TANGIS DALAM MUJAHADAH
A.
Tafaakur Dan ‘Ibrah.
Masyarakat memiliki pemimpin yang berilmu luas serta
bertaqwa kepada Allah Swt merupakan pintu menuju kebahagiaan dan kedamaian. Dan
jika masyarakat dipimpin oleh yang bodoh dan lagi durhaka akan terbawa kedalam
kehancuran. Sebagaimana yang tercermin dalam sabda Rasulullah Saw : [1]
أَفَةُ الدِيْنِ
ثَلاَثَةٌ فَقِيْهٌ فَاجِرٌ وَإِمَامٌ جَائِرٌ وَمُجْتَهِدٌ جَاهِلٌ
Afat agama ada tiga : ahli fiqh
yang durhaka, imam yang tidak adil dan mujtahid (orang menafsiri Qur’an dan
hadis) yang bodoh.
Rasulullah Saw bersabda :[2] إِنَّ أَخْوَفَ مَاأَخَافُ عَلَى
أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيْمُ اللِسَانِ. : Sesungguhnya yang paling aku takuti dari sesuatu yang
aku takutkan pada ummatku, adalah orang munafiq
yang alim lisannya.
Dan
dalam hadis lainnya, Rasulullah Saw bersabda
: [3]
أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي ثَلاَثًا زِلَّةُ عَالِمٍ
وَجَدَالُ مُنَافِقٍ بِالْقُرْآنِ وَالتَكْذِيْبِ بِالقَدَرِ.
Aku menakutkan tiga perkara terhadap ummatku : hilangnya orang alim, perdebatannya
orang munafiq tentang al-Qur’an dan pendustaan terhadap taqdir.
1.
Seseorang, masih dikelompokkan
kedalam golongan orang munafik, selama malas mendirikan shalat, suka berbuat
riya’/ tidak ikhlas (tidak didasari LILLAH BILLAH, dalam istilah Wahidiyah)
ketika beribadah, serta sangat sedikit waktu yang digunakan untuk ingat kepada
Allah Swt. Firman Allah Swt :
إنَّ
المُنَافِقِينَ يُخَادُعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى
الصَلاَةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤنَ النَاسَ وَلاَيَذْكُرُونَ اللهَ إلاَّ
قَلْيلاً
Sesungguhnya
orang-orang munafiq (ingin) menipu Allah, (tapi) Allah-lah yang akan (membalas)
tipudaya mereka. Dan ketika mendirikan shalat, mereka mendirikannya dengan
malas, serta memperlihatkan (ibadahnya) kepada manusia. Dan mereka tidak ingat
kepada Allah kecuali sedikit. (Qs. an-Nisa’ :
142).
Bahkan dalam surat at-Taubah ayat 54,
dijelaskan bahwa malas mendirikan shalat termasuk sifat dari orang kafir kepada
Allah dan rasul-Nya.
إِنَّهُمْ
كَفَرُوْا بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ وَلاَيأْتونَ الصَلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى
وَلاَ يُنْفـقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ
Sesungguhnya mereka yang kafir dengan Allah (billah) dan
dengan rasul-Nya (birrasul), dan mereka tidak mengerjakan shalat kecuali dengan
malas, dan tidak menginfaqkan hartanya kecuali dengan terpaksa.
Dalam surat al-Ma’un, juga
dijelaskan bahwa orang yang tidak sungguh-sungguh dalam mendirikan shalat akan
ditempatkan dalam neraka wail.
فَوَيلٌ لِلْمُصَلِّيْنَ. الذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ سَاهُوْنَ. الذِيْنَ
هُمْ يُرَاءُونَ. وَيَمْنَعُونَ الماعُونَ
Neraka wail diperuntukkan bagi orang yang shalat. (yaitu)
orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’. Dan mereka
enggan menolong dengan barang yang dibutuhkan masyarakat.
2.
Tidak terjebak oleh kehidupan
duniawi, sadar kembali kepada Allah Swt dan mempersiapkan bekal kematian
sebelum datangnya kematian merupakan tanda-tanda pokok bagi orang yang jiwanya
dikuasai cahaya ke-Tuhan-an. Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ النُوْرَ إِذَا دَخَلَ القَلْبَ انْتسَحَ وَانْشَرَحَ. فَقِيْلَ :
يَارَ سُولَ اللهِ هَلْ لِذَالِكَ مِنْ عَلاَمَاتِ يُعْرَفُ بِهَا فَقَالَ : التَجَافَى
عَنْ دَارِالغُرُورِ, وَالإِنَابَة إِلَى دَارِالخُلُودِ, وَالإَسْتِعْدَادِ
لِلْمَوْتِ فَبْلَ نُزُولِ المَوْتِ
Sesungguhnya
“nur”(Ilahiyah) ketika telah masuki hati, maka Allah melebarkan hatinya. Kemudian ditanyakan : Wahai
Rasulullah untuk hal tersebut, adakah tanda-tanda untuk mengetahuinya?. Rasulullah
menjawab : berpaling dari kehidupan duniawi yang menipu dan kembali
(inaabah) kepada rumah abadi (Allah) serta mempersiapkan mati sebelum kematian. [4]
3.
Dapat menangis ketika dzikir
kepada Allah Swt, merupakan tanda-tanda dari orang yang mendapatkan
perlindungan-Nya.
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ إِلاَّ
ظِلُّهُ : الإمَامُ العَادِلُ, وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبِادَةِ رَبِّهِ, وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي المَسَاجِدِ, وَرَجُلاَنِ
تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ, وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ
وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ,
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَتَعْلَمُ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ
يَمِيْنُهُ, وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا
فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Tujuh
kelompok manusia, Allah akan memayunginya dalam payung-Nya pada hari yang sudah
tidak ada payung kecuali payung-Nya :
1)
Imam yang adil.
2)
Remaja yang bersemangat tinggi dalam mengabdi kepada
Tuhannya.
4)
Dua lelaki yang saling mendekati dalam urusan agama
Allah. Mereka berkumpul dan berpisah diatas agama-Nya.
5)
Lelaki yang dirayu oleh wanita yang memiliki kedudukan
atau harta serta memiliki kecantikan, tetapi ia menjawab : Sungguh aku takut kepada
Allah.
6)
Seseorang yang bersedekah dengan rahasia, hingga tangan
kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan tangan kanannya.
7)
Seseorang yang dzikir kepada Allah dalam kesunyian,
kemudian mengalir air matanya.
B.
Sebab-Sebab Menangis
Kebutaan hati kita terhadap kemurkaan
Allah Swt terhadap dosa-dosa diri serta kelalaian dari memikirkan azab yang
pedih diakhirat, menyebabkan seseorang tidak memiliki rasa susah padahal diri
banyak dosa. Dan jika sekiranya, mukmin mengetahui sebagaimana yang diketahui
oleh Rasulullah Saw, niscaya mudah menangis dan malu kepada-Nya. Rasulullah Saw
bersabda (diriwayatkan dari sahabat Anas
Ibn Malik Ra) : [7]
لَوْ تَعْلَمُوْنَ
مَاأَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا. قَالَ: فَغَطَّى أَصْحَاب رَسُولِ اللهِ صلى اللهُ عَليهِ وَسَلَّمَ وُجُوهَهُم لَهُمْ خَنِيْنٌ
Jika kamu semua mengetahui
seperti apa yang aku ketahui, pasti kamu semua sedikit tertawa dan banyak
menangis. Sahabat Anas berkata : Kemudian semua
sahabat Rasulullah Saw menyembunyikan wajahnya (karena malu), dan menangis
bersenggukan.
لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَاأَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً
وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا وَمَا تَلَذَّ ذْتُمْ بِالنِسَاءِ, وَلَخَرَجْتُمْ إِلَى الصَعَدَا تِ تَجْأَرُونَ إِلَى اللهِ
Dan kamu semua tidak terlalu berpuas-puas dengan wanita ditempat tidur,
dan pasti kamu semua keluar menuju tempat yang ramai, kemudian kamu mengeraskan
suara (untuk menangis).
Arti kata ( الصُعَدَاتِ = as-sha’adaat),
adalah : jalan atau tempat yang ramai dan yang banyak dilewati manusia,
sehingga manusia dapat ikut bertaubat dan menangis kepada Allah Swt. Sedangkan
asal arti kata taj-aruun adalah : agak mengeraskan suara (menangis
dengan suara yang dapat didengar oleh banyak orang).[9]
لاَتَدْخُلُوا عَلَى هَؤُلاَءِ المُعَذَّبِيْنَ إِلاَّ أَنْ تَكُونُوا
بَاكِيْنَ, فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا بَاكِيْنَ فَلاَ تَدْخُلُواعَلَيْهِمْ
لاَيُصِيْبُكُمْ مَاأَصَابَهُمْ.
Janganlah kamu semua masuk
kedalam lingkungan orang-orang yang berbuat dosa, kecuali kamu menangis. Jika
kami tidak menangis, janganlah kamu memasukinya, kamu tidak akan mendapatkan
musibah seperti yang menimpa mereka.
مَنْ ذَكَرَ اللهُ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ مِنْ خَشْيَةِ
اللهِ حَتَّى يُصِيْبَ الأَرْضُ مِنْ دُمُوعِـهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ يَوْمَ
القِيَامَةِ
Barang siapa yang ingat kepada Allah
kemudian mengalir airmatanya dari takut kepada Allah hingga bumi kejatuhan
airmatanya, maka Allah tidak akan menyiksanya dihari kiamat
أللهُمَّ ارْزُقْنِي عَيْنَيْنِ هَطَالَتَانِ
Ya Allah, berilah aku dua mata yang mudah menangis.
Hal ini tercermin dalam hadis
lain yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Mas’ud Ra, Rasulullah Saw bersabda : [13]
إِنَّ المُؤْمِنُ يَرَى ذَنُوْبَهُ
كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلِ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الفَاجِرَ
يَرَى ذَنُـوبَهُ كَـذُبَابِ مَرَّ عَلَى أَنْـفِهِ
Sesungguhnya orang yang beriman adalah (orang) yang dapat melihat dosa-dosanya
bagaikan orang yang duduk dibawah gunung, dia takut akan kejatuhan gunung.
Sedang orang yang durhaka, dalam melihat dosa-dosanya bagaikan orang melihat
lalat yang menempel diatas hidungnya dan yang mudah diusir.
Menangis merupakan gejala dan fenomena
psikologis (peristiwa kejiwaan). Setiap manusia pernah mengalami menangis. Baik
ketika bayi, masa kanak-kanak, dewasa menjadi remaja, ketika sudah menjadi
orang tua bahkan menjadi nenek-nenekpun bisa menangis.
Motifasi (dorongan) menangis itu bisa
terjadi dari berbagai macam sebab. Tangisan bayi merupakan bahasa untuk memberi
tahukan keadaan dirinya dan apa yang dibutuhkan; lapar, haus, badan terasa
kotor, terkena pipis, badan tidak enak/ sakit dan sebagainya. Rasulullah Saw
mengabarkan bahwa; tangisan bayi yang baru lahir, dikarenakan disentuh oleh
setan. Sedangkan tangis bayi sampai umur 4 tahun adalah merupakan istighfar
permohonan magfirah atas dosa kedua
orang tuanya.
Orang yang susah karena mengalami
musibah atau penderitaan yang berat seperti sakit, kematian sanak famili,
kehilangan kekasih, kehilangan harta benda dan sebagainya bisa menangis. Orang
yang terlalu senang dan gembira juga bisa menangis.
Terlalu takut kepada sesuatu
juga bisa menangis. Pokoknya, menangis dapat selalu terjadi dalam situasi dan
kondisi yang bermacam-macam, selama fikiran masih normal. Orang gila atau orang
yang tidak normal otaknya tidak bisa menangis. Kalaupun kedengaran suara dia
menangis, tidak keluar air mata, sebagaimana tangisnya orang yang masih normal
fikirannya.
Jelaslah bahwa dorongan menangis itu
datang dari jiwa diri orang yang menangis itu sendiri, karena adanya sentuhan
jiwa atau rangsangan batin. Tangis tidak bisa diada-adakan atau dipaksakan dari
luar tanpa ada sesuatu yang merangsang menyentuh kedalam jiwa. Begitu juga kita
tidak dapat memberhentikan orang yang sedang menangis begitu saja. Bagaimanapun
usaha kita, dengan kekerasan sekalipun, kita tidak dapat menahan orang jangan
menangis atau supaya berhenti menangis. Tangis itu akan berhenti dengan
sendirinya juga telah datang “sesuatu“ yang merangsang jiwanya, yang meredakan
kegoncangan batinnya. Usaha menahan tangis dari luar, hanya sekedar membantu
proses datangnya “sesuatu“ yang menentramkan kegoncangan jiwa tadi. Jadi juga
ada manfaatnya. Dan memang harus diusahakan oleh orang-orang yang ada di
sekeliling orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa seperti itu.
Didalam Mujahadah Wahidiyah, banyak
kita jumpai dan bahkan sering kita sendiri mengalami menangis. Dalam pada itu
sering kita menangis tidak mengetahui sebab-sebabnya. Tahu-tahu menangis begitu
saja tanpa ada sebab. Tetapi pada satu tempo kita mencoba mengusahakan dan
memaksakan diri kita untuk bisa menangis, tetapi itu juga tidak berhasil bisa
menangis, walaupun dalam keadaan mujahadah sekalipun. Begitu juga pernah
terjadi bahwa pada satu tempo ketika bermujahadah kita tidak dapat menguasai
diri dari menangis, tidak mampu mengendalikan tangis sampai tercetus suara
jeritan-jeritan yang keras. Mengapa begitu ?. Jawabnya yang tepat : Allahu
A’lam. Kemampuan rasio tidak mampu mengadakan pendekatan-pendekatan,
lebih-lebih membuat analisa rasional.
Menangis, sangat berkaitan dengan
kepekaan atau sensitifitas jiwa terhadap sesuatu yang ditangisi atau disesali.
Sebagai misal, ditengah-tengah masyarakat terdapat seseorang yang cepat dan
mudah merasa malu serta menyesal dengan kesalahan yang sederhana atau sedikit. Namun
ada juga seseorang yang memiliki kesalahan yang cukup banyak dan berat, namun
tidak memiliki malu dengan tetangga lingkungan, tidak ada penyesalan, bahkan
bangga dengan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya. Diantara manusia;
ada yang memiliki rasa belas kasihan kepada kaum yang lemah, kaum yang
tertindas, dan kemudian membela dan memperjuangkannya. Namun ada juga seseorang
yang tidak memiliki perhatian dan keprihatinan sama sekali terhadap kaum
tersebut. Rasa kasihan dan ingin membela kaum yang lemah, keprihatinan terhadap
dekadensi moral, atau memiliki rasa malu tentang kesalahan diri, baik kepada
diri sendiri, kepada ummat masyarakat, lebih-lebih kepada Allah Swt wa Rasulihi
Saw, tidak berkaitan dengan keintelektualan seseorang, tapi berkaitan dengan
kepekaan jiwa.
Demikian pula kepada Allah Swt,
diantara mukmin ada yang mudah memiliki rasa malu dan benar-benar takut kepada
Allah Swt dengan kesalahan ringan (dosa kecil) apalagi dosa besar, dan kemudian
menyesal dan menagis serta sungguh-sungguh bertaubat. Dan ada juga diantara
mukmin yang mengerti jika dirinya banyak dosa, penuh kesalahan dan sangat
sedikit kebaikannya, akan tetapi hatinya tidak memiliki rasa malu apalagi takut
kepada Allah Swt. Jelasnya, menangis kepada Allah Swt berkaitan sekali dengan
kepekaan jiwa seseorang terhadap dosa yang dilakukan, dan bukan berkaitan
dengan akal dan banyaknya ilmu yang dikuasainya. Artinya, hampir setiap orang
memiliki pengertian, kalau manusia merupakan makhluk yang banyak berdosa kepada
Allah Swt, namun mereka tidak merasa malu kepada Allah Swt. Rasa malu dan takut
bukanlah perbuatan akal, melainkan perbuatan hati. Sebagaimana iman, juga bukan
merupakan perbuatan akal dan fikiran, akan tetapi perbuatan hati atau jiwa.
Dapat menangis karena Allah Swt
merupakan tanda tanda seseorang yang selamat dihari kemudian. Sebagaimana
penjelasan Rasulullah Saw ketika menjawab pertanyaan dari sahabat Uqbah Ibn
Amir, Wahai Rasulullah apakah keselamatan itu ?. Rasulullah Saw
bersabda : [15] أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ,
وَلْيَسعْكَ بيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيْئَتِكَ : Jagalah lisanmu,
dan kamu merasa luas (betah) dalam rumahmu, dan menangislah atas dosa-dosamu.
Dalam HR. Abu Nuaim al-Ishfahani dari
Abdullah Ibn Abbas, Rasulullah Saw :
مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ
يَضْحَكُ دَخَلَ النَارَ وَهُوَ يَبْكِى.
Barang siapa berbuat dosa dan kemudian tertawa, maka dia
masuk neraka sambil menangis.
Dalam keterangan hadis lain
diterangkan bahwa menyesali perbuatan dosa merupakan bagian dari taubat.
Rasulullah Saw bersabda : النَدَمُ تَوبَةٌ: menyesal
itu ber taubat. [16]
Berkaitan dengan hadis ini, Syeh Abdul Qadir Jailani Ra,
mengatakan :
وَعَلاَمَةُ صَحَّةُ النَدَمِ : رِقَّةُ القَلْبِ, وَغَزَارَةُ
الدَمْعِ. وَلِهَذَا رُوِيَ عَنِ النَبِي
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : جَالِسُوا التَوَّابِيْنَ
فَإِنَّهُمْ أَرِقُّ أَفْئِدَةٍ.
Tanda-tanda benarnya penyesalan adalah halus (peka)-nya
hati, derasnya airmata. Dan hal demikian ini, sebagaimana diriwayatkan dari
Nabi Muhammad Saw yang bersabda :“Duduklah kamu semua bersama orang-orang yang
bertaubat. Sesungguhnya mereka sehalus-halusnya perasaan”.
Lain itu pula, iman yang benar
dapat membentuk hati seseorang memiliki rasa malu kepada Allah Swt. Rasulullah
Saw bersabda : [17] الحَيَاءُ مِنَ الإيْمَانِ : rasa malu (kepada Allah Swt) itu bagian dari iman.
Rasa malu kepada Allah Swt dapat
muncul dalam hati, setelah sesorang dapat melihat dosa-dosanya baik dosa
lahiriyah maupun dosa batiniyah, kemudian merasa dilihat oleh Allah Swt Dzat
Yang Maha Perkasa.
Menangis karena dosa dari setiap
mukmin, berbeda-beda. Dan kwalitas menangisnya mukmin dapat dikelompokkan
kedalam tiga keadaan :
1. Diantara
mereka ada yang diberi kemampuan oleh Allah Swt penyesalan terhadap perbuatan
maksiat sangat dalam, tapi dapat menahan tangisan tanpa suara keras. Hingga
setiap orang yang didekatnya dapat terpengaruh jiwanya dan kemudian ikut
menangis dan memohon ampun kepada Allah Swt.
2. Diantara
mukmin ada yang belum mampu menahan tangisan, dan karenanya sering menangis
dengan suara agak keras. Hingga jiwa orang yang ada didekatnya tidak
terpengaruh untuk ikut menangis dan bertaubat.
3. Diantara
mereka ada pula mukmin yang menangis dengan suara yang kurang menyenangkan bagi
orang yang ada didekatnya. Hingga menimbulkan kesalah pahaman dari orang-orang
yang tidak mengerti keadaan jiwa dari orang yang menyesali dosa dan bertaubat
tersebut.
Menangis karena dosa yang muncul dari hati sebaiknya tidak
dengan cara menjerit-jerit. Cara menjerit-jerit dalam menangis merupakan ajakan
dari setan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
البُكَاءُ مِنَ الرَحْمَةِ وَالصُّرَاخُ مِنَ الشَيْطَانِ.
Menangis
itu dari rahmat (Allah), sedangkan menjerit-jerit itu dari setan. [18]
بُكَاءُ المُؤْمِنِ مِنْ قَلْبِهِ وَبُكَاءُ المُنَافِقِ
مِنْ هَامَتِهِ
Menangisnya
orang mukmin dari hatinya, sedangkan menangisnya orang munafiq dari kepalanya. [19]
Tempat iman
didalam hati sanubari. Dengan kata lain “iman merupakan perbuatan hati”.
Demikian pula rasa takut atau rindu kepada Allah Swt atau terharu dengan
kebesaran serta keagunga-Nya, juga merupakan perbuatan hati. Orang yang beriman
kepada Allah Swt secara benar, sudah tentu ketika menangis karena dosa keluar
dari lubuk hati yang dalam. Sedangkan tangisan orang munafik, bukan disebabkan
oleh rasa takut atau malu kepada Allah Swt. Akan tetapi lebih disebabkan oleh
rasa malu kepada sesama manusia serta takut terhadap cacian dan fitnahan dari
masarakat. Mungkin tangis mereka dibuat-buat, atau berpura-pura menangis.
Meski demikian, menangisnya
kelompok ketiga selama diniatkan melaksanakan tuntunan rasul (tangis
tangiskanlah) tetap merupakan ibadah kepada Allah Swt. Karena bagi orang yang
hatinya keras tidak mungkin tumbuh rasa malu kepada Allah Swt apalagi menangis
karena-Nya. Tangisan kelompok ketiga ini tercermin dalam sabda Rasulullah Saw
bersabda : يَآأَيُّهَا النَاسُ أُبْكُوْا فَاِنْ لَمْ تَبْكُوْا
فَتَبَاكَوْا : Wahai manusia, menangislah kamu
sekalian. Maka jika kamu tidak bisa menangis, berusahalah agar bisa menangis. [20]Dan, أُتْلُوا القُرْأَنَ وَابْكُوا فَإِنْ
لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا : Bacalah al-Qur’an dan menangislah kamu. Jika kamu belum
(dapat) menangis, tangis-tangiskanlah. [21]
Berkenaan dengan hadis tentang
menangis-nangiskan diri karena dosa, Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkaar,
pada kitab “Tilawatul Qur’an”, pasal “adab membaca al-Qur’an”, menjelaskan :
وَيُسْتَحَبُّ البُكَاءُ وَالتَبَاكِي
لِمَنْ لاَ يَقْدِرُ عَلَى البُكَاءِ. فَإِنَّ البُكَاءَ عِنْدَ القِرَأَةِ صِفَةُ
العَارِفِيْنَ وَشِعَارُ عِبَادِاللهِ الصَالِحِيْنَ
Dianjurkan (bagi pembaca al-Qur’an) menangis dan
mentangis-tangiskan diri bagi seseorang yang belum mampu menangis. Sesungguhnya
menangis ketika membaca al-Qur’an merupakan sifat para arifin dan syi’arnya
para hamba Allah yang shalih.
Tentang kondisi hati mukmin yang
menangis karena Allah Swt, Al-Ghauts fii Zamanihi al-Arif Billah Syeh
Syihabuddin as-Suhrawardi Ra menjelaskan bahwa orang yang menangis karena Allah
Swt tidak lepas dari salah satu 3
keadaan : [22]
فَمِنْهُمْ مَنْ يَبْكِي خَوْفًا, وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْكِي
شَوْقًا, وَمِنْهُمْ مِنْ يَبْكِي فَرْحًا. وَاَعْلاَهَا بُكَاءُ الفَرْحِ
Diantara mereka terdapat orang
yang menangis karena takut (kepada Allah Swt), dan diatara mereka menangis
karena rindu (kepada-Nya), dan diantara mereka menangis karena bahagia (dekat
dengan-Nya). Dan yang tertinggi nilainya adalah menangis karena bahagia.
Demikian pula, Imam Qurthubi dalam
tafsirnya menjelaskan : bahwa mengalirnya
airmata bagi orang yang ahli dzikir kepada Allah Swt, merupakan air mata yang
diridlai olah Allah Swt.
وَفَيْضُ
العَيْنِ بِحَسَبِ حَالِ الذّاكِرِ وَمَا يَنْكَشِفُ لَهُ فبُكَاءُهُ خَشْيَةٌ
مِنَ اللهِ حَالَ أَوصَافِ الجَلاَلِ وَشوْقًا إلَيْهِ
سُبْحَانَهُ حَالَ أَوْصَافِ الجَمَالِ
Dan aliran airmata, orang-orang yang
ahli dzikir, adakalanya karena takut kepada Allah sebab mereka sadar akan
ke-Maha Perkasa-an Allah, dan adakalanya karena rindu kepada-Nya sebab mereka
terharu ke-Maha Indah-an Allah.
Tentang arti khasyyah yang
diperintahkan oleh al-Qur’an dan hadis, dalam kitab Dalilul Falihin,
juz II pada bab keutamaan menangis karena Allah, dijelaskan : [23]
الخَشْيَةُ :
الخَوْفُ المَقْرُوْنُ بِاِجْلاَلٍ, وَذَالِكَ لِلْعُلَمَاءِ بِاللهِ. كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى : إِنَّما يَخْشَى اللهَ مِنْ
عِبَادِهِ العُلَمَاءُ
Khassyah : takut (kepada Allah) yang disertai pengagungan, dan hal
ini – hanya kebiasaan ulama yang Arif billah.
Sebagaimana firman Allah Swt : Sesungguhnya orang yang memiliki
khasyyah kepada Allah dari beberapa hamba-Nya, hanyalah Ulama (dalam Qs. Fathir :
11).
Dan disebutkannya kata “al-dzaqan” karena ia merupakan
pertama kali yang tersentuh tanah
(sujud) dengan maksud dimasjid.
Menangis karena Allah Swt merupakan
sesuatu yang muncul dari lubuk hati yang terdalam sebagai tempat iman, ma’rifat
dan Nur Ilahiyah, dan bukan dari akal, fikiran atau hati bagian luar. Dengan
demikian, sebagaimana penjelasan dari Syeh Syihabuddin as-Suhrawadi, menangis
kerena Allah Swt yang dialami oleh mukmin adalah :
وَيَكُونُ البُكَاءُ فِي اللهِ فَيَكُونُ للهِ, وَيَكُونُ
بِاللهِ وَهُو الأَتَمُّ
Tangisan dalam Tuhan, adalah yang didasari LILLAH (atas
perintah Allah), dan tangisan BILLAH (sebab pertolongan dan kehendak Allah),
adalah yang sempurna.[24]
Yang
dimaksudkan tangis dalam ke-Tuhanan (Fillah) adalah tangisan yang dilakukan
oleh mukmin karena perintah Allah Swt. Sedangkan billah, adalah terjadinya
tangisan mukmin bukan atas usahanya, melainkan atas kehendak Allah Swt. Dan
tangisan terakhir inilah yang sempurna.
Dalam kelompok manapun kita menangis, kita harus bersyukur. Dan
alhamdulillah tangis yang terjadi di dalam Wahidiyah adalah tangis yang
berorientasi (berhubungan atau berkaitan) kepada Allah wa Rasulihi Saw. Tangis
di dalam Wahidiyah tidak menangisi soal harta atau apa saja yang bersifat
kebendaan/ material. Motif tangis di dalam Wahidiyah dapat terjadi dari
bermacam-macam faktor. Antara lain tangis karena ada sentuhan jiwa yang halus
sehingga merasa penuh berlumuran dosa, penuh berbuat kedhaliman, merugikan
orang lain dan masyarakat dan
sebagainya. Merasa berdosa, berdosa kepada Allah Swt, berdosa kepada
Rasulullah Saw, berdosa terhadap orang tua, terhadap anak dan keluarga,
terhadap guru, terhadap pemimpin, terhadap bangsa dan negara, terhadap
Perjuangan Kesadaran FAFIRRUU ILALLAH WA RASULIHI SAW, terhadap makhluq
lingkungan hidupnya dan sebagainya. Diantaranya lagi, karena sentuhan batin
berupa “syauq dan mahabbah“ ( rindu dan cinta ) yang mendalam kepada Allah Swt
dan kepada Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Saw. Tangis karena kagum
melihat keagungan Allah Swt, melihat sifat Jamal dan Kamal Allah Swt, terharu
tergores hatinya melihat kasih sayang dan jasa serta pengorbanan Junjungan kita
Rasulullah Saw, kepada para umat, terhadap dirinya yang menangis terutama.
D. Menangis Sebagai
Akhlak Rasulullah Saw.........Bersambung ......
[1]. HR. Ad-Dailami, dari Ibnu Abbas Ra dalam Jami’
as-Shaghir, juz I, pada bab “alif”. Mujtahid adalah orang yang memahami/
menggali hukum / menafsiri dari
al-Qur’an dan al-Hadis.
[2]. HR. Imam Ahmad dari Umar
Ibn al-Khatthab dalam dalam Jami’ as-Shaghir, juz I, bab “alif”. Beliau
mengatakannya sebagai hadis “shahih”.
[3]. HR. Imam
Thabrani dari Abu Darda’ dalam kitab Jami’ as-Shagir, juz I, pada bab
“alif”.
[4]. HR. al-Hakim dan
Baihaqi dari sahabat Ibn Umar Ra, dalam
Kitab Minhaj al-Abidiin-nya Imam al-Ghazali dalam
“muqaddimah”.
Dalam kitab tafsir al-Qurthubi dalam penjelasan terhadapa Qs. az-Zumar ayat 22, menerangkan, bahwa
yang menerima “Nur ilahiyah” secara
sempurna hanyalah Hamba Allah yang Kamil (al-Ghauts- pen).
Kanjeng Romo KH.Abdul Latif Majid Ra,
Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, dalam salah satu
fatwa amanatnya menjelaskan; bahwa iman itu terbagi menjadi tiga bagian : iman
qauliyah (ucapan), iman ilmiyah dan iman musyahadah
(kesaksian).
[5]. Hadis riwayat
Bukhari, kitab Jawahir al-Bukhari wa Syarh al-Qusthalaani, nh : 105.
[6]. Sebagian ulama
mengartikan “terpaut dengan masjid” dengan “senantiasa melaksanakan amal shalih
dan dzikrullah”.
[7]. HR. Bukhari Muslim.
Lihat kitab Dalil Falihin, juz II, bab “khauf”, hadis nomer : 06 dan bab
“fadlul buka”, hadis nomer : 02. Dan lihat kitab As-Syifa’, juz I, bab
“khaufun Nabi rabbahu”, hlm : 96.
[8] kitab As-Syifa bi
Ta’rifi Huquq al-Mushthafa ’juz I, halaman 96,
[9] Kitab Muziil
al-Khafa ‘an Alfadh as-Syifa’ al-Allamah Syeh Ahmad Ibn Muhammad As-Syumni
(w. 872 H), catatan kaki kitab as-Syifa’. Lihat kitab As-Syifa’,
juz I, bab “khaufun Nabi Rabbahu”.
[10]. Lihat kitab Riyaadlus
Shalihin-nya Imam Nawawi Ra, dalam bab “Menangis dan Takut Kepada Allah”,
nomer hadis : 01. Sebagian ulama menafsirkan makna “menangis” dalam hadis ini
dengan : setidak-tidaknya memasuki lingkungan maksiyat dengan keprihatinan
dan kesedihan yang mendalam.
[11]. HR. al-Hakim dari dari
Anas. Imam Suyuthi mengatakan hadis ini berajat hasan (kitab Jami’
as-Shaghir, juz II dalam bab “mim”.
[12]. Kitab ‘Awarif
al-Ma’arif-nya Imam Suhrawardi dalam bab 24.
Dan perlu diketahui; terdapat 3 ulama yang dipanggil dengan nama
Suhrawardi. Imam Suhrawardi al-Maqtul (yang terbunuh karena dituduh sesat, w.
523 H), Syeh Abun Najiib As-Suhrawardi
(w. 578 H) dan Syeh Syihabuddin as-Suhrawadi (penulis kitab Awarif
al-Ma’aarif, w. 632 H). Dan yang terakhir adalah ulama dalam madzhab
Syafi’i, ahli ushul fiqh, ahli hadis, penyair, seorang hakim pada waktu itu,
ahli sastra, ahli dalam bidang tarekat dan tasawuf. Dalam hidupnya beliau
senantiasa riyadlah, mujahadah dan air matanya mudah keluar ketika dzikrullah.
Dalam penulisan hadis, Beliau memiliki sanad hadis yang bersambung kepada
Rasulullah Saw.
[13]. HR. Bukhari, ibid
nh : 698. Ulasan hadis lebih jelas dapat dilihat dalam kitab al-Ghunyah-nya
Syeh Abdul Qadir al-Jilli Ra, juz I, dalam bab “al-Itii’adz bi Mawa’idzil
Qur’an” pada pasal ke 20.
[14]. Didalam salah satu pengajian
al-Hikam, Beliau Hadlratul Mukarram Romo KH. Abdul Latif Majid Ra Pengasuh
Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo, memerintahkan agar pindah
tempat dari dalam masjid keluar masjid
kepada peserta pengajian yang sedang menangis dengan suara keras. Menangis
dengan suara keras dapat mengganggu peserta pengajian yang lain.
[16]. Kitab al-Ghunyah-nya
Syeh Abdul Qadir al-Jailani dalam bab “itti’adz bi mawa’idz al-Qur’an wa
al-fadzin nabawiyah” pasal ke 22.
[17] . HR.
Muslim & Tirmidzi dari Abdullah Ibn Umar. Kitab Jami’ as-Shagir, juz
I dalam bab huruf “ha”.
[18]. HR. Ibnu Sa’ad.
Kitab Jam’ as-Shaghir juz I dalam bab “ba”. Imam Syuthi menjelaskan hadis ini berstatus shahih.
[19]. HR. Baihaqi, Thabrani dan Abu Nuaim dari Hudzaifah. Kitab Jam’ as-Shaghir juz I dalam bab “ba”.
[20]. HR. Abu Daud dari Anas Ibn Malik Ra. Kitab Kunuuz a-Haqaaiq fii Haditsi Khair al-Khalaaiq-nya
Syeh Abdur Rauf al-Munawi, dalam bab “alif” (dalam Hamisynya kitab Jami’
as-Shagir).
[21]. HR. Ibnu Majah
(kitab Kunuzul Haqaaiq fii Hadiitsi Khairil Khalaaiq-nya Imam Abdur Rauf
al-Munawi, dalam bab “alif”. Hadis ini juga terdapat dalam kitab Kasyful
Khifa’ juz I nomer hadis : 42 riwayat Ibnu majah pula, tanpa didahului kata-kata
: أتْلُوا القُرْأنَ : bacalah al-Qur’an.
[23]. Lihat kitab Dalil
al-Falihin, juz II dalam bab “fadlul buka”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar