KISAH DAN PETUAH
Catatan Kecil 100 : "KESAKSIAN" SEBAGAI PERSONAL (PENGAMAL) APA YG KAMI KETAHUI, RASAKAN DAN ALAMI DALAM PERJUANGAN WAHIDIYAH :
![]() |
Add caption |
Bulan rajab adalah bulan dimana Rasulullah SAW. di Isrokan dan di Mi’rajkan oleh Allah SWT. dari alam Mulki ke alam Lahut, merupakan kisah perjalan pertemuan kepada Allah SWT(wushul ilaa Allah) atas undangan Kholik kepada Makluk-Nya, maka satu-satunya yang pantas untuk dikisahkan dan dipetuahkan perjalan-nya secara kaffah (dhohir dan bathin) hanyalah beliau Rasulullah SAW.
Oleh karena itu kisah Isro dan Mi’raj selain mengandung makna mu’jizat juga kaya akan pelajaran bagi umat manusia untuk bisa wusul ilaa Allah (ma’rifatullah) sebagaimana beliau SAW bersabda :
"Shalat adalah mi’raj-nya bagi orang-orang yang beriman".
Selain Rasulullah SAW. yang diundang, maka Allah SWT. juga mengundang kepada seluruh manusia - Hamba dan Makluk-Nya, dengan Firman-Nya :
"Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas/ridha lagi diridhai-Nya.(QS-AlFajr, ayat: 28)",
Dan Allah SWT. menunjukan jalan yang mudah, dengan firman-Nya :
"Siapa yang mengharap perjumpaan dengan Allah SWT. maka hendaknya ia mengerjakan amal sholeh (LILLAH) dan jangan mempersekutukan Allah SWT. (BILLAH) dalam beribadah(QS. Al-Kahfi, ayat: 110).
Maka dalam rangka menjelaskan amal sholeh (LILLAH) dan jangan mempersekutukan Allah SWT (BILLAH) dalam beribadah sebagai bentuk perjalanan kembali kepada Allah SWT(Fafirruu Ilalloh = wushul Ilalloh), para ulama beragam mengkisahkan perjalanan Isro Mi’raj yang disusun/disampaikan sebagai bahan tafakur dan tadzakur, serta Tadabbur (merenungkan, menghayati dan memikirkan).
Maka, Metode Tadabbur ialah kombinasi penggunaan akal dan hati dalam memahami, menghayati dan memikirkan perjalanan Isro' dan Mi'roj Rosululloh SAW seperti yang tersebut dalam Manqobah ke-11 kitab Tafrikhur Khotir dan Uquudul La’ali. Dan banyak lagi Kitab-Kitab lain yang seperti itu.
Dalam rangka mensyi’arkan Agama Allah SWT perlu adanya kejelasan dan kepastian, sehingga tidak ada ragu lagi dan rasa-pun tetap nyaman untuk terus berjalan/beramal, seperti Burok yang tidak mau diam ketika berada dihadapan Rasulullah SAW. seolah-olah tidak mau dijadikan kendaraan,.. ternyata bukan tidak mau tapi ada dua permintaan,
Pertama Kejelasan Masalah :
"Kalau sekarang saya jadi kendaraan-mu yaa Rosuulallah maka nanti-pun disorga jangan mengendarai yang lain.........
Rasulullah SAW. bersabda : yah..Permintaan-mu aku kabulkan.
Mafhumnya: Rasulullah SAW disini adalah penjelmaan yang sempurna dari Syari’at Islam dan (sabda Rasulullah SAW. itu pasti terjadi), bahwa sebenarnya diakhirat nanti di hadapan Allah SWT. semua ruh akan membawa dan mempertanggung-jawabkan yang dijadikan syari’at dalam hidupnya manusia di dunia.
Kedua Kepastian Masalah (pembuktian) :
"Mohon yang mulia (Rasulullah SAW.) memegang pundak-ku agar menjadi tanda di hari kiamat, yang dimaksud dengan tanda itu adalah “iman” (BILLAH), karena tanpa ada iman (BILLAH) semua amal kebaikan yang disyari’atkan (LILLAH) menjadi tidak berguna.
Adapun salah-satu jalan agar tertanam kokohnya iman adalah dengan berbai’at atau talqien dzikir, sebagaimana Rasulullah SAW. bersaabda :
"Siapa yang mati sedang dipundaknya tidak ada bai’at, maka dia mati seperti matinya Jahiliyyah",
dan dari hadits lainnya, Rasulullah bersabda :
“Aku ajarkan kalimat baik ini kepada para sahabat agar dapat membersihkan hatinya dan mensucikan Nafsunya (Tazkiyyatun nafsi) sehingga sampai ke-Hadirat Allah SWT dan mendapat kebahagiaan yang abadi (qudus) “.
(Miftahus Shuduur II, hal: 25)
Setelah Rasulullah SAW memegang pundaknya maka tiba-tiba gejolak rasa bahagia Burok tak terbendung lagi, sehingga jasadnya saja tidak cukup lagi untuk menampung ruhnya, demikian pula yang dirasakan oleh orang-orang setelah menerima talqien dzikir yaitu :
"Wakhusyu’un, wadumu’un, wahtirokun, waghtirokun wadzalika 'alamatul fathi" (Khusyu', mencucurkan air mata, terbakar dan tenggelam dalam kenikmatan).
Itulah diatara tanda-tanda terbukanya hijab seseorang sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Setiap bai’at (pelajaran) yang didapat setelah Nabi Muhammad SAW. Itu memperbaharui bai’at (pelajaran) yang telah dicotohkannya, adapun orang-orang ‘Arifiin (para Al-Ghouts) adalah pengganti/penerus beliau Rasulullah SAW”. (Miftahush Shuduur (II) , hal: 27).
Wallahua’alam
AL-FAATIHAH - MUJAHADAH !.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar