Kamis, 07 April 2016

TANGIS DALAM MUJAHADAH

TANGIS DALAM MUJAHADAH

A.              Tafaakur Dan ‘Ibrah.
Masyarakat memiliki pemimpin yang berilmu luas serta bertaqwa kepada Allah Swt merupakan pintu menuju kebahagiaan dan kedamaian. Dan jika masyarakat dipimpin oleh yang bodoh dan lagi durhaka akan terbawa kedalam kehancuran. Sebagaimana yang tercermin dalam sabda Rasulullah Saw  : [1]
أَفَةُ الدِيْنِ ثَلاَثَةٌ فَقِيْهٌ فَاجِرٌ وَإِمَامٌ جَائِرٌ وَمُجْتَهِدٌ جَاهِلٌ
Afat agama ada tiga : ahli fiqh yang durhaka, imam yang tidak adil dan mujtahid (orang menafsiri Qur’an dan hadis) yang bodoh.
Rasulullah Saw bersabda  :[2] إِنَّ أَخْوَفَ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيْمُ اللِسَانِ.  : Sesungguhnya yang paling aku takuti dari sesuatu yang aku takutkan pada ummatku, adalah orang munafiq  yang alim lisannya.
Dan dalam hadis lainnya, Rasulullah Saw bersabda  : [3]
أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي ثَلاَثًا زِلَّةُ عَالِمٍ وَجَدَالُ مُنَافِقٍ بِالْقُرْآنِ وَالتَكْذِيْبِ بِالقَدَرِ.
Aku menakutkan tiga perkara terhadap ummatku : hilangnya orang alim, perdebatannya orang munafiq tentang al-Qur’an dan pendustaan terhadap taqdir.
1.               Seseorang, masih dikelompokkan kedalam golongan orang munafik, selama malas mendirikan shalat, suka berbuat riya’/ tidak ikhlas (tidak didasari LILLAH BILLAH, dalam istilah Wahidiyah) ketika beribadah, serta sangat sedikit waktu yang digunakan untuk ingat kepada Allah Swt. Firman Allah Swt :
إنَّ المُنَافِقِينَ يُخَادُعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَلاَةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤنَ النَاسَ وَلاَيَذْكُرُونَ اللهَ إلاَّ قَلْيلاً
Sesungguhnya orang-orang munafiq (ingin) menipu Allah, (tapi) Allah-lah yang akan (membalas) tipudaya mereka. Dan ketika mendirikan shalat, mereka mendirikannya dengan malas, serta memperlihatkan (ibadahnya) kepada manusia. Dan mereka tidak ingat kepada Allah kecuali sedikit. (Qs. an-Nisa’ : 142).
Bahkan dalam surat at-Taubah ayat 54, dijelaskan bahwa malas mendirikan shalat termasuk sifat dari orang kafir kepada Allah dan rasul-Nya.
إِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ وَلاَيأْتونَ الصَلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلاَ يُنْفـقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ
Sesungguhnya mereka yang kafir dengan Allah (billah) dan dengan rasul-Nya (birrasul), dan mereka tidak mengerjakan shalat kecuali dengan malas, dan tidak menginfaqkan hartanya kecuali dengan terpaksa.  
Dalam surat al-Ma’un, juga dijelaskan bahwa orang yang tidak sungguh-sungguh dalam mendirikan shalat akan ditempatkan dalam neraka wail.
 فَوَيلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ. الذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْنَ. الذِيْنَ هُمْ يُرَاءُونَ. وَيَمْنَعُونَ الماعُونَ 
Neraka wail diperuntukkan bagi orang yang shalat. (yaitu) orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’. Dan mereka enggan menolong dengan barang yang dibutuhkan masyarakat.
2.               Tidak terjebak oleh kehidupan duniawi, sadar kembali kepada Allah Swt dan mempersiapkan bekal kematian sebelum datangnya kematian merupakan tanda-tanda pokok bagi orang yang jiwanya dikuasai cahaya ke-Tuhan-an. Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ النُوْرَ إِذَا دَخَلَ القَلْبَ انْتسَحَ وَانْشَرَحَ.  فَقِيْلَ : يَارَ سُولَ اللهِ هَلْ لِذَالِكَ مِنْ عَلاَمَاتِ يُعْرَفُ بِهَا فَقَالَ  :  التَجَافَى عَنْ دَارِالغُرُورِ, وَالإِنَابَة إِلَى دَارِالخُلُودِ, وَالإَسْتِعْدَادِ لِلْمَوْتِ فَبْلَ نُزُولِ المَوْتِ
Sesungguhnya “nur”(Ilahiyah) ketika telah masuki hati, maka Allah melebarkan hatinya. Kemudian ditanyakan : Wahai Rasulullah untuk hal tersebut, adakah tanda-tanda untuk mengetahuinya?. Rasulullah menjawab : berpaling dari kehidupan duniawi yang menipu dan kembali (inaabah) kepada rumah abadi (Allah) serta mempersiapkan mati sebelum kematian. [4]
3.               Dapat menangis ketika dzikir kepada Allah Swt, merupakan tanda-tanda dari orang yang mendapatkan perlindungan-Nya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda : [5]
                سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ  :  الإمَامُ العَادِلُ,  وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبِادَةِ رَبِّهِ,  وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي المَسَاجِدِ, وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ,  وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ,  وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَتَعْلَمُ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ,  وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
            Tujuh kelompok manusia, Allah akan memayunginya dalam payung-Nya pada hari yang sudah tidak ada payung kecuali payung-Nya :
1)        Imam yang adil.
2)        Remaja yang bersemangat tinggi dalam mengabdi kepada Tuhannya.
3)        Lelaki yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid.[6]
4)        Dua lelaki yang saling mendekati dalam urusan agama Allah. Mereka berkumpul dan berpisah diatas agama-Nya.
5)        Lelaki yang dirayu oleh wanita yang memiliki kedudukan atau harta serta memiliki kecantikan, tetapi ia menjawab : Sungguh aku takut kepada Allah.
6)        Seseorang yang bersedekah dengan rahasia, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan tangan kanannya.
7)        Seseorang yang dzikir kepada Allah dalam kesunyian, kemudian mengalir air matanya.

B.               Sebab-Sebab Menangis
Kebutaan hati kita terhadap kemurkaan Allah Swt terhadap dosa-dosa diri serta kelalaian dari memikirkan azab yang pedih diakhirat, menyebabkan seseorang tidak memiliki rasa susah padahal diri banyak dosa. Dan jika sekiranya, mukmin mengetahui sebagaimana yang diketahui oleh Rasulullah Saw, niscaya mudah menangis dan malu kepada-Nya. Rasulullah Saw bersabda  (diriwayatkan dari sahabat Anas Ibn Malik Ra) : [7]
لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَاأَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا. قَالَ: فَغَطَّى أَصْحَاب رَسُولِ اللهِ صلى اللهُ عَليهِ وَسَلَّمَ وُجُوهَهُم لَهُمْ خَنِيْنٌ
Jika kamu semua mengetahui seperti apa yang aku ketahui, pasti kamu semua sedikit tertawa dan banyak menangis. Sahabat Anas berkata : Kemudian semua sahabat Rasulullah Saw menyembunyikan wajahnya (karena malu), dan menangis bersenggukan.
Dan dalam hadis lain (kitab As-Syifa-nya Syeh Abul Fadlol ‘Iyadl) terdapat penambahan redaksi : [8]
لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَاأَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا  وَمَا تَلَذَّ ذْتُمْ بِالنِسَاءِ,  وَلَخَرَجْتُمْ  إِلَى الصَعَدَا تِ تَجْأَرُونَ إِلَى اللهِ
Dan kamu semua tidak terlalu berpuas-puas dengan wanita ditempat tidur, dan pasti kamu semua keluar menuju tempat yang ramai, kemudian kamu mengeraskan suara (untuk menangis).
Arti kata ( الصُعَدَاتِ = as-sha’adaat), adalah : jalan atau tempat yang ramai dan yang banyak dilewati manusia, sehingga manusia dapat ikut bertaubat dan menangis kepada Allah Swt. Sedangkan asal arti kata taj-aruun adalah : agak mengeraskan suara (menangis dengan suara yang dapat didengar oleh banyak orang).[9] 
HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibn Umar Ra, Rasulullah Saw bersabda : [10]
لاَتَدْخُلُوا عَلَى هَؤُلاَءِ المُعَذَّبِيْنَ إِلاَّ أَنْ تَكُونُوا بَاكِيْنَ, فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا بَاكِيْنَ فَلاَ تَدْخُلُواعَلَيْهِمْ لاَيُصِيْبُكُمْ مَاأَصَابَهُمْ.
Janganlah kamu semua masuk kedalam lingkungan orang-orang yang berbuat dosa, kecuali kamu menangis. Jika kami tidak menangis, janganlah kamu memasukinya, kamu tidak akan mendapatkan musibah seperti yang menimpa mereka.
Rasulullah Saw bersabda : [11]
مَنْ ذَكَرَ اللهُ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يُصِيْبَ الأَرْضُ مِنْ دُمُوعِـهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ
Barang siapa yang ingat kepada Allah kemudian mengalir airmatanya dari takut kepada Allah hingga bumi kejatuhan airmatanya, maka Allah tidak akan menyiksanya dihari kiamat
Diriwayatkan dari Bakir Ibn Abdullah al-Asyaj, Rasulullah Saw bersabda :[12]
         أللهُمَّ ارْزُقْنِي عَيْنَيْنِ هَطَالَتَانِ 
        Ya Allah, berilah aku dua mata yang mudah menangis.
Hal ini tercermin dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Mas’ud Ra, Rasulullah Saw bersabda : [13]
إِنَّ المُؤْمِنُ يَرَى ذَنُوْبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلِ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الفَاجِرَ يَرَى ذَنُـوبَهُ كَـذُبَابِ مَرَّ عَلَى أَنْـفِهِ
Sesungguhnya orang yang beriman adalah (orang) yang dapat melihat dosa-dosanya bagaikan orang yang duduk dibawah gunung, dia takut akan kejatuhan gunung. Sedang orang yang durhaka, dalam melihat dosa-dosanya bagaikan orang melihat lalat yang menempel diatas hidungnya dan yang mudah diusir.
Menangis merupakan gejala dan fenomena psikologis (peristiwa kejiwaan). Setiap manusia pernah mengalami menangis. Baik ketika bayi, masa kanak-kanak, dewasa menjadi remaja, ketika sudah menjadi orang tua bahkan menjadi nenek-nenekpun bisa menangis.
Motifasi (dorongan) menangis itu bisa terjadi dari berbagai macam sebab. Tangisan bayi merupakan bahasa untuk memberi tahukan keadaan dirinya dan apa yang dibutuhkan; lapar, haus, badan terasa kotor, terkena pipis, badan tidak enak/ sakit dan sebagainya. Rasulullah Saw mengabarkan bahwa; tangisan bayi yang baru lahir, dikarenakan disentuh oleh setan. Sedangkan tangis bayi sampai umur 4 tahun adalah merupakan istighfar permohonan magfirah  atas dosa kedua orang tuanya.
Orang yang susah karena mengalami musibah atau penderitaan yang berat seperti sakit, kematian sanak famili, kehilangan kekasih, kehilangan harta benda dan sebagainya bisa menangis. Orang yang terlalu senang dan gembira juga bisa menangis.
Terlalu takut kepada sesuatu juga bisa menangis. Pokoknya, menangis dapat selalu terjadi dalam situasi dan kondisi yang bermacam-macam, selama fikiran masih normal. Orang gila atau orang yang tidak normal otaknya tidak bisa menangis. Kalaupun kedengaran suara dia menangis, tidak keluar air mata, sebagaimana tangisnya orang yang masih normal fikirannya.
Jelaslah bahwa dorongan menangis itu datang dari jiwa diri orang yang menangis itu sendiri, karena adanya sentuhan jiwa atau rangsangan batin. Tangis tidak bisa diada-adakan atau dipaksakan dari luar tanpa ada sesuatu yang merangsang menyentuh kedalam jiwa. Begitu juga kita tidak dapat memberhentikan orang yang sedang menangis begitu saja. Bagaimanapun usaha kita, dengan kekerasan sekalipun, kita tidak dapat menahan orang jangan menangis atau supaya berhenti menangis. Tangis itu akan berhenti dengan sendirinya juga telah datang “sesuatu“ yang merangsang jiwanya, yang meredakan kegoncangan batinnya. Usaha menahan tangis dari luar, hanya sekedar membantu proses datangnya “sesuatu“ yang menentramkan kegoncangan jiwa tadi. Jadi juga ada manfaatnya. Dan memang harus diusahakan oleh orang-orang yang ada di sekeliling orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa seperti itu.
Didalam Mujahadah Wahidiyah, banyak kita jumpai dan bahkan sering kita sendiri mengalami menangis. Dalam pada itu sering kita menangis tidak mengetahui sebab-sebabnya. Tahu-tahu menangis begitu saja tanpa ada sebab. Tetapi pada satu tempo kita mencoba mengusahakan dan memaksakan diri kita untuk bisa menangis, tetapi itu juga tidak berhasil bisa menangis, walaupun dalam keadaan mujahadah sekalipun. Begitu juga pernah terjadi bahwa pada satu tempo ketika bermujahadah kita tidak dapat menguasai diri dari menangis, tidak mampu mengendalikan tangis sampai tercetus suara jeritan-jeritan yang keras. Mengapa begitu ?. Jawabnya yang tepat : Allahu A’lam. Kemampuan rasio tidak mampu mengadakan pendekatan-pendekatan, lebih-lebih membuat analisa rasional.
Menangis, sangat berkaitan dengan kepekaan atau sensitifitas jiwa terhadap sesuatu yang ditangisi atau disesali. Sebagai misal, ditengah-tengah masyarakat terdapat seseorang yang cepat dan mudah merasa malu serta menyesal dengan kesalahan yang sederhana atau sedikit. Namun ada juga seseorang yang memiliki kesalahan yang cukup banyak dan berat, namun tidak memiliki malu dengan tetangga lingkungan, tidak ada penyesalan, bahkan bangga dengan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya. Diantara manusia; ada yang memiliki rasa belas kasihan kepada kaum yang lemah, kaum yang tertindas, dan kemudian membela dan memperjuangkannya. Namun ada juga seseorang yang tidak memiliki perhatian dan keprihatinan sama sekali terhadap kaum tersebut. Rasa kasihan dan ingin membela kaum yang lemah, keprihatinan terhadap dekadensi moral, atau memiliki rasa malu tentang kesalahan diri, baik kepada diri sendiri, kepada ummat masyarakat, lebih-lebih kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw, tidak berkaitan dengan keintelektualan seseorang, tapi berkaitan dengan kepekaan jiwa.  
Demikian pula kepada Allah Swt, diantara mukmin ada yang mudah memiliki rasa malu dan benar-benar takut kepada Allah Swt dengan kesalahan ringan (dosa kecil) apalagi dosa besar, dan kemudian menyesal dan menagis serta sungguh-sungguh bertaubat. Dan ada juga diantara mukmin yang mengerti jika dirinya banyak dosa, penuh kesalahan dan sangat sedikit kebaikannya, akan tetapi hatinya tidak memiliki rasa malu apalagi takut kepada Allah Swt. Jelasnya, menangis kepada Allah Swt berkaitan sekali dengan kepekaan jiwa seseorang terhadap dosa yang dilakukan, dan bukan berkaitan dengan akal dan banyaknya ilmu yang dikuasainya. Artinya, hampir setiap orang memiliki pengertian, kalau manusia merupakan makhluk yang banyak berdosa kepada Allah Swt, namun mereka tidak merasa malu kepada Allah Swt. Rasa malu dan takut bukanlah perbuatan akal, melainkan perbuatan hati. Sebagaimana iman, juga bukan merupakan perbuatan akal dan fikiran, akan tetapi perbuatan hati atau jiwa.


C.               Bimbingan Menangis [14]
Dapat menangis karena Allah Swt merupakan tanda tanda seseorang yang selamat dihari kemudian. Sebagaimana penjelasan Rasulullah Saw ketika menjawab pertanyaan dari sahabat Uqbah Ibn Amir, Wahai Rasulullah apakah keselamatan itu ?. Rasulullah Saw bersabda  : [15] أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ, وَلْيَسعْكَ بيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيْئَتِكَ  : Jagalah lisanmu, dan kamu merasa luas (betah) dalam rumahmu, dan menangislah atas dosa-dosamu.
Dalam HR. Abu Nuaim al-Ishfahani dari Abdullah Ibn Abbas, Rasulullah Saw  :
مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَارَ وَهُوَ يَبْكِى.
Barang siapa berbuat dosa dan kemudian tertawa, maka dia masuk neraka sambil menangis.
Dalam keterangan hadis lain diterangkan bahwa menyesali perbuatan dosa merupakan bagian dari taubat. Rasulullah Saw bersabda :  النَدَمُ تَوبَةٌ: menyesal itu ber taubat. [16]
Berkaitan dengan hadis ini, Syeh Abdul Qadir Jailani Ra, mengatakan :
وَعَلاَمَةُ صَحَّةُ النَدَمِ : رِقَّةُ القَلْبِ, وَغَزَارَةُ الدَمْعِ.  وَلِهَذَا رُوِيَ عَنِ النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : جَالِسُوا التَوَّابِيْنَ فَإِنَّهُمْ أَرِقُّ أَفْئِدَةٍ.
Tanda-tanda benarnya penyesalan adalah halus (peka)-nya hati, derasnya airmata. Dan hal demikian ini, sebagaimana diriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw yang bersabda :“Duduklah kamu semua bersama orang-orang yang bertaubat. Sesungguhnya mereka sehalus-halusnya perasaan”.
Lain itu pula, iman yang benar dapat membentuk hati seseorang memiliki rasa malu kepada Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda : [17]  الحَيَاءُ مِنَ الإيْمَانِ  : rasa malu (kepada Allah Swt) itu bagian dari iman.
Rasa malu kepada Allah Swt dapat muncul dalam hati, setelah sesorang dapat melihat dosa-dosanya baik dosa lahiriyah maupun dosa batiniyah, kemudian merasa dilihat oleh Allah Swt Dzat Yang Maha Perkasa.
Menangis karena dosa dari setiap mukmin, berbeda-beda. Dan kwalitas menangisnya mukmin dapat dikelompokkan kedalam tiga keadaan :
1.     Diantara mereka ada yang diberi kemampuan oleh Allah Swt penyesalan terhadap perbuatan maksiat sangat dalam, tapi dapat menahan tangisan tanpa suara keras. Hingga setiap orang yang didekatnya dapat terpengaruh jiwanya dan kemudian ikut menangis dan memohon ampun kepada Allah Swt.
2.     Diantara mukmin ada yang belum mampu menahan tangisan, dan karenanya sering menangis dengan suara agak keras. Hingga jiwa orang yang ada didekatnya tidak terpengaruh untuk ikut menangis dan bertaubat.
3.     Diantara mereka ada pula mukmin yang menangis dengan suara yang kurang menyenangkan bagi orang yang ada didekatnya. Hingga menimbulkan kesalah pahaman dari orang-orang yang tidak mengerti keadaan jiwa dari orang yang menyesali dosa dan bertaubat tersebut.
Menangis karena dosa yang muncul dari hati sebaiknya tidak dengan cara menjerit-jerit. Cara menjerit-jerit dalam menangis merupakan ajakan dari setan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
        البُكَاءُ مِنَ الرَحْمَةِ وَالصُّرَاخُ مِنَ الشَيْطَانِ.
            Menangis itu dari rahmat (Allah), sedangkan menjerit-jerit itu dari setan. [18]
        بُكَاءُ المُؤْمِنِ مِنْ قَلْبِهِ وَبُكَاءُ المُنَافِقِ مِنْ هَامَتِهِ
            Menangisnya orang mukmin dari hatinya, sedangkan menangisnya orang munafiq dari kepalanya. [19]
          Tempat iman didalam hati sanubari. Dengan kata lain “iman merupakan perbuatan hati”. Demikian pula rasa takut atau rindu kepada Allah Swt atau terharu dengan kebesaran serta keagunga-Nya, juga merupakan perbuatan hati. Orang yang beriman kepada Allah Swt secara benar, sudah tentu ketika menangis karena dosa keluar dari lubuk hati yang dalam. Sedangkan tangisan orang munafik, bukan disebabkan oleh rasa takut atau malu kepada Allah Swt. Akan tetapi lebih disebabkan oleh rasa malu kepada sesama manusia serta takut terhadap cacian dan fitnahan dari masarakat. Mungkin tangis mereka dibuat-buat, atau berpura-pura menangis.
Meski demikian, menangisnya kelompok ketiga selama diniatkan melaksanakan tuntunan rasul (tangis tangiskanlah) tetap merupakan ibadah kepada Allah Swt. Karena bagi orang yang hatinya keras tidak mungkin tumbuh rasa malu kepada Allah Swt apalagi menangis karena-Nya. Tangisan kelompok ketiga ini tercermin dalam sabda Rasulullah Saw bersabda   : يَآأَيُّهَا النَاسُ أُبْكُوْا فَاِنْ لَمْ تَبْكُوْا فَتَبَاكَوْا  : Wahai manusia, menangislah kamu sekalian. Maka jika kamu tidak bisa menangis, berusahalah agar bisa menangis. [20]Dan, أُتْلُوا القُرْأَنَ وَابْكُوا فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا  : Bacalah al-Qur’an dan menangislah kamu. Jika kamu belum (dapat) menangis, tangis-tangiskanlah. [21]
Berkenaan dengan hadis tentang menangis-nangiskan diri karena dosa, Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkaar, pada kitab “Tilawatul Qur’an”, pasal “adab membaca al-Qur’an”, menjelaskan :
وَيُسْتَحَبُّ البُكَاءُ وَالتَبَاكِي  لِمَنْ لاَ يَقْدِرُ عَلَى البُكَاءِ.  فَإِنَّ البُكَاءَ عِنْدَ القِرَأَةِ صِفَةُ العَارِفِيْنَ وَشِعَارُ عِبَادِاللهِ الصَالِحِيْنَ
Dianjurkan (bagi pembaca al-Qur’an) menangis dan mentangis-tangiskan diri bagi seseorang yang belum mampu menangis. Sesungguhnya menangis ketika membaca al-Qur’an merupakan sifat para arifin dan syi’arnya para hamba Allah yang shalih.
Tentang kondisi hati mukmin yang menangis karena Allah Swt, Al-Ghauts fii Zamanihi al-Arif Billah Syeh Syihabuddin as-Suhrawardi Ra menjelaskan bahwa orang yang menangis karena Allah Swt  tidak lepas dari salah satu 3 keadaan : [22]
فَمِنْهُمْ مَنْ يَبْكِي خَوْفًا, وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْكِي شَوْقًا, وَمِنْهُمْ مِنْ يَبْكِي فَرْحًا. وَاَعْلاَهَا بُكَاءُ الفَرْحِ
Diantara mereka terdapat orang yang menangis karena takut (kepada Allah Swt), dan diatara mereka menangis karena rindu (kepada-Nya), dan diantara mereka menangis karena bahagia (dekat dengan-Nya). Dan yang tertinggi nilainya adalah menangis karena bahagia.
Demikian pula, Imam Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan : bahwa  mengalirnya airmata bagi orang yang ahli dzikir kepada Allah Swt, merupakan air mata yang diridlai olah Allah Swt.
وَفَيْضُ العَيْنِ بِحَسَبِ حَالِ الذّاكِرِ وَمَا يَنْكَشِفُ لَهُ فبُكَاءُهُ خَشْيَةٌ مِنَ اللهِ حَالَ أَوصَافِ الجَلاَلِ وَشوْقًا إلَيْهِ سُبْحَانَهُ حَالَ أَوْصَافِ الجَمَالِ
Dan aliran airmata, orang-orang yang ahli dzikir, adakalanya karena takut kepada Allah sebab mereka sadar akan ke-Maha Perkasa-an Allah, dan adakalanya karena rindu kepada-Nya sebab mereka terharu ke-Maha Indah-an Allah.
Tentang arti khasyyah yang diperintahkan oleh al-Qur’an dan hadis, dalam kitab Dalilul Falihin, juz II pada bab keutamaan menangis karena Allah, dijelaskan : [23]
الخَشْيَةُ  : الخَوْفُ المَقْرُوْنُ بِاِجْلاَلٍ,  وَذَالِكَ لِلْعُلَمَاءِ بِاللهِ.  كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى : إِنَّما يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ العُلَمَاءُ
Khassyah : takut (kepada Allah) yang disertai pengagungan, dan hal ini – hanya kebiasaan ulama yang Arif billah.
Sebagaimana firman Allah Swt  : Sesungguhnya orang yang memiliki khasyyah kepada Allah dari beberapa hamba-Nya, hanyalah Ulama (dalam Qs. Fathir : 11).  
Dan disebutkannya kataal-dzaqan” karena ia merupakan  pertama kali  yang tersentuh tanah (sujud) dengan maksud  dimasjid.

Menangis karena Allah Swt merupakan sesuatu yang muncul dari lubuk hati yang terdalam sebagai tempat iman, ma’rifat dan Nur Ilahiyah, dan bukan dari akal, fikiran atau hati bagian luar. Dengan demikian, sebagaimana penjelasan dari Syeh Syihabuddin as-Suhrawadi, menangis kerena Allah Swt yang dialami oleh mukmin adalah :
وَيَكُونُ البُكَاءُ فِي اللهِ فَيَكُونُ للهِ, وَيَكُونُ بِاللهِ وَهُو الأَتَمُّ
Tangisan dalam Tuhan, adalah yang didasari LILLAH (atas perintah Allah), dan tangisan BILLAH (sebab pertolongan dan kehendak Allah), adalah yang sempurna.[24]
Yang dimaksudkan tangis dalam ke-Tuhanan (Fillah) adalah tangisan yang dilakukan oleh mukmin karena perintah Allah Swt. Sedangkan billah, adalah terjadinya tangisan mukmin bukan atas usahanya, melainkan atas kehendak Allah Swt. Dan tangisan terakhir inilah yang sempurna.
Dalam kelompok manapun  kita menangis, kita harus bersyukur. Dan alhamdulillah tangis yang terjadi di dalam Wahidiyah adalah tangis yang berorientasi (berhubungan atau berkaitan) kepada Allah wa Rasulihi Saw. Tangis di dalam Wahidiyah tidak menangisi soal harta atau apa saja yang bersifat kebendaan/ material. Motif tangis di dalam Wahidiyah dapat terjadi dari bermacam-macam faktor. Antara lain tangis karena ada sentuhan jiwa yang halus sehingga merasa penuh berlumuran dosa, penuh berbuat kedhaliman, merugikan orang lain dan masyarakat dan  sebagainya. Merasa berdosa, berdosa kepada Allah Swt, berdosa kepada Rasulullah Saw, berdosa terhadap orang tua, terhadap anak dan keluarga, terhadap guru, terhadap pemimpin, terhadap bangsa dan negara, terhadap Perjuangan Kesadaran FAFIRRUU ILALLAH WA RASULIHI SAW, terhadap makhluq lingkungan hidupnya dan sebagainya. Diantaranya lagi, karena sentuhan batin berupa “syauq dan mahabbah“ ( rindu dan cinta ) yang mendalam kepada Allah Swt dan kepada Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Saw. Tangis karena kagum melihat keagungan Allah Swt, melihat sifat Jamal dan Kamal Allah Swt, terharu tergores hatinya melihat kasih sayang dan jasa serta pengorbanan Junjungan kita Rasulullah Saw, kepada para umat, terhadap dirinya yang menangis terutama.


D.      Menangis Sebagai Akhlak Rasulullah Saw.........Bersambung ......



[1].   HR. Ad-Dailami, dari Ibnu Abbas Ra dalam Jami’ as-Shaghir, juz I, pada bab “alif”. Mujtahid adalah orang yang memahami/ menggali hukum / menafsiri dari  al-Qur’an dan al-Hadis.
[2].   HR. Imam Ahmad dari Umar Ibn al-Khatthab dalam  dalam Jami’ as-Shaghir, juz I, bab “alif”. Beliau mengatakannya sebagai hadis “shahih”.
[3].   HR. Imam Thabrani dari Abu Darda’ dalam kitab Jami’ as-Shagir, juz I, pada bab “alif”.
[4].   HR. al-Hakim dan Baihaqi dari sahabat Ibn Umar Ra, dalam  Kitab Minhaj al-Abidiin-nya Imam al-Ghazali dalam “muqaddimah”. 
Dalam kitab tafsir al-Qurthubi  dalam penjelasan terhadapa Qs.  az-Zumar ayat 22, menerangkan, bahwa yang  menerima “Nur ilahiyah” secara sempurna hanyalah  Hamba Allah yang Kamil  (al-Ghauts- pen).
Kanjeng Romo KH.Abdul Latif Majid Ra, Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, dalam salah satu fatwa amanatnya menjelaskan; bahwa iman itu terbagi menjadi tiga bagian : iman qauliyah (ucapan), iman ilmiyah dan iman musyahadah (kesaksian).
[5].   Hadis riwayat Bukhari, kitab Jawahir al-Bukhari wa Syarh al-Qusthalaani, nh : 105.
[6].     Sebagian ulama mengartikan “terpaut dengan masjid” dengan “senantiasa melaksanakan amal shalih dan dzikrullah”.
[7].     HR. Bukhari Muslim. Lihat kitab Dalil Falihin, juz II, bab “khauf”, hadis nomer : 06 dan bab “fadlul buka”, hadis nomer : 02. Dan lihat kitab As-Syifa’, juz I, bab “khaufun Nabi rabbahu”, hlm : 96.
[8]      kitab As-Syifa bi Ta’rifi Huquq al-Mushthafa ’juz I, halaman 96,
[9]      Kitab Muziil al-Khafa ‘an Alfadh as-Syifa’ al-Allamah Syeh Ahmad Ibn Muhammad As-Syumni (w. 872 H), catatan kaki kitab as-Syifa’. Lihat kitab As-Syifa’, juz I, bab “khaufun Nabi Rabbahu”.
[10].   Lihat kitab Riyaadlus Shalihin-nya Imam Nawawi Ra, dalam bab “Menangis dan Takut Kepada Allah”, nomer hadis : 01. Sebagian ulama menafsirkan makna “menangis” dalam hadis ini dengan : setidak-tidaknya memasuki lingkungan maksiyat dengan keprihatinan dan kesedihan yang mendalam.
[11].   HR. al-Hakim dari dari Anas. Imam Suyuthi mengatakan hadis ini berajat hasan (kitab Jami’ as-Shaghir, juz II dalam bab “mim”.
[12].   Kitab ‘Awarif al-Ma’arif-nya Imam Suhrawardi dalam bab 24.
Dan perlu diketahui; terdapat 3 ulama yang dipanggil dengan nama Suhrawardi. Imam Suhrawardi al-Maqtul (yang terbunuh karena dituduh sesat, w. 523 H),  Syeh Abun Najiib As-Suhrawardi (w. 578 H) dan Syeh Syihabuddin as-Suhrawadi (penulis kitab Awarif al-Ma’aarif, w. 632 H). Dan yang terakhir adalah ulama dalam madzhab Syafi’i, ahli ushul fiqh, ahli hadis, penyair, seorang hakim pada waktu itu, ahli sastra, ahli dalam bidang tarekat dan tasawuf. Dalam hidupnya beliau senantiasa riyadlah, mujahadah dan air matanya mudah keluar ketika dzikrullah. Dalam penulisan hadis, Beliau memiliki sanad hadis yang bersambung kepada Rasulullah Saw.
[13]. HR. Bukhari, ibid nh : 698. Ulasan hadis lebih jelas dapat dilihat dalam kitab al-Ghunyah-nya Syeh Abdul Qadir al-Jilli Ra, juz I, dalam bab “al-Itii’adz bi Mawa’idzil Qur’an” pada pasal ke 20.
[14].   Didalam salah satu pengajian al-Hikam, Beliau Hadlratul Mukarram Romo KH. Abdul Latif Majid Ra Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, memerintahkan agar pindah tempat  dari dalam masjid keluar masjid kepada peserta pengajian yang sedang menangis dengan suara keras. Menangis dengan suara keras dapat mengganggu peserta pengajian yang lain.
[15].   Hadis berstatus hasan diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Kitab al-Adzkar Imam Nawawi, nh : 964.
[16].    Kitab al-Ghunyah-nya Syeh Abdul Qadir al-Jailani dalam bab “itti’adz bi mawa’idz al-Qur’an wa al-fadzin nabawiyah” pasal ke 22.
[17] .   HR. Muslim & Tirmidzi dari Abdullah Ibn Umar. Kitab Jami’ as-Shagir, juz I dalam bab huruf “ha”.
[18].    HR. Ibnu Sa’ad. Kitab Jam’ as-Shaghir juz I dalam bab “ba”. Imam Syuthi menjelaskan hadis ini berstatus shahih.
[19].    HR. Baihaqi, Thabrani dan Abu Nuaim dari Hudzaifah. Kitab Jam’ as-Shaghir juz I dalam bab “ba”.
[20].   HR. Abu Daud dari Anas Ibn Malik Ra. Kitab Kunuuz a-Haqaaiq fii Haditsi Khair al-Khalaaiq-nya Syeh Abdur Rauf al-Munawi, dalam bab “alif” (dalam Hamisynya kitab Jami’ as-Shagir).
[21].    HR. Ibnu Majah (kitab Kunuzul Haqaaiq fii Hadiitsi Khairil Khalaaiq-nya Imam Abdur Rauf al-Munawi, dalam bab “alif”. Hadis ini juga terdapat dalam kitab Kasyful Khifa’ juz I nomer hadis : 42 riwayat Ibnu majah pula, tanpa didahului kata-kata :  أتْلُوا القُرْأنَ : bacalah al-Qur’an.
[22].   Kitab ‘Awarif al-Ma’arif-nya Imam Suhrawardi dalam bab 24.
[23].   Lihat kitab Dalil al-Falihin, juz II dalam bab “fadlul buka”.
[24].   Kitab ‘Awarif al-Ma’arif-nya Imam Suhrawardi dalam bab 24.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar