ عَلَى ثَلاَثِمِائَةٍ وَسِتِّيْنَ طَرِيْقَةً. مَا سَلَكَ أَحَدٌ مِنْهَا إِلاَّ نَجَا
Sesungguhnya syariat-ku datang dengan 360 thariqah (jalan, cara, sistem). Tidak seorang-pun mengambil dari salah satunya, kecuali mendapat keselamatan.
Dan dalam catatan jam’iyah thariqah an-nahdliyah (jamaah thariqah yang bernaung dibawah Nahdlatul Ulama), jumlah thariqah yang masyhur (mu’tabarah) sebanyak 44 thariqah. Sedangkan thariqah selain yang tercatat dalam jam’iyah NU tersebut hukumnya sah dan baik, selama berpedoman kepada aqidah ahlus sunnah wal jama’ah dan merujuk kepada kitab-kitab sunny yang mu’tabar.[19]
Sebagaimana lazimnya dalam kehidupan setiap agama, setelah ditinggal oleh pembawanya, terjadi penyimpangan oleh sebagian pengikutnya. Namun, dalam Islam, Allah Swt menolong ummatnya, dengan memberikan petunjuk kepada para ulama yang dikehendaki-Nya. Ulama tersebut dengan sekuat tenaga berupaya membersihkan Islam dari tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Diantara sunnah para ulama :
a. Pembersihan dari pemalsuan hadis.
Dicatat dalam sejarah, pemalsuan hadis terjadi setelah khulafaur rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Ra). Hasil dari upaya para ulama hadis tersebut telah dibukukan dalam berbagai macam kitab hadis yang mu’tabar.[20]
b. Pembersihan dari usaha pendangkalan makna ayat-ayat al-Qur’an dan hadis.
Sebagian mukmin dalam memahami al-Qur’an dan al-Hadis serta syariat Islam, hanya secara harfiah (verbalisme), tanpa mau mengambil makna dibalik teks. Diantara hasil yang diupayakan para ulama, lahirlah madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali dan madzhab lainnya.
c. Pembersihan dari penyimpangan makna ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang berkaitan dengan iman kepada Allah Swt, dan yang telah disepakati oleh para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Para ulama dari kaum sufi, waliyullah dan khususnya al-Ghauts Ra lebih memfokuskan upaya mereka dalam bidang pelurusan iman, penyadaran tantang keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw, pembersihan jiwa dari penyakit hati yang buruk/ (syirik, ujub, riya’, takabbur dan lain sebagainya) dan kemudian menghiasi hati dengan sifat-sifat yang terpuji (ihsan, sabar, syukur, ridla, dan sifat terpuji lainnya).
d. Pembersihan dari paham yang mengutamakan tuntunan lahiriyah (syariat) saja tanpa memperhatikan tuntunan batiniyah (hakikat), atau sebaliknya. Syariat dan hakikat merupakan ajaran Islam yang tidak boleh dipilih salah satunya. Setiap mukmin wajib memadukan keduanya. [21] Mukmin dilarang mengamalkan syariat atau hakikat saja.
e. Menta’lif redaksi doa/ dzikir atau shalawat ghairu maktsurah.
Rasulullah Saw telah memberikan tuntunan yang mudah serta jelas dan dapat diamalkan oleh siapa saja. Yakni mengamalkan shalawat nabi dan memahami maknanya. Para ulama dari kelompok ketiga tersebut, dalam menyusun doa, senantiasa disertai dengan bershalawat, atau dalam menyusun sebuah metode, system, kurikulum atau thariqah untuk mencapai iman dan Islam yang ihsan. Dan pula redaksi tersebut sering disertai dengan penjelasan tentang keberadaan dan kemulyaan Rasulullah Saw.
Bershalawat kepada Rasulullah Saw merupakan jalan (metode/ kurikulum/ tarekat) yang paling cepat untuk menuju sadar/ makrifat kepada Allah Swt (iman, Islam dan ihsan). Sebagaimana penjelasan al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Nabhani Ra (w. 1933 M) :
أَنَّ طَرِيْقَ الوصُولِ إِلَى حَضْرَةِ اللهِ مِنْ طَرِيْقِ الصَلاَةِ عَلَى النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَقْرَبِ الطُرُقِ.
Sesungguhnya jalan wushul kepada hadlratullah dengan shalawat kepada Nabi (Muhammad) Saw merupakan sedekat-dekatnya jalan (thariqah). [22]
Dan dalam kitab yang sama (Afdlalus Shalawat), Syeh an-Nabhani Ra menjelaskan :
أَقْرَبُ الطُرُقِ إِلَى اللهِ فِي أَخِرِ الزَمَانِ خُصُوصًا عَلَى المُسْرِفِ كَثْرَةُ الإِسْتِغْفَارِ والصَلاَةِ عَلَى النَبي صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Jalan (thariqah) yang paling dekat kepada Allah pada akhir zaman khususnya bagi orang yang berlumuran dosa, adalah memperbanyak istigfar dan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Shalawat dapat dijadikan thariqah, juga dijelaskan oleh Syeh Ahmad Zawawi (murid al-Ghauts fii Zamanihi Ra Syeh Zakaria al-Anshari {w. 915 H}) : [23]
طَرِيْقُنَا أَنْ نُكَثِّرَ مِنَ الصَلاَةِ عَلَى النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى يَصِيْرَ يُجَالِسُنَا وَنَصْحَبُهُ مِثْلَ الصَحَابَةِ وَيَسْأَلُهُ عَلَى أُمُورِ دِيْنِنَا
Jalan/ thariqah kita (untuk menuju Allah Swt) dengan memperbanyak shalawat kepada Nabi (Muhammad) Saw, hingga Nabi menjadi teman duduk kita secara jaga, dan kita bersahabat dengannya sebagaimana persahabatan para sahabatnya, dan kita bertanya kepadanya tentang urusan agama kita.
Memahami keberadaan dan keagungan Rasulullah Saw, merupakan sarana yang paling tepat dan cepat untuk memahami keagungan Allah Swt, dan merupakan realisasi dari keimanan yang telah diterangkan dalam beberapa ayat al-Qur’an dan hadis. Tanpa melalui Rasulullah Saw, sudah tentu salik akan dibimbing oleh setan.
f. Menta’lif redaksi doa yang pada umumnya didalamnya mengandung makna ajaran tentang pentingnya bertawassul kepada Nabi Saw.
Al-Qur’an dan hadis telah memberikan tuntunan dalam mencapai dan menyempurnakan iman dan ihsan, yakni bertawassul kepada Rasulullah Saw :
a) Firman Allah Swt, Qs. al-Maidah : 35 :
يَاأيُّهَا الذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah. Dan carilah wasilah (media/ thariqah) untuk menuju kepada-Nya. Dan sunguh-sungguhlah kamu semua didalam jalan (menuju kepada)-Nya agar kamu semua memperoleh keberuntungan.
b) HR. Imam Ahmad Ibn Hanbal, Rasulullah Saw bersabda : [24]
الوَسِيْلَةُ دَرَجَةٌ عِنْدَ اللهِ لَيْسَ فَوقَهَا دَرَجَةٌ فَسَلُوا اللهَ أَن يُؤْتِيَنِي الوَسِيْلَةَ
Wasilah adalah derajat disisi Allah, yang tidak ada derajat lagi. Maka mohonkan aku kepada Allah, agar Ia memberiku derajat wasilah.
Asal makna wasilah adalah perantara. Para ulama kaum sufi mengartikan kata wasilah sepadan arti dengan makna kata thariqah dalam ayat 16 surat al-Jin. Penafsiran kata wasilah dalam ayat ini secara tepat adalah sebagaimana dijelaskan oleh hadis riwayat dari Ibnu Amr, Rasulullah Saw bersabda :[25]
إِذَا سَمِعْتُمُ المُؤَذِّنَ فَقُوْلُوا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ فَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ بِهَا عَشْرًا. ثُمَّ سَلُّوا اللهَ لِي الوَسِيْلَةَ. فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الجَنَّةِ لاَتَنْبَغِي إِلاَّ لِعِبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ. وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ. فَمَنْ سَأَلَهَا لِيَ الوَسِيْلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَفَاعَةُ.
Ketika kalian mendengar muaddzin, ucapkanlah sebagaimana ia mengucapkannya. Kemudian bershalawatlah kalian kepadaku. Sesungguhnya, barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya dengan shalawatnya tersebut sepuluh kali. Kemudian mohonkanlah kamu semua untukku “WASILAH”. Sesungguhnya wasilah adalah tempat yang mulya dalam surga, yang mana (tempat itu) tidak patut kecuali diperuntukkan bagi satu hamba dari beberapa hamba-Nya. Barang siapa memohonkan untukku wasilah, maka ia halal mendapat syafaat (dariku).
Demikian pula Syekh as-Sindi, dalam memberi penjelasan makna ‘wasilah” menjelaskan :
لاَيُخْرَجُ رِزْْقٌ وَمَنْزِلَةٌ إِلاَّ عَلَى يَدَ يْهِ وَبِواَسِطَتِهِ
Tidak keluar (dari Allah) rizki dan kedudukan, kecuali ditangan Rasulullah dan dengan perantaraannya. (dalam Sunan Nasa’i bi Hasyiyah as-Sindi juz II, pada bab shalawat)
Hadis riwayat Imam Muslim (Shahih Muslim, bab “adzan”), Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ الوَسِيْلَةَ أَعْلَى مَنْزِلَةٍ فِي الجَنَّةِ وَلاَ يَنَالُهَا إِلاَّ رَحُلٌ وَأَنَا أَرْجُو مِنْ ذَالِكَ الرَّجُلِ
Sesungguhnya wasilah itu setinggi-tinggi tempat dalam surga, dan tidak dapat memperolehnya kecuali seorang lelaki. Dan Aku berharap sebagai lelaki tersebut.
Sebagaimana ketentuan Allah Swt (sunnatullah), semua pertolongan yang Dia berikan kepada makhluk-Nya, disalurkan melalui makhluk lainnya. Misalnya, air dapat menghilangkan haus, nasi (snack) dapat mengilangkan lapar, racun dapat mematikan. Kekuatan menghilangkan haus dan lapar, atau mematikan tersebut pada hakikinya adalah kekuatan Allah Swt yang dipancarkan kepada benda tersebut. Mukmin mendekati air atau nasi, serta menghindari racun, hakikinya yang didekati adalah kekuatan Allah Swt. Demikian pula, mukmin mendekat waliyullah Ra atau Rasulullah Saw, hakikinya untuk mencari karamah serta mukjizat Allah Swt semata yang dipancarkan melalui hamba-Nya tersebut. Dalam hail ini, al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Yusuf bin Ismail an-Nabhani Ra (w. 1933 M), menjelaskan : [26]
وَأَمَّا النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ وَاسِطَةً بَينَهُ وَبَيْنَ اللهُ. فَهُوَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مُسْتَغَاثُ بِهِ حَقِيْقَةً.
Nabi Muhammad Saw, merupakan perantara antara hamba dan Allah. Dan secara hakiki Dia
(Allah) Swt adalah merupakan tempat meminta pertolongan.
HR. Imam Nasai (kitab Amalul Yaum wal Lailah, nomer hadis : 663 – 665, dan yang di-shahih-kan oleh al-Bahihaqi) dari Usman bin Hunaif. Dia berkata : Orang buta menghadap kepada Rasulullah Saw dan meminta untuk didoakan agar Allah Swt memberikan kesembuhan matanya, hingga dapat melihat kembali. Rasulullah Saw bersabda : Ucapkanlah :
أَللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ بِكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَحْمَةِ. يَامُحَمَّدُ إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي قَضَاءِ حَاجَتِي لِيْ, اللهُمَّ شَفِّعْهُ فِي.
Ya Allah, sungguh aku meminta kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammad Saw, Nabi pembawa rahmat.[27] Wahai Nabi Muhammad, sungguh aku menghadap Allah melalui Paduka, agar hajatku ini terkabulkan. Ya Allah, berikanlah syafaat kepadanya dalam hal ini.
Memahami pentingnya memiliki guru yang ahli dalam bidang iman, Islam dan ihsan, yakni al-Ghauts Ra (wakil Rasulullah Saw pada setiap zaman) merupakan asas dalam sunnah rasul. Sebagaimana keterangan dalam hadis riwayat Thabrani dari Abdullah Ibn Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda : [28]
إِنَّ مِنَ النَاسِ مَفَاتِيْحٌ لِذِكْرِ اللهِ إِذَا رَأَوْا ذُكِرَ الله ُ
Sesungguhnya diantara manusia, terdapat seseorang yang menjadi pembuka kepada dzikrullah. Jika mereka (salik) melihatnya, maka akan (mudah) ingat kepada Allah.
Hadis yang sepadan arti, Rasulullah Saw bersabd : [29]
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِخِيَارِكُمْ ؟. قَالُوا : بَلَى يَارَسُوْلَ اللهِ. قَالَ : الَّذِيْنَ إِذَا رُءُوا ذُكِرَ اللهُ
Bersediakah kamu, saya beritahu tentang sebaik-baik kamu ?. Mereka menjawab : Ya, wahai Rasulullah. Beliau bersabda : Mereka adalah orang-orang yang ketika dilihat, maka Allah dapat diingat.
Imam Abul Aliyah dan Imam Hasan Bashri, berkata : makna shirathul mustaqim, dalam surat al-Fatihah, adalah pribadi Rasulullah Saw :
الصِرَاطُ المُسْتَقِيْمُ هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخِيَارُ أَهْلِ بِيْتِهِ وَأَصْحَابِهِ.
Jalan yang lurus adalah pribadi Rasulullah Saw dan orang pilihan dari keluarganya dan sahabatnya.[30]
Wasilah merupakan kedudukan tertinggi disisi Allah Swt yang diperoleh oleh satu orang dari beberapa hamba-Nya (Rasulullah Saw). Dan adanya perintah agar mukmin mencari seseorang yang telah mencapai maqam wasilah, bertujuan jika mereka melaksanakan tawajjuh kepada Allah Swt melalui orang (Rasulullah Saw) tersebut. Dan barulah mukmin dapat meraih derajat ihsan. Berwasilah kepada Rasulullah Saw atau wakilnya (al-Ghauts Ra) dapat dinamakan pengamalan thariqah. Dan berkaitan dengan hal ini, Syeh Abdul Qadir al-Jilani Ra menjelaskan; bahwa Syeh Mursyid Yang Kamil itulah yang dinamakan thariqah untuk menuju makrifat kepada Allah Swt.
فَالمَشَايِخُ هُمْ طَرِيْقٌ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالأَدِلاَّءُ عَلَيْهِ وَالبَابُ الذِي يَدْخُلُ مِنْهُ إِلَيْهِ.
Guru Mursyid adalah jalan menuju kepada Allah Azza wa Jalla, dan sebagai bukti keberadaan-Nya, dan sebagai pintu masuk untuk menuju kepada-Nya. [31]
Demikian pula, Syeh Daud Ibnu Makhala Ra dapat menjelaskan :
قَلْبُ العَارِفِ حَضْرَةُ اللهِ, وَحَوَاسُهُ اَبْوَابُهَا. فَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَيْهِ بِالقُرْبِ المُلاَ ئِمِ فُتِحَتْ لَهُ اَبْوَابُ الحَضْرةِ
Hati seorang yang Arif Billah itu pintu kehadiran Allah Swt, dan seluruh indranya merupakanpintu hadrah-Nya. Barang siapa yang mendekat kepada Beliau dengan pendekatan yang semestinya, maka akan terbuka baginya pintu hadlrah Allah Swt. [32]
Demikian pentingnya peranan Guru Ruhani Yang Kamil Mukammil dalam jiwa manusia. Manusia hanya memiliki dua pilihan antara mencari Guru Kami Mukammil untuk membimbing jiwanya atau membiarkan setan dan nafsu mencengkeram jiwanya dan kemudian membelokkan dari pemahaman tauhid yang benar. Dan agar dapat mencengkeram jiwa manusia, setan/ nafsu senantiasa membisikkan tidak perlunya mencari Guru yang kamil, serta mencukupkan dengan pemahaman diri sendiri. Sebagai pengamal dan pejuang Wahidiyah, perlu kiranya benar-benar melawan bisikan hati yang muncul dari setan/ nafsu. Allah Swt berfirman Qs. an-Nisa’ : 38, dan al-Baqarah : 208:
وَلاَ تتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ
Janganlah kalian mengikuti garis-garis (panduan) setan. Sesungguhnya ia merupakan musuhmu yang nyata.
Keempat ayat tersebut diatas, mengisyaratkan adanya guru ruhani yang cara membimbing manusia menuju Tuhan bukan berdasar dari sesuatu yang digariskan oleh Rasulullah Saw, akan tetapi melalui garis-garis yang dibisikan oleh iblis/ setan/ nafsu kedalam jiwanya. Guru ruhani yang jiwanya dikuasai oleh nafsu/ setan, al-Ghauts fii Zamanihi Syeh Abdul Wahhab as-Sya’rani Ra, dalam kitabnya, [33] menjelaskan :
وَقَدْ أَدْرَكْنَا جُمْلَةً مِنَ أَشْيَاخِ الطَرِيْقِ أَوَّلَ هَذَا القُرُنِ, كَانُوا عَلَى قَدَمٍ عَظِيْمٍ فِي العِبَادَةِ وَالنُسُكِ وَالوَرَعِ وَالخَشْيَةِ وَكَفِّ الجَوَارِحِ الظَاهِرَةِ وَالبَاطِنَةِ عَنِ الأَثَامِ حَتَّى لاَيَجِدُ أَحَدُهُمْ قَطُّ يَعْمَلُ شَيْئًا يَكْتُبُهُ كَاتِبُ الشِمَالِ. وَكَانَ لِلطَرِيْقِ حُرْمَةٌ وَهَيْبَةٌ وَكَانَ الأُمَرَاءُ وَالمُلُوكُ يَتَبَرَّكُوْنَ بِأَهْلِهَا لَمَّا يُشْهِدُونَهُ مِنْ صِفَاتِهِمْ الحَسَنَةِ. فَلَمَّا ذَهَبُوا زَالَتْ حُرْمَةُ الطَّرِيْقِ وَأَهْلِهَا. وَصَار النَاسُ يَسْخَرُونَ بِأَحَدَهِمْ وَيَقُولُونَ لِبَعْضِهِمْ : مَادَرَيْتُمْ مَاجَرَى, فُلاَنُ الأَخَرُ عَمِلَ شَيْخًا ؟. كَأَنَّهُمْ لاَيُسَلِّمُونَ لَهُ مَا يَدْعِيْهِ لَمَّا هُوَ عَلَيْهِ مِنْ مَحَبَّةِ الدُنْيَا وَالتَّلَذُّذِ بِمُطَاعِمِهَا وَمَلاَبِسِهَا وَمَنَاكِحِهَا وَالسَعْيِ عَلَى تَحْصِيْلِهَا. حَتَّى إِنِّي قُلْتُ لِبَعْضِ التُجَّارِ لِمَ لاَ تَجْتَمِعُ بِالشَيْخِ الفُلاَنِيْ. فَقَالَ : إِنْ كَانَ شَيْخًا فَأَنَا الأَخَرُ شَيْخٌ, فَإِنَّهُ يُحِبُّ الدُّنْيَا كَمَا أُحِبُّهَا وَيَسْعَى فِيْ تَحْصِيْلِهَا كَمَا أَسْعَى, بَلْ هُوَ أَشَدُّ مِنِّي سَعْيًا عَلَى الدُنْيَا.
Kami mendapati beberapa Guru Mursyid [34] pada awal abad ini. Mereka diatas pondasi yang agung dalam ibadah, amal baik, wara’ (sangat hati-hati dalam masalah halal haram), khasy’yah (benar-benar takut kepada Allah), menjaga anggauta tubuh baik lahir atau batin dari dosa sama sekali. Hingga malikat pencatat amal jelek (pencatat bagian kiri) tidak mendapatkan catatan jelek. Didalam thariqah terdapat kehormatan dan kewibawaan. Dan ketika mereka melihat kebaikan serta kemulyaan akhlak para guru sufi, para pejabat dan para raja memohon berkah kepada para ahli thariqah. [35]
Namun, setelah mereka tidak tiada, hilanglah kehormatan tarekat dan pengamalnya. Dan manusia merendahkan para pengamal tarekat. Diantara masarakat ada yang berakat kepada kawannya. Tahukah kamu apa yang terjadi, didalam lingkungan orang-orang yang menjadi guru mursyid ?. Mereka sudah tidak mau memahami lagi terhadap apa yang dida’wakan masarakat kepada mereka. Karena mereka (para guru mursyid) sudah hanyut dalam cinta dunia (dan kehormatan) dan syahwat dunia, serta kelezatan makanan, pakaian dan pernikahan dunia.Mereka lari cepat untuk memperolehnya.
Hingga aku – demikian keterangan Syeh Sya’rani – bertanya kepada salah satu pedagang: “Mengapa saudara tidak berguru kepada Syeh yang bernama Fulan ?.
Jawab pedagang : Jika ia guru mursyid, akupun guru mursyid. Dia mencintai dunia seperti aku mencintainya. Dia lari untuk mengejarnya, sebagaimana aku juga lari untuk mengejarnya, bahkan dia lebih kencang larinya.
Rasulullah Saw juga memberi peringatan kepada mukmin, agar tidak berguru atau mengikuti pemimpin ruhani yang menyesatkan. Guru semacam ini bukan membawa kedalam pencerahan jiwa, tapi akan membawa dalam kebutaan hati serta bodoh tentang makna sunnah dan bid’ah serta bodoh tentang penyakit hati yang melekat dalam jiwa setiap manusia :[36]
إِنَّمَاأَخْوَفُ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الآَئِمَّةُ المُضِلِّوْنَ
Sesungguh yang paling Aku takutkan kepada ummat-Ku, adalah pemimpinan yang menyesatkan.
Demi keselamatkan aqidah ummat masarakat, Perjuangan Wahidiyah memberikan amalan berupa shalawat Wahidiyah, yang didalamnya terdapat doa permohonan kepada Allah Swt, agar Dia memperkenankan Rasulullah Saw menampakkan keagungannya, dan juga kepada Beliau Ghauts Hadzaz Zaman Ra, agar siapapun yang dengan tekun dalam mengamalkannya, akan mendapat hidayah-Nya Allah dapat memahami kebaradaan pribadi Rasulullah Saw dan Ghauts Hadzaz Zaman Ra secara musyahadah.
B. Sifat Sifat Rahmat Manusia Biasa...................BERSAMBUNG....
------------------------
SUMBER : MATERI UP GRADING DA'I WAHIDIYAH - Tingkat Dasar Jilid I - Untuk Da'i Wahidiyah Kecamatan dan Imam Jama'ah Wahidiyah -
Diterbitkan oleh : Yayasan Perjuangan Wahidiyah Pusat Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh Kota Kediri Jawa Timur.
----------------------
SUMBER BACAAN :
[15]. Lihat Rasulullah Saw bersabda : لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أنْ أَكُون أَحَبََّ اِلَيْهِ مِنْ وَالدِهِِ وَوَلَدِهِ وَالنَاسِ أَجْمَعِيْنَ Belum sempurna iman kamu semua, sehingga AKU lebih dicintainya daripada bapaknya, anaknya dan seluruh menusia.
Kitab Jawaahir al-Bukhaari-nya Mushthafa Muhammad ‘Ammarah (penerbit Muhammad Ahmad Nabhan, Surabaya, tt, hlm : 22 – 23, nomer hadis : 11. Keterangan yang sama juga terdapat dalam kitab Fathul Bari-nya Ibnu Hajar al-Asqalani dalam ulasan hadis diatas.
[16]. Kitab Riyadlus Shalihin bab “Man Sanna Sunnatan”. Hadis ini juga diriwatkan oleh Imam Nasa’i, Ibnu Majah,dan Imam Tirmidzi dari Abu Amr dan Jarir Ibnu Abdullah Ra.
[17] Kitab Dalil al-Falihin Lithuruqqi Riyadl as-Shalihin juz I / 442.
[18]. Kitab Syawahid al-Haq, Syeh Yusuf an-Nabhani pada bab muqaddimah.
[19]. Lihat buku Fuyudlat ar-Rabbaniyah/ Permasalah Thariqah (buku ini berisi kumpulan keputusan mu’tamar jam’iyah thariqah an-nahdliyah), terbitan “Khalista” Surabaya, dalam item hasil keputusan mu’tamar ketujuh di ponpes “Futuhiyah” Mranggen Demak Jawa tengah, pada bahasan ke 161 dan 162, terbitan “Khalista “Surabaya
Kitab Sunny yang mu’tabar, antara lain yang ditulis oleh : Abu Thalib al-Makky, Imam Qusyairi, al-Ghazali, Syeh Abdul Qadir al-Jailani, Syeh Ibnu Athaillah as-Sakandari, Syeh Sya’rani dan para ulama yang telah masyhur dalam kalangan kaum sufi.
[20]. Dalam menentukan derajat hadis (shahih, hasan, dla’if atau munkar), telah tertulis dalam kitab-kitab hadis yang mu’tabar (yang ditulis oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud dan lainnya). Hingga tidak perlu lagi mengadakan takhrij (penelitian kwalitas hadis, selama ulama terdahulu telah menetapkannya). Berlainan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum salafi wahabi yang sering mendla’ifkan bahkan memungkarkan hadis yang telah dinilai shahih atau hasan oleh ulama dahulu.
[21]. Imam Syafii dalam kitab Diwan-nya yang diterbitkan “Dar al-Jil” Bairut, tahun 1974, menjelaskan :
فَقِيْهًا صُوفِيًا فَكُنْ لَيْسَ وَاحِدًا فَإِنِّـي وَحَـقُّ اللهِ إِيَّاكَ أَنْصَـحُ
فَذَاكَ قَاسَ قَلْبُهُ لَمْ يَذُقْ تُقًى وَهَذَا جَهُوْلٌ كَيْفَ ذُو الجَهْلِ يَصْلُحُ
Jadilah kamu ahli fiqh dan ahli tasawuf. Dan janganlah salah satunya. Sungguh aku dengan kebenaran dari Allah, member nasehat kepadamu. Dia (yang hanya ahli fiqh) saja, hatinya keras serta tidak merasakan taqwa. Dan dia (yang hanya ahli tasawuf), seperti orang bodoh. Dan bagaimana orang bodoh, patut menjadi pembimbing.
Disini yang perlu mendapat perhatian, teks syair Imam Syafii tersebut diatas, anehnya tidak terdapat dalam cetakan yang dikeluarkan dalam e-book, buku elektronik : http://www.almeshkat.net/books), atau buku “Mereka Memalsukan Kitab-Kitab Karya Ulama Klasik”, tulisan Syeh Idahram, Penerbit “Pustaka Pesantren”, Jl. Parangtriris KM 4.4 Yogyakarta.
Dalam buku ini, diterangkan juga bahwa mereka sengaja melakukan sesuatu yang menodai ilmiyah. Diantaranya, mereka menghapus teks-teks yang terdapat dalam kitab para ulama klasik yang bertentangan dengan akdidahnya, serta memalsukan/ menyisipkan teks yang tidak ditulis oleh para penulis kitab tersebut. Sampai-sampai teks hadis yang terdapat dalam kitab as-Shahih Bukhari dan Muslim juga dihapus dan dipalsukan.
[22]. Kitab Afdlalus Shalawat-nya Syeh an-Nabhani dalam pasal.
[23]. Lihat kitab Afdlalus Shalawat, Syeh Yusuf an-Nabhaani Ra (w. 1933 M), dalam pasal 4. Sejalan dengan Syeh an-Nabhani Ra, Syeh Abdul Wahhab as-Sya’rani Ra (w. 973 H) dalam kitabnya al-Anwar al-Qudsiyah pada sanad talqin menjelaskan :
[24]. Hadis shahih riwayat Ahmad dari Abu Sa’id al-Khudri, kitab Jami’ as-Shagir-nya Imam jalaluddin Suyuthi pada juz II dalam bab “wawu”.
[25]. HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai, kitab Jami’ as-Shaghir fii Ahaadiis al-Basyir an-Nadziir-nya Imam Jalaluddin as-Suyuthi, pada juz I dalam bab “alif dan dzal”.
[26]. Kitab Syawahidul Haq fil Istighatsah bi Sayyidil Khalqi wal Basyar Saw-nya Syeh Nabhani Ra, dalam pasal 3 pada ulasan “pendapat para ulama tentang istighatsah kepada Nabi Saw”.
[27]. Hadis ini dapat dipahami sebagai ulasan terhadap firman Allah Swt , Qs. al-Anbiya’ : 107 :
وَمَا اَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةَ لِلْعَالَمِيْنَ : Dan Kami (Allah) tidak mengutus Engkau, kecuali sebagai rahmat kepada alam.
[28]. . Kitab Jami’ as-Shahigir juz I bab “alif”. Dan Imam Suyuthi menerangkan hadis ini hasan.
[29]. HR. Ahmad (Musnad, nh : 3233)
[30]. Kitab as-Syifa’-nya Syeh Abul Fadlal Iyadl al-Yahshubi Ra, dalam juz I bab I pada pasal 1.
[31]. Kitab al-Ghunyah dalam juz II pada bab “maa yajibu ‘ala al-mubtadi” pasal kesatu. Hadis yang sepadan diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah (Shahih, nh : 4661, dalam kitab “al-birr wa as-shlah” pada bab “fadl iyadah al-maridl”).
[32]. Kitab Thabaqaat al-Kubra-nya Syeh Abdul Wahhab as-Sya’rani Ra juz II dalam kisah “Syeh Ibnu Makhala”.
[33]. Kitab al-Anwarul Qudsiyah fii Ma’rifati Qawaa’id as-Sufiyah dalam bab ‘muqaddimah”. Yang mana kitab ini ditulis disebabkan oleh banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam lingkungan kaum sufi dan para guru tarekat. Demikian pula, ketika al-Ghauts fii Zamanihi Imam al-Qusyairi Ra (w. 465 H) menulis kitab Risyalah al-Qusyairiyah, dan al-Ghauts fii Zamanihi Ra Imam al-Ghazali Ra menulis kitab Ihya’ Ulumuddin. Pada masa Beliau Ra berdua, terjadinya penyimpangan dari para pembimbing tarekat sufi, sehingga kebanyakan kaum fuqaha’ menganggap tasawuf sebagai amalan yang kurang dapat dipertanggung jawabkan dalam sunnah Islam.
Shalawat Wahidiyah dan Perjuangan Wahidiyah, oleh Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa Ra dimaksudkan mengembalikan inti tasawuf sebagaimana yang diwariskan oleh Rasulullah Saw, yang tidak memisahkan antara aqidah (sebagai jiwa), fiqih (sebagai pelaksanaan hukum lahiriyah) dan moral (sebagai keluhuran budi).
[34]. Ibid. Dalam bab “sanadul qaum”, Syeh Sya’rani menjelaskan bahwa para guru mursyid waktu itu adalah orang yang keshalihan, kewara’an dan kezuhudannya seperti yang dicontohkan oleh Rsulullah Saw. Dan pula – masih keterangan Syeh Sya’rani -, Beliau Ra memiliki amalan yang sanadnya antara dirinya dengan Rasulullah Saw hanya terhalang oleh 1 atau 2 orang GURU MURSYID, yang akhirnya Beliau Ra mengambil langsung dari Rasulullah Saw setelah Guru Mursyid-nya wafat. Beliau Ra mencari hidayah Allah Swt, syafaat Rasulullah Saw melalui Syeh Ali al-Khawash. Dan Syeh Ali al-Khawash melalui Syeh Ibrahim al-Matbuli Syeh Ibrahim al-Matbuli dari Rasulullah Saw secara langsung. Kemudian setelah wafatnya Syeh Ibrahim al-Matbuli, Syeh Ali al-Khawash mengambil langsung dari Rasulullah Saw.
[35]. Diantara tanda benar dan sahnya suatu tarekat, antara dapat membawa pengamalnya dekat dengan sedekat mungkin kepada Rasulullah Saw secara ruhani maupun mushafahah dan musyfahah (dapat berdialog). Jika tidak, maka tarekat tersebut dinilan batal. Lihat dalam kitab al-Anwarul Qudsiyah –nya al-Ghauts fii Zamanihi Ra Syeh Abdul Wahhab as-Sya’rani, dalam bab “sanadul qaum”
[36]. Kitab Jami’ as-Shagir –nya Imam Suyuthi, juz I bab alif. Atau kitab Kasyful Khifa’ juz I, bab alif.
[37]. HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Thabrani dan Baihaqi.
Foto Ahmad Dimyathi.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
KomentariBagikan
95Abdullah Selamet, Wali Kasalofa, dan 93 lainnya
3 komentar
7 kali dibagikan
Komentar
Ahmad Dimyathi
Ahmad Dimyathi Pak Kyai Rahmat Sukir menyampaikan bahwa tanda-tanda kebenaran Sulthonul Awliya' (pimpinan Wali) adalah mudah menyampaikan / menghantarkan murid-muridnya mampu bertemu dengan Beliau Rosullulloh SAW baik secara ru'yah sholihah (mimpi) maupun secara yaqodotan (bertemu langsung).. — bersama Rahmat Sukir dan 20 lainnya di Prapatan Ciawi BOGOR JABAR - https://t.co/poZqJkxM1thttp://t.co/SGiy8MCbow
Kuliyah Wahidiyah Triwulan Bogor Sponsor Bapak bapak 13…
YOUTUBE.COM
18 Juni 2015 pukul 4:14 · Suka · 1 · Hapus Pratinjau
Yusak Andi Pornomo
Yusak Andi Pornomo Ijin share
18 Juni 2015 pukul 8:00 · Batal Suka · 1
Ahmad Dimyathi
Ahmad Dimyathi BOLEH..SILAKAN ..SEMOGA BERMANFAAT...AMIIN...
18 Juni 2015 pukul 11:21 · Suka · 1
Ahmad Dimyathi

Diposting oleh AHMAD DIMYATHI S. AG di 01.07 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Cari Blog Ini

Wikipedia

Hasil penelusuran

Langganan

Postingan
Atom
Postingan
Semua Komentar
Atom
Semua Komentar

17 TEMA PENTING

  • 005.01.317 - Teks SHOLAWAT WAHIDIYAH Tulisan Latin Dengan Terjemahnya
    01.317  BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH SHOLAWAT WAHIDIYAH BERFAEDAH MENJERNIHKAN HATI DAN MA'RIFAT BILLAH WA ROSUULIHI SAW. ...
  • Catatan Kecil 46 : "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH"
    YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ! KISAH DAN PETUAH Catatan Kecil 46 : "KESAKSIAN" SEBAGAI PERSONAL (PENGAMAL) APA YG KAMI KET...
  • 033.01.317 - KEDUDUKAN AL-GHAUTS RA
    J.          YAA  SAYYIDII  YAA  ROSUULALLOH  ! I. 01.317 -  "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH" 0 033.01.317    -    KEDUDU...
  • Catatan Kecil 12 : MUJAHADAH ILMU LADUNI ("ALLIMNI" = Ilmu Laduni bongso lahir, "WA ROBBINI" = Ilmu Laduni bongso batin).
    YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS ! KISAH DAN PETUAH Catatan Kecil 12 : "KESAKSIAN" SEBAGAI PERSONAL (PENGAMAL) APA YG KAMI KETA...
  • Catatan Kecil 68 : "KEDUNGLO GEGER KARENA NAMA AGUS ABDUL MAJID ALI FIKRI".
    FAFIRRUU ILALLOH WA ROSUULIHI SAW ! KISAH DAN PETUAH Catatan Kecil 68 : "KESAKSIAN" SEBAGAI PERSONAL (PENGAMAL) APA YG KAMI K...
  • Catatan Kecil 41 : "AUROD MUJAHADAH KHUSUS PENINGKATAN FAFIRRUU ILALLOH 5000".
    YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ! KISAH DAN PETUAH Catatan Kecil 41 : "KESAKSIAN" SEBAGAI PERSONAL (PENGAMAL) APA YG KAMI KETAHUI...
  • Catatan Kecil 40 : "AUROD-AUROD MUJAHADAH - Aurod Mujahadah Pembangunan, AUROD A DAN AUROD B MUJAHADAH KHUSUS "BULAN PENYIARAN WAHIDIYAH", AUROD MUJAHADAH KHUSUS KEUANGAN, AUROD MUJAHADAH KHUSUS KEAMANAN, KALIMAH THOYYIBAH TAHLIL".
    FAFIRRUU ILALLOH WA ROSUULIHI SAW ! KISAH DAN PETUAH Catatan Kecil 40 : "KESAKSIAN" SEBAGAI PERSONAL (PENGAMAL) APA YG KAMI K...
  • 0040.01.317 - CONTOH TEKS KULIAH WAHIDIYAH
    FAFIRRUU  ILALLOH WA ROSUULIHI SAW ! I. 01.317 -  "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH" 0 040.01.317    -  CONTOH  TEKS KULI...
  • Catatan Kecil 42 : "PENGALAMAN NYATA DAN PENGALAMAN ROHANI IKUT HADIR MUJAHADAH KUBRO DI KEDUNGLO DAN AIR BERKAH KEDUNGLO MBAH MA'ROF RA.
    YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ! KISAH DAN PETUAH Catatan Kecil 42 : "KESAKSIAN" SEBAGAI PERSONAL (PENGAMAL) APA YG KAMI KETAHU...
  • Catatan Kecil 25 : IJAZAH Do'a/MUJAHADAH Kun Fayakun Beliau Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid RA di Madinah.
    YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS ! KISAH DAN PETUAH Catatan Kecil 25 : "KESAKSIAN" SEBAGAI PERSONAL (PENGAMAL) APA YG KAMI KET...

Arsip Blog

Daftar Link Penting

  • PENGAMAL WAHIDIYAH
  • GUS DUR ORA TERIMO WAHIDIYAH DISESATKAN
  • DPRW PROP. JABAR
  • FORUM DISKUSI BERSAMA PENGAMAL SHOLAWAT WAHIDIYAH
  • BLOG A - FORUM DISKUSI BERSAMA PENGAMAL SHOLAWAT WAHIDIYAH
  • Kaum Jin
  • Ahmad Dimyathi.S.Ag FB
  • Alam Jin

FAFRUU ILALLOH !

FAFIRRUU ILALLOH WA ROSUULIHI SAW !

Translate

Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger.