Senin, 31 Maret 2014

0067.01.317 - APAKAH WAHIDIYAH ITU ?

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !

I. 01.317 - "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"

0067.01.317 -  APAKAH WAHIDIYAH ITU ?


ARTI WAHIDIYAH

Dari sisi bahasa, Wahidiyah itu berasal dari kata Wahid yang artinya satu dan mendapatkan akhiran yah yang maksudnya untuk menegaskan sifat daripada kata wahid itu sendiri.

Jadi, kata Wahidiyah bermakna sesuatu yang bersifat untuk me-Maha esa-kan /me-maha satu-kan Alloh/mentauhidkan Alloh.

Kata wahidiyah juga dinisbatkan dengan sebuah ajaran atau tuntunan atau metode atau cara atau kurikulum yang bertujuan untuk meng-esa-kan Alloh.

Kebalikan dari kalimat meng-esa-kan Alloh bermakna bahwa Alloh tidak satu/esa. Maka jika Alloh tidak satu berarti dua, tiga dan seterusnya. Dengan kata lain berarti ada sesuatu di samping Aloh, atau Alloh punya tandingan. Ada sekutu/serikat.

Sedangkan jika di samping Alloh ada sesuatu atau ada sekutu, maka Alloh tidak lagi bersifat Wahid. Singkat kalimat, jika tidak me-wahid-kan Alloh, tidak menerapkan Wahidiyah berarti menganggap alloh punya sekutu / syiriq.

Ke-esa-an Alloh tidak boleh ada yang menyerupai, sifatnya yang esa tidak ada yang mendampingi, sebab Alloh tidak mau diserupai,tidak ada sekutu bagi Alloh.

Nah ! Alloh bersifat WUJUD = ADA. maka wujudnya Alloh bersifat satu (Wahid). Lainnya Alloh tidak boleh WUJUD atau ada yang memiliki sifat Wahid. Jika kita mengaku wujud/ada berarti kita menduakan Allah / menyekutukan Allah (SYIRIQ). Alloh bersifat QUDROT = KUASA. Jika ada orang mengaku kuasa maka dia Syiriq. Alloh bersifat IRODAH = BERKEHENDAK. jika kita berkata Aku punya kemauan maka yaa Syiriq. Wujudnya makhluq adalah wujud majazi (bayangan), Wujudnya Alloh adalah wujud haqiqi.

Jadi semua yang mengaku aku bisa. Aku tahu . Aku kuat. Aku kuasa. Aku pandai. Dan semua pengakuan berarti merampas haknya Alloh. Menyekutukan Alloh, syiriq. Padahal menurut Alloh sendiri dalam firman-Nya bahwa INNAMAL MUSYRIQUUNA NAJASA Artinya Sesungguhnya syiriq itu najis.

Gambaran orang pakaiannya najis dak boleh masuk masjid. Jika hati kita masih najis, apa mungkin kita mengadap Alloh ? Ini berarti mencuci kotoran dari najis syiriq tidak bisa ditawar lagi bagi hamba Alloh.

Dalam ajaran Wahidiyah, di jelaskan dan diberi tuntunan yang sangat sederhana dan tidak bertele tele. Kita harus menerapkan BILLAH.
LA HAULA WA LAA QUWWATA ILLA BILAH (BILLAH istilah Wahidiyah ).

Selama orang tidak ber-Wahidiyah (Billah), pasti menyekutukan Alloh.
Dia masih Syiriq. Orang dikatakan syiriq sebab masih mengaku atau merampas sifat dan haknya Alloh. Mengaku hak Alloh. Masih dilarang menghadap Alloh sebab hatinya masih NAJIS manurut Alloh. Jika dia Sholat, maka Sholatnya batal (tidak diterima Alloh). Jika dia berpuasa, maka puasanya batal (tidak diterima oleh Alloh). Jika dia Zakat Haji, bahkan semua aktifitasnya batal menurut hukum Alloh. Bukan hukum Syariat Islam ( LILLAH ). tetapi hukum Alloh. Menurut pandangan / hukum syariat Islam , kalau sudah memenuhi syarat dan rukun yang sudah ditentukan fiqih sudah dianggap sah dan tidak batal, sebab tidak ada cacat dan kelihatan beribadah.

Jadi pelaksanaan syariat jasmani yang sudah sempurna masih belum tentu memenuhi hukum Alloh, masih perlu diteliti syariat ruhani . Justru syari'at ruhani ini jauh lebih menentukan disisi Alloh.

Syariat rohani tidak kelihatan mata. Jika kita diberi bisa menyempurnakan syariat jasmani dan rohani , ini akan jauh lebih menentukan kedudukan hamba di sisi Alloh, akan lebih memungkinkan diterimanya seatu ibadah, tetapi semuanya masih dalam ranah mahluq, masih dalam ranah syariat dan belum masuk dalam ranah Haqiqat . sebab ranah Haqiqat itu tidak ada campur tangan mahluq sama sekali . Full 100% TITAH DAN KEHENDAK ALLOH, BILLAH !!!.

Berangkat dari sini, kita wajib menyadari betapa pentingnya ajaran Wahidiyah. Semua para sahabat Rosul, para kekasih Alloh, para Walinya Alloh, mereka menerapkan Wahidiyah. Hanya orang yang masih menggendong sifat Syiriq yang belum diberi bisa menerapkan Wahidiyah.

Kini saatnya koreksi diri sendiri secara total. Bagaimana keadaan kita sendiri masing2. Tidak perlu dan tidak ada gunanya mengoreksi orang lain. KOREKSI DIRI PRIBADI SENDIRI-SENDIRI DALAM OPRASI JIWA BESAR BESARAN . TOTAL 100 PERSEN . TARUHANNYA SANGAT BERAT . SANGAT MENENTUKAN DITERIMA ATAU TIDAKNYA IBADAH SESEORANG .

Mari kita koreksi, mawas diri masing2. Sudahkah kita menerapkan Wahidiyah ?. Atau ternyata kita masih belum berwahidiyah ? Atau masih ada campuran. Campuran antara kehendak manusia dengan kehendak Alloh. Masih membawa dan mengandung Syiriq ? Subhanalloh.

Selama kita membawa sifat syiriq, memakai salah satu dari sifat wajibnya Alloh, Wujud, Qidam, Baqo'. Dan seterusnya.... kita tidak boleh dan hati tidak menghadap Alloh walau secara syare'at tampaknya sedang melaksanakan perintah Alloh.

Untuk itu, mari kita bersama sama memohon diberi bisa mempelajari dan mendalami betul betul Ajaran Wahidiyah demi keselamatan dan kebahagiaan kita lahir batin, dunia dan ahirat. Amin.

Kita diperingatkan oleh Alloh dalam Alqur'an : "Wamaa yu'minu aktsarukum billah, illa wahum musyriquun. Artinya : dan tidaklah beriman billah kebanyakan dari kamu sekalian kecuali masih membawa kemusyrikan.

Jadi sudah beriman tapi masih kecampuran sifat syiriq pada Alloh. Syiriq khofi. Halus tidak kelihatan mata sebab orangnya tampaknya beribadah, tampaknya alim, tampaknya pakai sorban atau jubah.

Asytaghfirulloh........ ampuni kami yaa Alloh. Mari kita lanjutkan dengan bahasan utama dalam mendalami tauhid yaitu WAHIDIYAH DAN AJARANNYA.

"Am kuntum shuhadaa ith hadara yaAAqooba almawtu ith qala libaneehi ma taAAbudoona min baAAdee qaloo naAAbudu ilahaka wailaha abaika ibraheema waismaAAeela waishaqa ILAHAN WAHIDAN wanahnu lahu muslimoona"(Q 2:133)

"Apa yang kamu sembah sepeninggalku ?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa (ilahan wahidan) dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." Surat 2:133

Wailahukum ILAHUN WAHIDUN la ilaha illa huwa alrrahmanu alrraheemu(Q 2:163)

Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa (Wa-ilahukum ilahun wahidun); tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Surat 2:163

Diposkan oleh Sulhan Idris di 08.42.

0066.01.317 - . Adab Bermujadah Dalam Wahidiyah.

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !

I. 01.317 - "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"
0066.01.317 - Adab Bermujadah Dalam Wahidiyah.

1. Dijiwai LILLAH-BILLAH, LIRROSUL-BIRROSUL, LILGHOUTS-BILGHOUTS ! (lihat Ajaran Wahidiyah)
2. Hatinya hudlur berkonsentrasi kepada Alloh SWT.
Sabda Nabi SAW :
الإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ (رَوَاهُ الْبُخَارِي وَمُسْلِمٌ عَن أبي هُريْرَةَ رضي الله عنه)
“Penerapan “ihsan” yaitu engkau beribadah kepada Alloh seakan-akan melihat-Nya, maka apabila belum bisa sadarilah sesungguhnya Alloh melihat kamu (HR Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairoh Ra.)
3. ISTIHDLOR, yakni merasa berada di hadapan Rosululloh SAW, wa Ghoutsi Hadzaz Zaman RA, dengan ketulusan hati, ta’dhim (memuliakan), mahabbah (mencinta) sedalam-dalamnya dan semurni-murninya.
a. Imam Al-Ghozali berkata:
وَقَبْلَ قَوْلِكَ "السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبـِىُّ" أَحْضِرْ شَخْصَـهُ الْكَرِيْمَ فِي قَلْـبِكَ وَلْيـُصَدِّقْ أَمَلَكَ فِي أَنَّهُ يَبْلُغُهُ وَيَرُدُّ عَلَيْكَ بِمَا هُوَ أَوْفَى (ألإحيآء في باب الصلاة وسعادة الدرين : 223)
“Sebelum kamu mengucapkan "السـَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبـِىُّ" (pada saat baca tahiyat ) hadirkan pribadi Beliau yang mulia dalam hatimu dan mantapkan angan-anganmu bahwa salam kamu sampai pada Beliau dan Beliau menjawabnya dengan jawaban yang lebih tepat” (Dalam kitab Ihya’ bab sholat dan Sa’adatut Daroini hal 123 )
b. Dalam Kitab Jami’ul Ushul hal 48 :
قَلْبُ الْعَارِفِ حَضْـرَةُ اللهِ وَحَوَاسُهُ أَبْوَابُهَا , فَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَيْهِ بِالْقُرْبِ الْمُلاَئِمِ لَهُ فُتـِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْحَضْرَةِ
Hatinya orang arif Billah itu merupakan hadlrotulloh dan indranya sebagai pintu-pintu hadlroh. Maka barang siapa yang mendekatkan diri kepada Beliau dengan pendekatan yang serasi (sesuai) dengan kedudukan Beliau, akan ter-bukalah baginya pintu-pintu hadlroh (sadar kepada Alloh )
c. Dalam kitab As-Syifa hal. 32 : Syaikh Abu Ibrahim At-Tajibi berkata :
وَاجِبٌ عَلَى مُؤْمِنٍ مَتَى ذَكَرَهُ أَوْ ذُكِرَ عِنْدَهُ أَنْ يَخْضَعَ وَيَتَوَقَّرَ وَيَسْكُنَ مِنْ حَرَكَتـِهِ وَيَأْخـُذَ فِي هَيْبَتِهِ وَإِجْلاَلِـهِ بـِمَا كَانَ يَأْخُـذَ نَفْسَهُ وَيَتَأَدَّبَ بِمَا أَدَّبَنَا اللهُ بِهِ مِنْ تَعْظِيْمِهِ وَتَكْرِيْمِهِ ..... الخ
“Setiap orang yang beriman ketika menyebut Nabi SAW atau nama Beliau SAW disebut, diwajibkan menunduk, memuliakan dan diam (tidak bergerak) serta berusaha mengagungkan dan memuliakan sebagaimana berhadapan langsung serta mem-bayangkan seakan-akan berada di hadapan Beliau SAW, dan beradab dengan adab-adab yang telah diajarkan oleh Alloh SWT yaitu ta’dhim (mengagungkan) dan takrim (memuliakan) Beliau SAW, …..(WA GHOUTSI HADZAZ ZAMAN RA).
4. TADZALLUL yakni merasa rendah diri dan merasa hina sehina-hinanya akibat perbuatan dosanya.
Dalam kitab “Taqribul Ushul” , hal.156 disebutkan ,
الإِقْبَالُ إِلَى اللهِ )وَرَسُوْلِهِ ( بِشِدَّةِ الذُّلِّ وَالإِنْكِسَارِ مَعَ التَّبَرِّى عَنِ الْحَوْلِ وَالْـقُـوَّةِ أَصْلُ كُلّ ِ خَـيْرٍ دُنْيَوِىٍّ وَأُخْـرَو ِىّ ٍ .
“ Menghadap kepada Alloh wa Rosuulihi dengan sungguh-sungguh merasa hina dan meratapi dosa-dosa serta merasa tidak mempunyai daya dan kekuatan adalah pangkal segala kebaikan dunia dan akhirat”.
5. TADHOLLUM yakni merasa penuh berlumuran dosa dan banyak berbuat dholim. Dholim dan dosa terhadap Alloh , wa Rosuulihi wa Ghoutsi Hadzaz Zaman. Dosa terhadap kedua orang tua. Anak, keluarga, saudara, tetangga, terhadap bangsa, negara dan sebagainya terhadap semua makhluq yang ada hubungan hak dengan kita.
Ingat dan merasa sedalam-dalamnya bahwa diri kita termasuk dalam Firman Alloh SWT
إِنَّ الإِ نْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ (14- ابرهيم : 34 )
“Sesungguhnya manusia itu selalu berbuat dlolim dan kufur” (QS. 14-Ibrohim : 34).
6. IFTIQOR yakni merasa butuh sekali, butuh terhadap maghfiroh (ampunan), perlindungan dan taufiq hidayah Alloh , butuh syafa’at tarbiyah Rosululloh , butuh barokah nadhroh dan do’a restu Ghoutsi Hadzaz Zaman Wa A’waanihi wasaa’iri Auiliyaa’i Ahbaabillah Rodliyallohu Anhum.
7. Bersungguh-sungguh dan berkeyakinan bahwa mujahadah / do’anya akan dikabulkan oleh Alloh Ta’ala. Tidak ragu-ragu dan putus asa meskipun belum ada tanda-tanda diijabahi.
Sabda Nabi SAW :
اُدْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُـوْا أَنَّ اللهَ لاَيَسْتَجـِيْبُ دُعَآءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ (رواه الترمذي والحاكم عن ابي هريرة)
“Berdo’alah kepada Alloh dengan berkeyakinan bahwa (do’a-mu) diijabahi; dan ketahuilah bahwasanya Alloh tidak mengijabahi do’a dari hati yang lupa dan lalai. (HR. Turmudzi dan Hakim, dari Abi Hurairoh Ra.)
Sabda Nabi :
يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ فَيَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ رَبِّي فَلَمْ يَسْتَجِبْ لِي (رواه مسلم عن ابي هريرة)
“Doa salah satu dari kalian akan diijabahi selagi tidak terburu-buru, lalu berkata “Aku telah berdoa dengan bersungguh-sungguh kepada Tuhanku namun Dia tidak mengijabahi doa-ku”. (H.R. Muslim dari Abi Hurairah R.a).
8. Disamping memohon untuk diri sendiri dan sekeluarga supaya memohonkan bagi ummat dan masyarakat, bangsa negara dan seterusnya. Pokoknya bagi semua yang ada hubungan hak dengan kita, lebih-lebih mereka yang kita rugikan, moriil atau materiil, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Secara umum dan garis besar, yang dimohonkan adalah maghfiroh, hidayah, taufiq dan barokah.
Sabda Nabi
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِى الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ (رواه الترمذي عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو)
“Orang-orang yang mengasihi dan menyayangi (kepada sesama) akan dikasih-sayangi oleh Alloh Yang Maha Pengasih. Kasih sayangilah orang-orang yang ada di bumi maka kalian akan dikasihi oleh yang berada di langit. (HR. At-Tirmidzi dari Abdulloh bin ‘Amrin)
9. Bacaannya supaya tartil sesuai dengan makhroj, tajwid dan mad (panjang pendeknya) serta tanda baca yang tepat.
10. Gaya, lagu, sikap dan cara pelaksanaannya supaya sesuai dengan tuntunan dari Beliau Muallif Sholawat Wahidiyah QS WA RA . (Pelajari kaset mujahadah Beliau)
11. Bacaan makmum tidak boleh mendahului bacaan imamnya dan juga tidak boleh terlalu jauh ketinggalan (Jawa, dlewer). Bacaan dan suara harus seragam. Tidak boleh terlalu tinggi dari suara Imam ! Paling-paling sama atau lebih rendah sedikit.
Sabda Nabi dalam hal berjamaah sholat :
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ (رَواهُ مُسْلِمٌ عَن أَبي هُرَيْرَةَ)
“Bahwasanya diadakannya imam agar diikuti” H.R. Muslim dari Abi Hurairah R.a).
12. Bagi yang terpaksa tidak dapat mengendalikan kerasnya suara, supaya mengambil jarak dari mikrofon agar tidak menggangu / mempengaruhi yang lain.
13. Lagu “tasyaffu’” harus seragam mengikuti tuntunan yang diberikan oleh Hadlrotul-Mukarrom Muallif Sholawat Wahidiyah . Tidak boleh membuat ghoyah atau variasi sendiri. Yang mengetahui kesalahan mengenai lagu (juga mengenai kesera-gaman mujahadah) berkewajiban memperingatkan dengan cara bijaksana. Bagi yang sukar untuk mengadakan penyesuaian, jangan berada di dekat mikrofon, atau untuk sementara waktu tidak boleh memimpin lagu “tasyafu” atau menjadi imam mujahadah. Agar kekeliruannya tidak menular kepada yang lain
14. Jika mengalami pengalaman batin, tangis atau jeritan supaya dikendalikan dan dimanfaatkan sekuat mungkin untuk lebih mendekat kepada Alloh wa Rosuulihi .. Jangan sampai menimbulkan gangguan terhadap lingkungannya.
15. Bagi yang belum hafal seluruh rangkaian amalan Sholawat Wahidiyah boleh membaca teks lembaran atau menirukan aja, atau membaca yang sudah dihafal, atau YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH aja.....selama Mujahadah berlangsung.
MAFF PAK KLW KASET MUJAHADAH SUPAYA KITA MENGIKUTI IRAMA BACA.AN WAHIDIYAH ITU BELINYA DI MANA PAK DIM
INSYA ALLOH BESOK SY KIRIM DISINI.....
11 Juni 9:28
09:28
Sholawat Wahidiyah_ Mbah Yai Abdul Majid Qs.Ra
http://www.youtube.com/watch?v=yWd4Us6pnoE
_ مجا هدة صلوات الو ا حدية _ Sholawat Wahidiyah_ Mbah Yai Abdul Majid Qs.Ra
www.youtube.com
MUJAHADAH SHOLAWAT WAHIDIYAH OLEH HADLROTUL MUKARROM MBAH KH. ABDUL MADJID MA'ROEF, MU'ALLIF SHOLAWAT WAHIDIYAH QS WA RA, AL-GHOUTS FII ZAMAANIHI.
_ مجا هدة صلوات الو ا حدية _ Sholawat Wahidiyah_ Mbah Yai Abdul Majid Qs.Ra
www.youtube.com
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !

0065.01.317 - MACAM-MACAM MUJAHADAH

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !

I. 01.317 - "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"

0065.01.317 - MACAM-MACAM MUJAHADAH

MACAM-MACAM MUJAHADAH WAHIDIYAH & PETUNJUK PELAKSANAANNYA

A. MUJAHADAH-MUJAHADAH YANG DIBAKUKAN

1. MUJAHADAH PENGAMALAN 40 HARI ATAU 7 HARI

a.    Mujahadah Pengamalan 40 hari atau diringkas menjadi 7 hari adalah mujahadah yang dilaksanakan oleh pengamal pemula, dan dapat dilaksanakan ulang oleh para Penga-mal Wahidiyah. Boleh dilaksanakan sendiri-sendiri (munfaridan) tetapi lebih dianjurkan berjamaah se keluarga, se kampung / se lingkungan. Dilaksanakan selama 40 hari atau 7 hari berturut-turut dengan adab dan tata cara pengamalan seperti dalam “Lembaran SHOLAWAT WAHIDIYAH”

b.    Waktu pelaksanaannya boleh siang, malam, pagi atau sore hari. Lebih utama jika waktunya dirutinkan / ditetapkan. Misalnya setiap ba’da sholat Maghrib, kecuali ada udzur yang lebih penting, bisa dilakukan di waktu lainnya. Usahakan dalam waktu sehari semalam (24 jam) melaksanakan satu kali khatam sesuai dengan bilangan yang tertulis dalam lembaran Sholawat Wahidiyah.

c.    Jika pengamalan 40 hari diringkas menjadi 7 hari bilangannya dikalikan 10 kali lipat (yang 7 menjadi 70 kali, 100 menjadi 1000 kali dan seterusnya) kecuali bacaan do’a akhir (“ALLOOHUMMA BIHAQQISMIKAL A’DHOM…..” dst), bilangannya tetap seperti dalam Lembaran Sholawat Wahidiyah.

d.    Yang belum bisa membaca Sholawat Wahidiyah seluruh-nya, boleh membaca bagian-bagian mana yang sudah bisa dibaca lebih dahulu. Misalnya ; membaca Fatihah saja, atau membaca “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH” diulang berkali-kali selama kira-kira sama waktunya jika mengamalkan sholawat Wahidiyah secara lengkap, yaitu lebih kurang 30 menit. Kalau itupun belum mungkin, boleh berdiam saja selama waktu yang sama, dengan memusatkan hati dan perhatian (berkonsentrasi) kepada Alloh SWT, dan memuliakan serta menyatakan rasa cinta semurni-murninya dengan rasa istihdlor di hadapan Junjungan kita Rosululloh SAW.

e.    Selesai 40 hari atau 7 hari, pengamalan supaya diteruskan. Bilangannya bias dikurangi sebagian atau seluruhnya, namun lebih utama jika diperbanyak. Boleh mengamalkan sendiri-sendiri, akan tetapi berjamaah bersama keluarga dan masyarakat sekampung dianjur-kan. Para Pengamal Wahidiyah dianjurkan seringkali mengulangi pengamalan 40 hari atau diringkas menjadi 7 hari, sendirian atau berjama’ah se keluarga / se kampung / se lingkungan. Syukur kalau setiap khatam diulangi lagi dan seterusnya.

f.     Wanita yang sedang udzur cukup membaca sholawatnya saja tanpa membaca Fatihah. Adapun Fafirruu ….. dan Waqul Jaa … “ boleh dibaca, sebab di sini dimaksudkan sebagai do’a.

PENTING :

Setiap Pengamal Wahidiyah dianjurkan ikut serta menyiarkan Sholawat Wahidiyah dan Ajaran Wahidiyah tanpa pandang bulu, dengan ikhlas, bijaksana sesuai bimbingan Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Wahidiyah Qs wa Ra Al-Ghouts Fii Zamanihi Ra, antara lain sebagai berikut :

a)    Memberikan keterangan tentang faedah dan dasar Sholawat Wahidiyah disertai penjelasan tata-cara pengamalannya, seperti dalam Lembaran Sholawat Wahidiyah.

b)    Memberikan dorongan agar segera mengamalkan Mujahadah 40 hari atau 7 hari, dengan sendiri atau berjama’ah. Usahakan mendampingi beberapa hari atau sampai khatam.

c)    Memberitaukan dan mengarahkan kepada pengurus PW setempat / terdekat untuk pembinaan selanjutnya.

AUROD MUJAHADAH LEMBARAN :

 SHOLAWAT WAHIDIYAH
Boleh diamalkan oleh siapa saja laki-laki, perempuan,
tua, muda, dari golongan dan bangsa manapun juga.
Tidak pandang bulu.

CARA PENGAMALAN_:
1. Diamalkan selama 40 hari berturut-turut. Tiap hari paling sedikit menurut bilangan yang tertulis di belakangnya dalam sekali duduk, Boleh pagi, siang, sore, atau malam hari. Boleh juga dipersingkat 7 hari, akan tetapi bilangan-bilangan tersebut dilipatkan 10 kali. Boleh mengamalkan sendiri-sendiri, akan tetapi dengan berjama’ah bersama-sama satu keluarga atau satu kampung sangat dianjurkan!. Bagi kaum wanita yang sedang bulanan, cukup dengan membaca Sholawatnya saja, tidak usaha membaca Fatihah. Adapun bacaan "FAFIRRUU ILALLOH" dan "WA QUL JAA-AL HAQQU ..... ' boleh dibaca sebab di sini tidak dimaksudkan membaca ayat-ayat Al-Qur'an, melainkan sebagai doa. Sesudah 40 hari atau 7 hari pengamalan diteruskan tiap hari, dan banyaknya bilangan boleh dikurangi, ditetapkan atau ditambah, sebagian atau seluruhnya. Akan tetapi lebih utama jika diperbanyak.
2. Bagi mereka yang belum hafal boleh dengan membaca. Dan bagi yang belum bisa membaca seluruhnya, sambil mempelajari, boleh dan cukup membaca bagian mana yang sudah ia dapati lebih dahulu. Yang paling gampang yaitu membaca "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" diulang-ulang selama kira-kira sama waktunya dengan mengamalkan seluruhnya. Yaitu kurang lebih 35 menit, jika itupun misalnya terpaksa belum mungkin, boleh berdiam saja selama waktu itu dengan memusatkan segenap perhatian, mengkonsentrasikan diri sekuat-kuatnya kepada Alloh SWT, dan merasa seperti berada di hadapan Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW dengan adab lahir batin yakni ta'dhim (memulyakan) dan mahabbah (mencinta) setulus hati!.
3. Mengamalkannya harus dengan niat semata-mata beribadah kepada Alloh dengan ikhlas tanpa pamrih suatu apapun. Baik pamrih duniawi maupun pamrih ukhrowi misalnya supaya begini supaya begitu, ingin pahala, ingin surga dan sebagainya!. Harus sungguh-sungguh mulus, IKHLAS KARENA DAN UNTUK ALLOH-LILLAH!. Di samping niat beribadah LILLAH, supaya niat mengikuti tuntunan Rosululloh SAW = LIRROSUL, dan niat mengikuti bimbingan Ghoutsu Hadzaz-Zaman RA. = LILGHOUTS!. Jadi ketiga niat dilaksanakan bersama yaitu LILLAH, LIRROSUL, LILGHOUTS!.
4. Di samping niat LILLAH, LIRROSUL, LILGHOUTS seperti di atas, supaya merasa bahwa kita dapat melakukan ini semua karena pertolongan Alloh, karena digerakkan oleh Alloh. Jadi menerapkan:
لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ
"Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan titah Alloh". BILLAH!.
Jangan sekali-kali merasa diri kita mempunyai kemampuan tanpa dititahkan oleh Alloh!.
Di samping merasa BILLAH, juga supaya merasa BIIROSUL. Artinya merasa bahwa diri kita ini menerima jasa dari Rosul Alloh SAW. Jadi menerapkan firman Alloh :
وَمَا اَرْسَلْنَكَ اِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَلَمِيْنَ. (٢١- الانبياء: ١٠۷)
"Dan tiada AKU mengutus Engkau Muhammad, melainkan rahmat bagi seluruh alamin". (21 - Al Anbiya : 107).
Selanjutnya di samping merasa BILLAH dan BIRROSUL supaya merasa BILGHOUTS!. Artinya merasa bahwa kita memperoleh jasa-jasa baik dari Ghouts Hadzaz-Zaman RA, jasa moril antara lain berupa dukungan moril dan doa restu dari pada Beliau. khususnya di dalam kita berdoa memobon kepada Alloh SWT ini.
5. Ketika mengamalkan supaya sungguh-sungguh hadlur hati kita dihadapan Alloh SWT dan "ISTIHDLOR" merasa seolah-olah seperti benar-benar berada di hadapan Rosul Allah SAW dengan adab lahir batin sebaik-baiknya, ta'dhim (memulyakan) dan mahabbah (mencinta) setulus hati. Dalam pada itu supaya merasa dan mengakui dengan jujur bahwa diri kita ini penuh berlumuran dosa dan senantiasa berlarut-larut!. Dosa kepada Alloh SWT, dosa kepada Rasululloh SAW, dosa kepada Ghouts Hadzaz-Zaman dan kepada para Auliya Kekasih Alloh, dosa kepada orang tua, kepada ibu bapak, kepada kelurga, kepada guru, kepada murid, kepada pemimpin dan kepada yang dipimpin, dosa terhadap bangsa dan negara, dosa kepada ummat dan masyarakat, bahkan dosa terhadap sesama makhluk pada umumnya. Dan merasa diri kita ini sangat dlo'if sangat lemah, butuh sekali maghfiroh ampunan, taufiq dan hidayah Alloh, butuh sekali syafa'at pertolongan dan tarbiyah Rosul Alloh SAW!. Butuh sekali akan bantuan dan dukungan dari Ghoutsu Hadzaz-Zaman RA berupa barokah, nadhroh dan doa restunya !.

Mari kita praktekkan ! (Membaca Surat Al Fatihah 7 kali)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ. – اَلْفَا تِحَةِ ( X ۷ )
(Membaca surat al-fatihah 7 kali)

وَاِلَى حَضْرَةِ غَوْثِ هَذَا الزَّمَانِ وَاَعْوَانِهِ وَسَائِرِ اَوْلِيَآءِ اللهِ رَضِيَ الله ُتَعَالَى عَنْهُمْ – اَلْفَاتِحَةِ( X ۷ )
(Membaca Surat Al Fatihah 7 kali).

Kemudian langsung membaca :

اَللَّهُمَّ يَا وَاحِدُ يَااَحَدْ ياَوَاجِدُ يَاجَوَادْ صَلِ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ سَـيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى آلِ سَـيِّدِنَا مُحَمَّدْ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَّ نَفَسٍ بِعَدَدِ مَعْلُوْمَاتِ اللهِ وَفُيُوْضَاتِهِ وَاَمْدَادِهْ ( X ١٠٠ )

ALLOHUMMA YAA WAAHIDU YAA AHAD, YAA WAAJIDU YAA JAWAAD, SHOLLI WASALLIM WABAARIK 'ALA SAYYIDINAA MUHAMMADIW-WA 'ALAA ALI SAYYIDINAA MUHAMMAD, FII KULLI LAMHATIW-WANAFASIM-BI’ADADI MA'LUUMAATILLAA-HI WAFUYUUDLOOTIHI WA AMDAADIH. (100 kali).

Terjemah :
"Yaa Alloh, yaa Tuhan Maha Esa, yaa Tuhan Maha Satu, yaa Tuhan Ma­ha Menemukan, yaa Tuhan Maha Pelimpah, limpahkanlah sholawat salam barokah atas Junjungan kami Kanjeng Nabi Muhammad dan atas Keluarga Kanjeng Nabi Muhammad pada setiap berkedipnya mata dan naik turunnya nafas sebanyak bilangan segala yang Alloh Maha Mengetahui dan sebanyak kelimpahan pemberian dan kelestarian pemeliharaan Alloh".

اَللَّهُمَّ كَمَا اَنْتَ اَهْلُهْ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَنَا وَشَفِيْعِنَا وَحَبِيْبِنَا وَقُرَّةِ اَعْيُنِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا هُوَ اَهْلُهْ نَسْئَلُكَ اللَّهُمَّ بِحَقِّهِ اَنْ تُغْرِقَنَا فِى لُجَّةِ بَحْرِ الْوَحْدَةْ حَتَّى لاَ نَرَى وَلاَ نَسْمَعَ وََلاَ نَجِدَ وَلاَ نُحِسَّ وَلاَ نَتَحَرَّكَ وَلاَ نَسْكُنَ اِلاَّ بِهَا وَتَرْزُقَنَا تَمَامَ مَغْفِرَتِكَ يَآ اَلله ْ وَتَمَامَ نِعْمَتِكَ يَآ اَلله ْ وَتَمَامَ مَعْرِفَتِكَ يَآ اَلله ْ وَتَمَامَ مَحَبَّتِكَ يَآ اَلله ْ وَتَمَامَ رِضْوَانِكَ يَآ اَلله ْ وَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهْ عَدَدَ مَا اَحَآ طَ بِهِ عِلْمُكَ وَاحَصَاهُ كِتَابُكْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ رَّاحِمِينْ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينْ. (X ۷).

"ALLOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH; SHOLLI WA SALLIM WA BAARIK 'ALAA SAYYIDINAA, WA MAULAANAA, WASYAFII’INAA, WA HABIIBINAA, WA QURROTI A'YUNINAA, MUHAMMADIN SHOLLALLOHU 'ALAIHI WA SALLAMA KAMAA HUWA AHLUH; NAS-ALUKALLOHUMA BIHAQQIHI AN TUGHRIQONAA FII LUJ-JATI BAHRIL-WAHDAH HATTA LAA NARO, WA LAA NASMA'A, WA LAA NAJIDA, WA LAA NUHISSA, WA LAA NATAHARROKA, WA LAA NASKUNA ILLA BIHA; WA TARZUQONAA TAMAAMA MAGHFIROTIKA YAA ALLOH, WA TAMAAMA NI'MATIKA YAA ALLOH, WA TAMAAMA MA'RIFATIKA YAA ALLOH, WA TAMA­AMA MAHABBATIKA YAA ALLOH, WA TAMAAMA RIDWAANIKA YAA ALLOH. WA SHOLLI WA SALLIM WA BAARIK 'ALAIHI WA' ALA ALIHI WA SHOHBIH 'ADADA MAA AHAATHO BIHI ILMUKA WA AHSHOOHU KITAABUK; BIROHMATIKA YAA ARHAMAR-ROHIMIIN WAL-HAMDU LILLAHI ROBBIL 'ALAMIIN". (7 kali).

Terjemah .
"Yaa Alloh, sebagaimana keahlian ada pada-Mu, limpahkanlah sholawat salam barokah atas Junjungan kami, Pemimpin kami, Pemberi syafa'at kami, Kecintaan kami dan Buah-Jantung-Hati kami Kanjeng Nabi Mu­hammad shollallohu 'alaihi wasallam yang sepadan dengan keahlian Beliau; kami bermohon kepada-MU yaa Alloh, dengan Hak Kemulyaan Beliau, tenggelamkan kami di dalam pusar-dasar-samudra Ke-Esaan-MU sedemikian rupa sehingga tiada kami melihat dan mendengar, tiada kami menemukan dan merasa, dan tiada kami bergerak ataupun berdiam, melainkan senantiasa merasa di dalam Samudra Tauhid-MU dan kami bermobon kepada-MU yaa Alloh, limpahilah kami ampunan-MU yang sempurna yaa Alloh, ni'mat karunia-MU yang sempurna yaa Alloh, sadar ma'rifat kepada-MU yang sempurna yaa Alloh, ridlo kepada-MU serta memperoleh ridlo-MU yang sempurna pula yaa Alloh. Dan sekali lagi yaa Alloh, limpahkanlah sholawat salam dan barokah atas Beliau Kanjeng Nabi dan atas Keluarga dan Sahabat Beliau sebanyak bilangan segala yang diliputi oleh ilmu-MU dan termuat di dalam Kitab-MU; de­ngan rahmat-MU yaa Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan segala puji bagi Allah Tuhan Seru Sekalian Alam”.

يَا شَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمْ * عَلَيْكَ نُوْرَالْخَلْقِ هَادِيَ اْلاَنَامْ
وَاَصْلَهُ وَرُوْحَهُ اَدْرِكْنِى * فَقَدْ ظَلَمْتُ اَبَدًا وَّرَ بِّنِى
وَلَيْسَ لِى ياَ سَيِّدِيْ سِوَاكَا * فَاِنْ تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا هَا لِكَا
يَا سَيِّدِ ي يَا رَسُوْ لَ الله ْ (X ۷)

"YAA SYAAFI'AL KHOLQIS-SHOLAATU WASAALAAM,
ALAIKA NUUROL-KHOLQl HAADIYAL ANAAM;
WA ASHLAHU WA RUUHAHU ADRIKNII
FAQOD DHOLAMTU ABADAW-WAROBBINII ; (3 kali)
WA LAISA LII YAA SAYYIDII SIWAAKA,
FA IN TARUDDA KUNTU SYAKHSHON HAALIKA".

“YAA SAYYIDII, YAA ROSUULALLOH !” ( 7 kali)

Terjemah :
"Duhai Kanjeng Nabi Pemberi syafa'at makhluq,
kepangkuan-MU sholawat dan salam kusanjungkan,
duhai Nur-cahaya makhluq, Pembimbing manusia;
Duhai Unsur dan Jiwa makhluq,
bimbing, bimbing, bimbing dan didiklah diriku,
sungguh, aku manusia yang dholim selalu;
Tiada arti diriku tanpa Engkau duhai yaa Sayyidii,
Jika Engkau hindari aku, akibat keterlaluan berlarut-larutku,
Pastilah, pastilah, pasti ‘ku ‘kan hancur binasa !".
"Duhai Pemimpin kami, duhai Utusan Alloh!”

يَآ اَيُّهَا الْغَوْثُ سَلاَ مُ اللهِ * عَلَيْكَ رَ بِّنِى بِاِذْنِ اللهِ
وَانْظُرْ اِلَيَّ سَيِّدِ ي بِنَظْرَةِ * مُوْصِلَةٍ لِّلْحَضْرَةِ الْعَلِيَّةِ

"YAA AYYUHAL GHOUTSU SALAAMULLOHI,
'ALAlKA ROBBlNII BI IDZNILLAHI; (3 kali)
WANDHUR ILAYYA SAYYIDII BINADHROH,
MUUSHILATIL-LILHADROTIL 'ALIYYAH."

Terjemah :
"Duhai Ghoutsu Zaman, kepangkuan-MU salam Alloh kuhaturkan; bimbing, bimbing dan didiklah diriku dengan izin Alloh;
Dan arahkan pancaran sinar-nadroh-MU kepadaku yaa Sayyidii,
radiasi batin yang mewushulkan aku, sadar kehadirot Maha Luhur Tuhanku.”

يَا شَافِعَ الْخَلْقِ حَبِيْبَ اللهِ * صَلاَ تُهُ عَلَيْكَ مَعْ سَلاَ مِهِ
ضِلَّتْ وَضَلَّتْ حَيْلَتِي فِى بَلْدَتِى * خُذْبِيَدِ ي يَا سَيِّدِ ي وَاْلاُمَّةِ

يَا سَيِّدِ ي يَا رَسُوْ لَ الله ْ (X ۷)

"YAA SYAAFI'AL KHOLQI HABIIBALLOHI,
SHOLLAATUHUU 'ALIKA MA' SALAAMIHI;
DHOLLAT WA DHOLLAT HIILATII FII BALDATII, (3 kali)
KHUDZ BIYADII YAA SAYYIDII WAL UMMATI."
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH (7 kali).

Terjemah :
“Duhai Kanjeng Nabi Pemberi syafa'at makhluq,
Duhai Kanjeng Nabi Kekasih Alloh,
kepangkuan-MU sholawat dan salam Alloh kusanjungkan;
“Jalanku buntu, usahaku tak menentu.
buat kesejahteraan negeriku,
cepat, cepat, cepat raihlah tanganku yaa Sayyidii,
tolonglah diriku dan seluruh ummat ini!”.
“Duhai pemimpin kami, duhai utusan Alloh!”

يَا رَبَّنَا اللَّهُمَ صَلِّ وَسَلِّمِ * عَلَى مُحَمَّدٍ شَفِيْعِ اْلاُمَمِ
وَاْلآلِ وَاجْعَلِ اْلأََناَمَ مُسْرِعِينْ * باِلْوَاحِدِيَةِ لِرَبِّ الْعَالَمِينْ
يَارَ بَّنَااغْفِرْيَسِرِّافْتَحْ وَاهْدِنَا * قَرِّبْ وَاَ لِّفْ بَيْنَنَا يَا رَ بَّنَا

"YAA ROBBANALLOHUMMA SHOLLI SALLIMI
'ALAA MUHAMMADIN SYAFII'IL UMAMI ;
WAL AALI WAJ-‘ALIL ANAAMA MUSRI'IIN, (3 kali)
BIL-WAAHIDIYYATI LIROBBIL 'ALAMIIN;
YAA ROBBANGHFIR YASSIR-IFTAH WAHDINAA,
QORRIB WA ALLIF BAINANAA YAA ROBBANAA."

Terjemah :
"Yaa Tuhan kami yaa Alloh, limpahkanlah sholawat dan salam atas Kanjeng Nabi Muhammad Pemberi syafa'at ummat dan atas Keluarga Beliau ;
dan jadikanlah ummat manusia cepat-cepat lari, lari kembali mengabdi-kan diri dan sadar kepada Tuhan Semesta Alam;
Yaa Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, permudahlah segala urusan
bukakanlah hati dan jalan kami,
dan tunjukilah kami, pereratlah persaudaraan dan persatuan di antara
kami, yaa Tuhan kami!".

اَللَّهُمَّ بَارِكْ فِيْمَا خَلَقْتَا وَهَذِهِ الْبَلْدَةْ يَا الله ْ وَفِي هَذِهِ الْمُجَاهَدَةْ يَآالله ْ (X۷)

"ALLOHUMMA BAARIK FII MAA KHOLAQTA WA HAADZIHIL BALDAH YAA ALLOH, WA FII HAADZIHIL MUJAAHADAH YAA ALLOH!." (7 kali).

Terjemah :
"Yaa Alloh, limpahkanlah berkah di dalam segala makhluq yang Engkau ciptakan dan di dalam negeri ini yaa Alloh, dan di dalam Mujahadah ini yaa Alloh ".

اِسْـتِغْرَاقْ
"ISTIGHROQ"

Yang dimaksud ialah : diam tidak membaca apa-apa. Segala perhatian tertuju hanya kepada Alloh!. Bukan membayangkan lafal "ALLOH", tetapi kepada Alloh-Tuhan !. Pendengaran, perasaan, ingatan, fikiran, penglihatan dan ... pokoknya segala-segalanya dikonsentrasikan kepada Alloh!.
Lain-lain tidak menjadi acara!. Hanya Alloh!. Titik !
Lamanya istighoroq tidak ada batasan, menurut kemampuan masing-masing. Istighroq diakhiri dengan membaca Surat Al Fatihah satu kali.
ALFAATIHAH!.

Kemudian membaca doa seperti di bawah ini :

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَللَّهُمَّ بِحَقِّ اسْمُكَ اْلاَعْظَمْ وِبِجَاهِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وِبِبَرَكَةِ غَوْثُ هَذَا الزَّمَانْ وَاَعْوَانِهِ وَسَائِرِ اَوْلِيَآئِكَ يَا الله ْ, يَا الله ْ, يَا الله ْ رَضِيَ الله ْ تَعَالَى عَنْهُمْ (X ٣). بَلِّغْ جَمِيْعَ الْعَالَمِينْ نِدَآءَناَ هَذَا وَاجْعَلْ فِيْهِ تَأْثِيْرًا بَلِيْغًا (X ٣). فَإِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِ يرْ وَبِاْلاِجَابَةِ جَدِيرْ (X ٣). فَفِرُّوْا اِلَى الله ْ (X ٣).
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الّبَاطِلْ اِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا (X ٣). الفا تحة (X ١).

"BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM.
ALLOHUMMA BIHAQQISMIKAL-A 'DHOM WA BIJAAHI SAYYIDI-NAA MUHAMMADIN SHOLLALLOHU 'ALAIHI WASALLAM, WABIBAROKATI GHOUTSI HADZAZ-ZAMAN WA A'WAANIHI WA SAAIRI AULIYAAIKA YAA ALLOH, YAA ALLOH, YAA ALLOH, RODIYALLOHU TA'ALA 'ANHUM (3 kali)
BALLIGH JAMII'AL 'ALAMIIN NIDAA-ANAA HAADZA WAJ'AL FIIHI TA’TSIIROM-BALIIGHO ( 3 kali)

FA INNAKA 'ALA KULLI SYAI-ING QODIIR WA BIL-IJAABATI JADIIR." (3kali)
"FAFIRRUU-ILALLOH!." ( 7 kali )

"WA QUL JAA-AL HAQQU WA ZAHAQOL BAATHIL, INNAL BAATHILA KAANA ZAHUUQO !". (3 kali).

Terjemah :
"Dengan Asma Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yaa Alloh, dengan Hak kebesaran Asma-MU, dan dengan kemulyaan serta Keagungan Kanjeng Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam, dan dengan barokahnya Ghoutsu Haadzaz-Zaman wa A 'waanihi serta segenap Auliya Kekasih-Mu yaa Alloh, yaa Alloh, yaa Alloh rodhiyallohu Ta 'ala 'anhum, sampaikanlah seruan kami ini kepada jamii'al 'alamiin dan letakkanlah kesan yang merangsang di dalamnya; Maka sesungguhnya Engkau Maha Kuasa berbuat segala sesuatu dan Maha Ahli memberi ijabah !"
"FAFIRRUU ILALLOH !" = Larilah kembali kepada Alloh !.

"WA QUL JAA-AL HAQQU WA ZAHAQOL BAATHIL, INNAL BAA­THILA KAANA ZAHUUQO" = dan katakanlah (wahai Muhammad), perkara yang haq telah datang dan musnahlah perkara yang batal; sesung­guhnya perkara yang batal itu pasti musnah".

"AL FAATIHAH" !. (Membaca Surat Al Fatihah satu kali).

KETERANGAN :
1. Kalimah "FAFIRRUU ILALLOH" dan “WA QUL JAA-AL HAQQU...
..,...." dibaca bersama-sama imam dan makmum. Dirinya sendiri terutama supaya dirasa katut termasuk di dalam ajakan itu dengan getaran hati yang kuat,
2. "FAFIRRUU ILALLOH" maksudnya, mengajak secara batiniyah agar supaya kita dan masyarakat kembali mengabdikan diri dan sadar kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Secara umum yaitu dengan menjalankan hal-hal yang diridloi Alloh wa-Rosuulihi SAW, dan menghindarkan diri atau meninggalkan soal-soal yang tidak diridloi Alloh wa Rosuulihi SAW, meninggalkan perbuatan-perbuatan yang merugikan, merugikan diri pribadi dan keluarga dan masyarakat!.
3. "WA QUL JAA-AL HAQQU..........." maksudnya, memohon semoga perbuatan dan akhlak-akhlak yang jahat yang merugikan ummat dan masyarakat segera diganti oleh Alloh dengan akhlaq yang baik yang membuahkan manfaat dan menguntungkan ummat dan masya­rakat yang diridloi Alloh wa Rosuulihi SAW. Dan apabila memang sudah menjadi suratan takdir tidak bisa diperbaiki lagi, dari pada makin lama makin berlarut-larut makin hebat menimbulkan kerusakan dan kehancuran, lebih baik semoga lekas dimusnahkan saja !. Ini adalah soal mental, bukan terhadap fisik !. Dan terutama kita arahkan untuk diri kita sendiri !.
4. Apabila pengamalan Sholawat Wahidiyah dijalankan secara berjama’ah bersama-sama beberapa orang, dan apabila situasi mengijinkan, sesudah membaca Surat Al Fatihah yang terakhir semua jama’ah diajak, sekali lagi mengadakan panggilan "FAF1RRUU ILALLOH"................ dengan berdiri menghadap ke arah empat penjuru : arah barat, utara, timur dan selatan. Ini antara lain mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrohim 'ala Nabiyyinaa wa 'alaihissholaatu wassalam ketika baru selesai membangun Ka'bah yang juga berdiri ke arah empat penjuru memanggil ummat dan masyarakat. Sikap badan tegak berdiri, pandangan lurus ke depan, dan kedua tangan lurus ke bawah di samping paha kanan kiri. Pandangan batin dengan getaran hati yang kuat diarahkan kepada jamii'al 'alamin mulai dari pribadi kita masing-masing sampai notog jagad arah yang kita hadapi, mengelilingi jagad di bawah kita jagad dibelakang kita kembali kepada diri kita lagi.
Nidak panggilan pada tiap arah tersebut ialah :
AL FAATIHAH ! (Membaca Surat Al Fatihah satu kali).
FAFIRRUU ILALLOH (3 kali)
WA QUL JAA-AL HAQQU...........(satu kali).
Sesudah arah selatan, menghadap kembali seperti ketika duduk tetapi masih tetap berdiri kemudian membaca :
AL FAATIHAH ! (satu kali)
YAA SYAAFl'AL KHOLQIS-SHOLAATU...... dilagukan (satu kali)
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH ! (tiga kali)
YAA AYYUHAL GHOUTSU........dilagukan (satu kali)
AL FAATIHAH ! (satu kali) S E L E S A I.
Nidak panggilan dengan berdiri seperti di atas juga boleh dilakukan sendiri sekalipun tidak dengan berjama’ah.

 2. MUJAHADAH YAUMIYAH (HARIAN)
Mujahadah Yaumiyah adalah mujahadah yang dilaksanakan setiap hari oleh Pengamal Wahidiyah paling sedikit satu kali dalam sehari semalam dengan urutan bacaan seperti dalam Lembaran Sholawat Wahidiyah dan hitungannya boleh ditetapkan, ditambah, atau dikurangi sebagian atau seluruhnya
Disamping menurut pilihannya sendiri seperti di atas sangat dianjurkan menggunakan Aurod MUJAHADAH BILANGAN 7-17. Boleh dilaksanakan sendiri-sendiri akan tetapi berjama’ah se keluarga, se lingkungan atau se kampung, sangat dianjurkan.
c.    Pelaksanaannya tidak ditentukan pada salah satu waktu. Boleh siang, malam, sore atau pagi hari. Lebih utama bila memilih waktu yang sekiranya bisa melaksanakan secara rutin (istiqomah), misalnya sehabis sholat Magrib.

Aurod Mujahadah Yaumiah/harian :

Kegunaan Aurod Mujahadah 717 (Yaumiah/harian)
- Untuk mujahadah Yaumiyah/Harian (Jika sudah mengamalkan Mujahadah Sholawat Wahidiyah selama 40 hari, maka dianjurkan Mujahadah 717 sehari sekali, kalau bisa bersama keluarga)
- Untuk Mujahadah Usbuiyah ( Seminggu sekali bersama jama'ah sekampung)
- Untuk mengawali Mujahadah Keuangan)
- Mujahadah bagi pengamal Wahidiyah yang Wafat.
-Mujahadah Wukuf 3x rambahan.
- Mujahadah Hari Pahlawan dll.

###########

BISMILLAHIRROHMANIROHIM

ILAA HADLROTI SAYYIDINAA MUHAMMADIN SHOLLALLOOHU'ALAIHI WASSALAM, WA ILAA HADLROTI GHOUTSI HAADAZ-ZAMAN WAA'AWAANIHI WASAAAIRI AULIYAAILLAAHI RODLIYALLOOHU TA'AALA ‘ANHUM
Al-Fatehah (7x)

ALLOOHUMMA YAA WAAHIDU YAA AHAD, YAA WAAJIDU YAA JAWAAD, SHOLLI WASALLIM WABAARIK ‘ALAASAYYIDINAA MUHAMMADIW-WA'ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD. FII KULLI LAMHATIW WA NAFASIM BI'ADADI MA'LUMAATILLAAHI, WA FUYU DHOTIHI WA AMDAADIH. .......(7X)

ALLOOHUMMA KAMAA ANTA AHLUH; SHOLLI WASALLIM WABAARIK ‘ALAASAYYIDINAA WAMAULAANAA,WASYAFII'INAA,WAHABIIBINAA,WAQURROTI A'YUNINAA MUHAMMADIN SHOLLALLOOHU'ALAIHI WASALLAMA KAMAA HUWA AHLUH; NAS-ALUKALLOOHUMMA BIHAQQIHI AN TUGHRIQONAA FII LUJJATI BAHRIL WAHDAH; HATTAA LAA NAROO WALAA NASMA'A, WALAA NAJIDA WALAA NUHISSA, WALAA NATAHARROKA WALAA NASKUNA ILLAA BIHAA; WATARZUQONAA TAMAAMA MAGHFIROTIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA NI'MATIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA MA'RIFATIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA MAHABBATIKA YAA ALLOH, WATAMAAMA RIDLWANIKA YAA ALLOH; WASHOLLI WASALLIM WABAARIK ‘ALAIHI WA'ALAA AALIHI WASHOHBIH. ‘ADADAMAA AHAATHOBIHII ‘ILMUKA WAAHSHOOHU KITAABUK; BIROHMATIKA YAA ARHAMAR-ROOHIMIIN, WALHAMDU LILLAAHI ROBBIL'AALAMIIN............. (7X)

YAA SYAFI'AL-KHOLQISH-SHOLAATU WASSALAAM " ‘ALAIKA NUUROL KHOLQI HAADIYAL ANAAM
WA ASHLAHUU WA RUUHAHU ADRIKNII " FAQODH DHOLAMTU ABADAW-WAROBBINII
WA LAISA LII YAA SAYYIDII SIWAAKA " FA-IN TARUDDA KUNTU SYAKHSON HAALIKAA .......(7x)

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !....... (7x)

YAA AYYUHAL-GHOUTSU SALAAMULLOOH " ‘ALAIKA ROBBINII BI-IDZNILLAAH
WANDHUR ILAYYA SAYYIDII BINADHROH " MUUSHILATIL-LIL-HADLROTIL'ALIYYAH....... (7x)

YAA SYAAFI'AL-KHOLQI HABIIBALLOOHI " SHOLAATUHUU'ALAIKA MA'SALAAMIHII,
DHOLLAT WA DHOLLAT HIILATII FII BALDATII " KHUDZ BIYADII YAA SAYYIDII WAL UMMATII ....... (7x)

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !....... (17x)
YAA ROBBANALLOOHUMMA SHOLLI SALLIMI " ‘ALAA MUHAMMADIN SYAFII'IL UMAMI,
WAL-AALI WAJ-‘ALIL ANAAMA MUSRI'IIN " BIL-WAAHIDIYYATI LIROBBIL-‘AALAMIIN
YAA ROBBANAGH-FIR YASSIR IFTAH WAHDINAA " QORRIB WA-ALLIF BAINANAA YAA ROBBANAA....... (7x)

ALLOOHUMMA BAARIK FIIMAA KHOLAQTA WAHAADZIHIL BALDAH YAA ALLOH, WA FII HAADZIHIL MUJAAHADAH YAA ALLOH !....... (7X)

I S T I G H R O O Q ! ( Diam tidak membaca apa-apa, segenap perhatian lahir bathin, fikiran dan perasaan dipusatkan hanya kepada ALLOH! Tidak ada acara selain ALLOH )
AL-FATEHAH

BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM,
( ALLOOHUMMA BIHAQQISMIKAL A'DHOM WABIJAAHI SAYYIDINAA MUHAMMADIN SHOLLALLOHU ‘ALAIHI WASALLAM WABIBARAKATI GHOUTSI HADZAZ-ZAMAAN WA A'WAANIHI WA SAAIRI AULIYAAIKA YAA ALLOH, YAA ALLOH, YAA ALLOH, RODLIYALLOOHU TA'AALA'ANHUM 3X )
( BALLIGH JAMII'AL ‘ALAMIIN NIDAA-ANAA HAADZAA WAJ'AL FIIHI TAKTSIIROM-BALIIGHOO 7X )
( FAINNAKA ‘ALAA KULLI SYAI-INGQODIIR WABIL IJABATI JADIIR 3X )
FAFIRRUU ILALLOOH ! .......(17X)
WAQUL JAA-ALHAQQUWAZAHAQOL BAATHIL INNAL BAATHILA KAANA ZAHUUQOO !....... (17X)
AL-FATEHAH (1x)Selesai.

ANJURAN :

Para Pengamal Wahidiyah supaya melaksanakan Mujahadah Menjelang Shubuh, sendiri-sendiri atau berjama’ah. Sebelum-nya didahului sholat witir sedikitnya 3 roka’at (seperti lazimnya dilakukan sehabis sholat tarowih di bulan Romadlon).
b.    Para Pengamal Wahidiyah supaya membiasakan diri melaksanakan sholat sunnat qobliyah, ba’diyah dan sholat berjama’ah.

c.       Sehabis mendengarkan adzan jangan langsung membaca puji - pujian / tasyafu’an tetapi hendaknya melaksanakan sholat sunnat qobliyah lebih dahulu.

Sholat sunnah ba’diyatal Maghrib supaya dilaksanakan setelah salam dari sholat Maghrib kemudian baru membaca wirid dan Mujahadah



 3. MUJAHADAH KELUARGA

a.       Mujahadah Keluarga adalah Mujahadah Wahidiyah yang dilakukan dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga dari pengamal Wahidiyah dengan berjama’ah. Apabila situasi mengizinkan dianjurkan agar dilaksanakan setiap hari satu kali, Setidak-tidaknya 3 hari atau seminggu sekali.
b.       Mujahadah Keluarga supaya diusahakan sebagai kegiatan rutin dalam rumah tangga.
c.       Yang menjadi imam dalam Mujahadah Keluarga seyogja-nya bergantian antara bapak, ibu, anak dan anggota keluarga yang lain. Aurod, sebaiknya menggunakan bilangan 7-17 satu kali atau lebih (melihat situasi dan kondisi).
d.       Diharapkan dengan Mujahadah Keluarga tercipta keluarga yang damai, penuh berkah, tenteram, jauh dari murka Alloh , dan terhindar dari saling menuntut besuk hari qiamat sebagimana firman-Nya :

يَآأَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوآ أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا ……

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluarga-mu dari api neraka ... (Q.S.-  At-Tahrim : 6)

Dan firman-Nya ;

فَاِذاَ جَاءَتِ الصّآخَة ' يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ اَخِيْهِ ' وَاُمِّهِ وَاَبِِيْهِ ' وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيْهِ ' (80 عبس 33-34-35-36 )

“Maka apabila datang suara yang memekikkan (tiupan sengkala yang kedua), pada hari ketika seseorang lari dari saudaranya, dari Ibu dan Bapaknya, dari istri dan anak-anaknya”. (Q.S 80-‘Abbas : : 33,34,35,36)



4. MUJAHADAH USBU'IYAH (MINGGUAN)

a.    Mujahadah Usbu’iyah adalah mujahadah yang dilaksanakan secara berjama’ah tiap seminggu sekali oleh Pengamal Wahidiyah se desa / kelurahan / lingkungan. Penyelenggara / penanggungjawabnya adalah Pengurus PW Desa / Kelurahan.
b.    Di desa, kampung, atau lingkungan yang sudah ada pengamal Wahidiyahnya sekalipun hanya beberapa orang / keluarga supaya mengadakan Mujahadah Usbu’iyah sendiri. Tidak hanya bergabung dengan desa / kampung lainnya.
c.    Tempat Mujahadah Usbu’iyyah boleh menetap di suatu tempat, akan tetapi lebih dianjurkan berpindah-pindah dari rumah ke rumah. Antara lain seperti sabda Rosululloh SAW2.

زَيِّنُوْا مَجَالِسَكُمْ بالصَّلاَةِ عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ عَلَيَّ نُوْرٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رَوَاهُ الدَّيْلَمِيُّ في مُسْنَدِ الْفِرْدَوْسِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ)

“Hiasilah ruang tempat duduk kamu sekalian dengan bacaan sholawat kepadaku, maka sesungguhnya bacaan sholawat kalian kepadaku itu menjadi cahaya pada hari qiyamat”.(HR. Dailami dalam kitab Musnadil-Firdaus, dari Ibnu Umar Ra.).

d.    Berangkat menuju tempat Mujahadah Usbu’iyah sayogjanya bersama-sama dengan teman lain. Sehingga saling menying-gahi (Jawa : ngampiri) satu sama lain.

e.    Jika situasi mengizinkan supaya diadakan sendiri-sendiri :
-       Mujahadah usbu’iyah kaum bapak,

-       Mujahadah usbu’iyah kaum ibu,

-       Mujahadah usbu’iyah remaja dan

-       Mujahadah usbu’iyah kanak-kanak

Jika belum mungkin usahakan seluruh pengamal Wahidiyah desa, sekampung, atau lingkungan, baik kaum bapak, ibu, remaja, dan kanak-kanak aktif mengikuti Mujahadah Usbu’iyah bersama-sama.

f.     Sebelum pelaksanaan Mujahadah Usbu’iyah supaya diadakan persiapan lahir batin sebaik-baiknya.

g.    Imam Mujahadah Usbu’iyah supaya bergilir dari kalangan peng-amal Wahidiyah se desa, se kampung, atau lingkungan, baik pria, wanita, remaja dan kanak-kanak.
h.    Aurad Mujahadah Usbu’iyah seharusnya menggunakan bilangan 7 – 17 atau menggunakan Aurod Mujahadah lain dengan ketentuan disepakati seluruh jama’ah, atau ada ketentuan lain dari DPP PSW.
i.      Mujahadah Usbu’iyah tidak harus menghadap ke arah kiblat tetapi juga tidak dilarang. Lazimnya bermuwajahah (saling ber-hadapan), dan Insya Alloh cara seperti ini ada ciri-ciri khusus dan banyak manfaatnya, antara lain bisa terjadi sorot-menyorot bathiniyah antara satu dengan yang lain.
Mujahadah berjamaah yang lazimnya menghadap ke arah qiblat antara lain ; mujahadah sehabis sholat maktubah / sholat sunnat, atau mujahadah yang bertempat di masjid / musholla atau jika ada suatu kepentingan. Adapun mujahadah perorangan (sendirian) lebih utama jika menghadap ke arah qiblat, kecuali situasi tidak mengizinkan.
j.      Yang sudah hadir lebih dahulu, sambil menunggu kehadiran yang lain supaya langsung “tasyafu’an” bersama-sama dengan adab yang sebaik-baiknya..
k.    Jika Mujahadah sudah akan dimulai, tasyafu’an diakhiri dengan “Al-Faatihah” (membaca surat Fatihah bersama satu kali) atau membaca “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH” bersama-sama tiga kali, diteruskan dengan bacaan “YAA AYYUHAL GHOUTSU SALAAMULLOOHI” (dilagukan satu kali, kemudian membaca ”AL-FAATIHAH” satu kali.

Selanjutnya pimpinan / Imam jama’ah, wakilnya atau yang ditugasi, segera memberitahukan dan mengajak hadirin hadirot untuk segera memulai mujahadah dan mempersilah-kan kepada petugas Imam Mujahadah yang telah ditentukan.

Contoh :  “Para hadirin hadirot ! Mujahadah Usbu’iyah ini mari segera kita mulai. Dan mari kita berusaha menerapkan LILLAH BILLAH, LIRROSUL BIRROSUL, LILGHOUTS BILGHOUTS,  Kepada yang bertugas sebagai imam mujahadah, Bapak / Ibu / sdr………..…. disilahkan.
l.      Urutan acara dalam Mujahadah Usbu’iyah :
1.    Tasyaffu’ dan Istighotsah;
2.    Mujahadah bilangan 7-17;
3.    Dianjurkan mengadakan pembacaan buku-buku Wahidiyah, atau lain-lain sesuai keperluan.
4.    Penutup / nidak.
m.  Pembaca buku-buku Wahidiyah atau lain-lain dalam Mujahadah Usbu’iyah bisa dari lingkungan jama’ah sendiri.
n.    Pelaksanaan Mujahadah Usbu’iyah Kanak-Kanak, lihat buku “TUNTUNAN MUJAHADAH UNTUK KANAK-KANAK”.

5. MUJAHADAH SYAHRIYAH

a.    Mujahadah Syahriyah adalah Mujahadah Wahidiyah yang  dilaksanakan secara berjama’ah setiap bulan sekali, oleh Pengamal Wahidiyah se-kecamatan.

b.    Penyelenggara dan penanggungjawabnya adalah Pengurus PW Kecamatan dan dapat menunjuk / membentuk Panitia Pelaksana.

c.    Penyelenggaraan Mujahadah Syahriyah harus diberitaukan secara tertulis kepada MUSPIKA, KUA dan  PW Kab/Kota setempat.

d.    Mujahadah Syahriyah dilaksanakan dalam bentuk seremonial (Acara Wahidiyah) dengan tema disesuaikan situasi dan kondisi saat itu.

e.    Mujahadah Syahriyah diikuti secara bersama-sama oleh Pengamal Wahidiyah se kecamatan. Sayogjanya mengundang pengamal / Penyiar Wahidiyah Kecamatan terdekat, tetangga, simpatisan, pejabat pemerintah, dan tokoh-tokoh agama / masyarakat setempat.

Seksi Pembina Wanita, Pembina Remaja, Pembina Kanak-kanak, dan Pembina Mahasiswa, boleh menyelenggarakan sendiri-sendiri dengan sepengetahuan PW Kecamatan, dan bisa dilaksanakan bersama-sama dengan penanggung jawab acara bergantian.
g.   Pembiayaan Mujahadah Syahriyah menjadi tanggung jawab bersama seluruh Pengamal Wahidiyah se-kecamatan dengan pengedaran Lis Khusus / Umum atau cara-cara lain yang sah, halal, dan tidak mengikat.  

h.    Untuk lebih tertibnya PW Kecamatan supaya membuat jadwal Mujahadah Syahriyah per tahun dan berkordinasi dengan PW Kab/Kota.

i.     Sebelum hari pelaksanaan Mujahadah Syahriyah supaya diadakan mujahadah penyongsongan. Dilaksanakan terutama oleh Pengurus PW Kecamatan, para imam jama’ah dan umumnya pengamal Wahidiyah sekecamatan, utamanya jama’ah yang ketempatan. Dan supaya diadakan pula Muajahadah Khusus Nonstop.

Aurad Mujahadah penyongsongan menggunakan bilangan 7-17 dan aurod mujahadah nonstop menggunakan Aurod Mujahadah Peningkatan dan bisa ditambah Aurod Mujahadah Penyiaran

Kerangka acara dalam Mujahadah Syahriyah antara lain :
1)    Pembukaan

2)    Pembacaan ayat suci Al-Qur’an (Tilawatil Qur’an)

3)    Muqoddimah Sholawat Wahidiyah

4)    Prakata panitia

5)    Sambutan-sambutan :

a. Pimpinan  PW setempat.

b. Kepala desa yang berketempatan
c.  MUSPIKA / Ulama.
6)    Kuliah Wahidiyah dan Mujahadah
7)    Penutup dan nida’

Catatan :
D  Melihat situasi dan kondisi bisa ditambah terjemah Al-Qur’an, deklamasi / puisi Wahidiyah atau bacaan Tahlil.
D  Jika situasi memungkinkan Mujahadah dalam “Kuliah Wahidiyah” terakhir menggunakan bilangan 7-17.
k.. Bagi Pengamal Wahidiyah yang udzur / tidak bisa hadir supaya melaksanakan mujahadah di tempat masing-masing dengan niat makmum.
l. Apabila karena suatu udzur tidak bisa dilaksanakan secara seremonial maka PW Kecamatan supaya mengadakan Gerakan Mujahadah Serempak oleh seluruh Pengamal Wahidiyah se kecamatan di tempat atau jama’ah masing-masing pada saat yang ditentukan dengan disertai mujahadah penyongsongan seperti di atas.

m. Jika Mujahadah Syahriyah berdekatan dengan Mujahadah Rubu’ussanah yang bertempat di suatu PW Kecamatan, maka Mujahadah Syahriyah tersebut dilaksanakan dengan Mujahadah serempak seperti di atas.

n. Dari beberapa kali pelaksanaan Mujahadah Syahriyah dalam satu  tahun supaya disertai Up-Grade / Diklat / Panataran Wahidiyah.

6. MUJAHADAH RUBU'USSANAH

a.     Mujahadah Rubu’ussanah adalah Mujahadah Wahidiyah yang  dilaksanakan secara berjama’ah setiap 3 bulan sekali, oleh Pengamal Wahidiyah se-kabupaten / kota..

b.    Penyelenggara dan penanggungjawabnya adalah  PW Kab/Kota dan dapat menunjuk / membentuk Panitia Pelaksana.
Penyelenggaraan Mujahadah Rubu’ussanah harus diberitaukan secara tertulis kepada MUSPIDA, Depag, PW Prop setempat dan  PW Pusat.
d.     Mujahadah Rubu’ussanah dilaksanakan dalam bentuk seremonial (Acara Wahidiyah) dengan tema disesuaikan situasi dan kondisi saat itu.
Mujahadah Rubu’ussanah diikuti secara bersama-sama oleh Pengamal Wahidiyah se kabupaten / kota. Sayogjanya mengundang pengamal / Penyiar Wahidiyah kabupaten / kota terdekat, simpatisan, pejabat pemerintah, dan tokoh-tokoh agama / masyarakat.
Badan Pembina Wanita, Pembina Remaja, Pembina Kanak-kanak, dan Pembina Mahasiswa, boleh menyelenggarakan sendiri-sendiri dengan sepengetahuan PW Kab/Kota, dan bisa dilaksanakan bersama-sama dengan penanggung jawab acara bergantian
g.    Pembiayaan Mujahadah Rubu’ussanah menjadi tanggung jawab bersama seluruh Pengamal Wahidiyah se- kabupaten / kota dengan pengedaran Lis Khusus / Umum atau cara-cara lain yang sah, halal, dan tidak mengikat.
h.    Untuk lebih tertibnya, PW Kab/Kota supaya membuat jadwal Mujahadah Rubu’ussanah menyesuikan jadual waktu pelaksanaan Mujahadah yang diterbitkan oleh PW /SKB Dep. Pembina Prop. setempat.

i.      Sebelum pelaksanaan Mujahadah Rubu’ussanah supaya diadakan mujahadah penyongsongan sekurang-kurangnya tujuh hari. Dilaksanakan terutama oleh Pengurus PW Kabupaten / kota, PW Kecamatan, PW Desa, para imam jama’ah dan umumnya pengamal Wahidiyah se kabupaten / kota. Dan diadakan Muajahadah Khusus Nonstop sekurang-kurangnya tiga hari sebelum pelaksanaan di setiap jama’ah dan sehari semalam di sekitar lokasi acara.

Aurad Mujahadah penyongsongan menggunakan bilangan 7-17 dan aurod mujahadah nonstop menggunakan Aurod Mujahadah Peningkatan dan Aurod Mujahadah Penyiaran . Dalam Mujahadah Penyongsongan di atas bisa ditambah bacaan : WAFII HAADZIHII MUJAAHADATI RUBU’ISSANAH YAA ALLOOH setelah bacaan “ALLOOHUMMA BAARIK…”  Bilangannya minimal 7 kali.

Kerangka acara dalam Mujahadah Rubu’ussanah sama dengan acara Mujahadah Syahriyah. Hanya saja sambutan-sambutannya disesuaikan (Lihat Petunjuk Acara-Acara Wahidiyah)
k.. Bagi Pengamal Wahidiyah yang udzur / tidak bisa hadir supaya melaksanakan mujahadah di tempat masing-masing dengan niat makmum.
l. Apabila karena suatu udzur tidak bisa dilaksanakan secara seremonial maka PW /DPPW supaya mengadakan Gerakan Mujahadah Serempak oleh seluruh Pengamal Wahidiyah se kabupaten / kota di tempat atau jama’ah masing-masing pada saat yang ditentukan dengan disertai mujahadah penyongsongan seperti di atas.

m.Jika Mujahadah Rubu’ussanah berdekatan dengan Mujahadah Nisfussanah yang bertempat di suatu  PW, maka Mujahadah Rubu’ussanah tersebut dilaksanakan dengan Mujahadah serempak seperti di atas.

n. Dari beberapa kali pelaksanaan Mujahadah Rubu’ussanah dalam satu  tahun supaya disertai Up-Grade / Diklat / Panataran Wahidiyah / sarasehan Pengurus.


5. MUJAHADAH RUBU'USSANAH

i. Bagi Pengamal Wahidiyah di kabupaten / kota tersebut jika terpaksa (karena udzur) tidak bisa hadir di arena Mujaha-dah Rubu’ussanah supaya melakukan mujahadah dengan bilangan 7-17 tiga kali khataman di tempat masing-masing dengan niat makmum.

j. Apabila karena udzur tidak bisa melaksanakan Mujahadah Rubu’ussanah dengan seremonial (Acara / Resepsi) Pengurus PW yang bersangkutan supaya mengadakan Gerakan Mujahadah Serempak yang dilakukan oleh seluruh Pengamal Wahidiyah se kabupaten/kota di tempat atau jama’ah masing-masing pada saat yang ditentukan sebagai pelaksanaan Mujahadah Rubu’ussanahnya, dengan disertai mujahadah penyongsongan seperti di atas. Dengan demikian tidak ada alasan bagi PW untuk tidak melaksanakan Mujahadah Rubu’ussanah.

Bagi  PW yang akan ditempati Mujahadah Nisfussanah dan waktunya berdekatan dengan pelaksanaan Mujahadah Rubu‘ussanah maka Rubu’ussanahnya supaya menggunakan cara Gerakan Mujahadah Serempak di atas.

0064.01.317 - HATI SHOLAWAT ADALAH YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !


YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH 


I. 01.317 - "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"
0064.01.317 - HATI SHOLAWAT ADALAH YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !

Setiap sesuatu itu mempunyai hati dan hati Al-Qur’an adalah Surah Yasin. Adapun Qolbus Sholawat/ hatinya Sholawat adalah "Assiyaadah war Risaalah" (Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh). (Kitab Tawazun).

Maksud Qalbul Qur’an adalah isi dan ringkasan (inti) dari seluruh surah dan ayat di dalam Al-Qur’an adalah Surah Yasin.

Adapun maksud Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh Qolbus Sholawat/hatinya sholawat adalah karena kandungan makna dan ringkasannya/sari patinya (inti) atau jiwanya sholawat, isi kandungannya atau makna-makna kandungan Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh itu sangat luas dan dalam,

Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh adalah intisari, sari pati, jantungnya, pokoknya, punjernya, jiwanya sholawat dan merupakan maksud dan tujuan diperintahkannya untuk berholawat, janji-janjinya pasti terpenuhi , juga manfaat, berkah dan asrornya yang luar biasa, baik lahiriyyah maupun batiniyyah, baik untuk duniawi maupun ukhrowi,

maka Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh disebut hatinya sholawat.

0063.01.317 - KEDAHSYATAN KALIMAT "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH"

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !

I. 01.317 - "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"

0063.01.317 - KEDAHSYATAN KALIMAT "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH"


Didalam pembahasan kali ini kami akan mencoba menyibak pintu rahasia kekuatan tak terbatas dengan kedasyatan kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" kalimat yang sangat hebat, kalimat yang bahkan bisa digunakan untuk menghentikan kekuatan dasyat ledakan bom atom atau ledakan nuklir yang pernah dibahahas pada postingan sebelumnya (Teori Dasyat Penjinak Nuklir Part 1 dan Part 2), akan tetapi yang paling penting ialah kedasyatan menghacurkan nuklir-nuklir sifat keakuan, NAFSU ANANIYYAH yang bersemayam dan bercokol didadam HATI manusia yang mengakibatkan bendera "AKU" berkibar, sehingga menjadi sumber mala petaka, sumber bencana dan sebab terjadinya perpecahan dimuka bumi ini yang diakibatnya nuklir yang bersemayam didalam dada para pempimpin bangsa ini !.

Maka metode yang paling praktis yang digali dari ilmu Wahidiyah untuk MEMBANGKITKAN KEKUATAN YANG TAK TERBATAS YAITU :

1. Harus Istighrog/ Nol/ Lebur / Menyatu ( ISTIGHROQ WAHIDIYAH I (AWWAL), ISTIGHROQ AHADIYAH, ISTIGHROQ WAHIDIYAH II (TSANI), ISTIGHROQ BIHAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH, ISTIGHROQ GHOUTSIYAH).

Az Zumar 30 : "Sesungguhnya kamu adalah mati dan sesungguhnya merekapun adalah mati (pula)."

Al Anbiyaa' 22 : Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Alloh, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Alloh yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.

AL- QOSHOS 88 : "JANGANLAH KAMU SEMBAH DI SAMPING (MENYEMBAH) ALLOH, TUHAN APAPUN YANG LAIN. TIADA TUHAN (YANG HARUS DISEMBAH) MELAINKAN DIA. TIAP-TIAP (SEGALA) SESUATU ITU RUSAK SELAIN ALLOH. BAGI-NYA-LAH SEGALA PENENTUAN, DAN HANYA KEPADA-NYA-LAH KAMU SEMUA DIKEMBALIKAN".

Itulah dasar hukum yang dialami dan harus diusahakan ketika melaksanakan ISTIGHROQ AHADIYAH.

Selaginya kita belum bisa meniadakan diri, kita tidak pernah menemukan yang Maha Ada,mustahil ada dua yang wujud dan mustahil ada dua yang MAHA, karena jelas di dalam Al Kahfi 110 dijelaskan:

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya."

Maka barang siapa yang lebur kedalamnya maka Alloh berfirman :
"….maka itu kejahatan mereka diganti Alloh dengan kebajikan. Dan adalah Alloh maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Furqaan 70)
Dalam melaksanakan mujahadah harus santai, rileks dan semua kepentingan dunia yang menancap dipikiran diturunkan ke hati dan jiwa sehingga tidak pernah merasakan apa-apa, sehingga benar-benar bisa mengetrapkan Kalimat Tauhid "Laa haula wala quwwata illa billahil 'aliyyil azhhim".

Kalau begitu posisi akal dan pikiran bagaimana ?
Akal dan pikiran menyadari, semua gerak gerik adalah pemberian Alloh (BILLAH), begitupula hati harus menyadari dan merasakan bahwa kita tidak memiliki apa-apa (BILLAH), itulah yang disebut "NOL" karena merasa semua tidak ada apa-apa. Maka tiada kekuatan yang sangat dasyat bagi seorang hamba kecuali ketika merasa "NOL" sehingga yang ada hanyalah Alloh (BILLAH), Tuhan yang Maha Pencipta.

Maka apa bisa akan terjadi qolbun wahid (satu hati) apabila masih merasa paling baik dan benar sendiri dengan yang lain ? maka mutlak Nol / BILLAH/ Istighroq / tidak ada apa-apa harus benar diterapkan dan menancap didalam hati.

2. Harus Ada Getaran

Ciptakan getaran didalam jiwa ketika membaca kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" dengan lemas,santai, pasrah, nol, merasa mati, tunduk dihadapan Alloh SWT (LILLAH) lalu ucapkan perlahan berulang-ulang secara lirih sambil menjerit kuat sekeras-kerasnya ditekan didalam hati sampai timbul suatu getaran didalam jiwa layaknya seperti orang bisu tapi tiada daya untuk berteriak.
Saat itulah posisi jiwa kita telah menangkap sinyal gelombang radiasi batin yang maha dasyat yang mengadung kekuatan absolute, mutlak kekuatan Nur Muhammad SAW yang masuk kedalam jiwa kita.
Kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" inilah sebagai receiver penghubung sinyal kekuatan yang Maha Dasyat dari Alloh SWT, sebab kekuatan Alloh SWT yang turun di bumi ini adalah melalui Rosululloh SAW dengan dasar Wamaa arsalnaaka illa rahmatan lil 'aalamiin"; "Dan tidaklah Aku mengutusmu (wahai Muhammad SAW), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam"(QS.Al-Anbiya':107).

Maka orang-orang yang benar-benar dekat kecintaanya sehingga benar-benar dihadapan Rosululloh SAW (ISTIHDLOR DAN MUTTABA'AH) pasti umat itu akan memanggil-manggil Rosululloh SAW dengan sebutan yang sangat mulia, YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH. Karena jelas sekali atas dasar Rosululloh SAW adalah utusan pembawa rahmat bagi seluruh alam itulah beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia lain. Karena itu, Al-Quran berpesan kepada orang-orang Mukmin:
Janganlah meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi SAW (saat berdialog), dan jangan pula mengeraskan suaramu (di hadapannya saat beliau SAW diam) sebagaimana (kerasnya) suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain... (QS Al-Hujurat [49]: 2).

Janganlah kamu jadikan panggilan (nama) Rasul SAW di antara kamu, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain) (QS An-Nur [24]: 63).

Petunjuk ini berlaku kepada setiap siapa saja orang yang harus dihormati, dimulyakan dan dicintainya, misalnya kepada GURU ROHANI KITA - BELIAU AL- GHOUTS RA, kepada kedua orang tua kita, dsb. !. Dan Alloh SWT melarang KERAS kita memanggil nama Nabi Muhammad SAW hanya dengan menyebut Yaa Muhammad atau Yaa Abal-Qasim dan panggilan lain yang tidak mengandung nilai ta'zhim (menghurmat dan mencintaiNya). ITU LARANGAN KERAS DAN SU'UL ADAB SEKALI, apabila kita memanggil-manggil yang tidak mengandung nilai ta'dzim, kita harus memanggil-manggil Beliau SAW dengan kalimah yang mengandung nilai ta'dzim, seperti : "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH".

Di surat Ali 'Imran 31 inilah yang menjadi landasan
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku (ROSULULLOH SAW), niscaya Alloh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." ( Ali 'Imron 31 ).
Dalam arti bebasnya :

Maka apabila kamu ingin di cintai oleh Alloh SWT, apabila hatimu ingin dihampiri dengan-Nya, dan apabila ingin Alloh SWTselalu bersamamu dimanapun dan kapanpun kamu berada, maka kamu harus benar-benar mengikuti Aku (Rosululloh SAW), hatimu harus mengikuti aku (Rosululloh SAW), LIRROSUL, hatimu harus berhimpit dengan hatiku (Birrosul), hatimu harus selalu diisi dengan Rosululloh SAW dan kamu harus kembali kepada Nurku/Nur Muhammad (Bihaqiiqotil Muhammadiyah).
Maka apalah salah jikalau ada seseorang yang fakir, miskin, DHOLIM, dhoif/lemah berselimut dengan kehinaan menyanjung kekasih Alloh SWT seruan alam tersebut dengan sebutan kalimat yang sangat ta'dhim dan mulia. Yaitu dengan memanggil-manggil sebutan "Duhai Pemimpin Kami Duhai Utusan Alloh" atau "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH......." ?.
Lalu bagaimana bahasa Al Quran itu diterjemahkan sehingga untuk mengikuti rohani kita berhimpit sehingga meleburnya rohani kita kepada rohani Rosululloh SAW ?, maka kalimat "YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH" inilah menjadi salah satu metode dan terapi yang paling ampuh dan paling dahsyat di akhir zaman ini sebagai jalan yang paling mudah, paling gampang, paling simpel dan paling praktis, PALING EFEKTIF DAN EFFISIEN untuk masuk dalam wilayah Nur-Nya. Karena di dalam Al Quran sendiri itu ada yang langsung bahasa tersurat (JELAS/DHOHIR) dari Tuhan dan ada pula bahasa tersirat (BATHIN) sengaja memang Alloh SWT membuat kita untuk bertafakkur, menggunakan rasa dan akal fikiran kita !. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.

Saaat rohani melebur itulah otomatis Alloh SWT mencintai hamba-Nya dan segala banyaknya dosa hamba-Nya akan diampuni-Nya. Tidak usah menunggu lama-lama dan tanpa minta ampunan sekalipun ketika menyatu DENGAN ALLOH otomatis dosa yang menggunung itu hancur tiada berbekas, DAN DIIJABAHLAH krenteg kita !. KUN FAYAKUN !.

Ini adalah rahasia besar wahidiyah membongkar bagaimana proses terjadinya suatu ilmu pengetahuan dijagad alam serta mukjizat yang notabene ini adalah suatu teka-teki kehidupan, siapa yang menyangka dibalik itu semua tersimpan rapi oleh balutan kekuatan yang Maha Dasyat oleh KehendakNya. Atau boleh disebut kekuatan "Kun Fayakun". Karena Kekuatan agung "Kun Fayakun" itulah sebenarnya bersumber dari "NOL" dimana kita dapat mengambil pelajaran mukjizat Nabi Musa AS bahwa pada saat itu Nabi Musa AS melemparkan tongkatnya menjadi ular, mustahil Nabi Musa AS sendiri membuat ular kecuali Alloh SWT sendiri. Maka Nabi Musa AS mutlak harus menghilangkan dirinya sendiri, melenyapkan jasadnya,melenyapkan perasaannya, melenyapkan keinginannya, bahkan melenyapkan imannya sendiri karena pada saat itu sudah tidak mengandalkan iman karena iman itu sendiri belum menyatu masih ada iman dan tuhan, maka tidak akan tercapi yang agung itu sendiri, dan yang ada pada saat itu Nabi Musa AS diperkenankan untuk melenyapkan dirinya sehingga yang ada hanya Alloh SWT bertajali (menyatu) didalam dirinya.

Maka betapa dahsyatnya kekuatan tersebut apabila ada seseorang yang membongkar kekuatan itu. Indah dan damai dunia ini tidak ada rasa dendam dan permusuhan. Semoga Alloh SWT memberi kekuatan dan nikmat yang agung bagi hamba-hambaNya dan Beliau Rosululloh SAW selalu meberikan syafaat dan tarbiyyah yang istimewa kepada ummat-ummat yang MENCINTAI-Nya, serta Beliau Ghoutsu Hadzazzaman - Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid RA memberikan barokah, karomah dan nadhroh-Nya yang istimewa pula kepada para pengikut yang benar2 TASLIM dan seluruh muridnya dimanapun berada. Amiin !. Al-Faatihah !.

FAFIRRUU ILALLOH - LARILAH KEMBALI KEPADA ALLOH ! YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH - DUHAI PEMIMPIN KAMI DUHAI UTUSAN ALLOH ! YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS - DUHAI PEMIMPIN KAMI DUHAI KEKASIH ALLOH !.

0062.01.317 - MENYEBUT NAMA ROSULULLOH SAW DENGAN AWALAN KATA SAYYIDINA ATAU MAULANA

YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !

I. 01.317 - "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"

0062.01.317 - MENYEBUT NAMA ROSULULLOH SAW DENGAN AWALAN KATA SAYYIDINA ATAU MAULANA


Sebagian orang membid’ahkan panggilan Sayyidinaa atau Maulana didepan nama Nabi Muhammad Rasululloh saw., dengan alasan bahwa Rasululloh saw. sendiri yang menganjurkan kepada kita tanpa mengagung-agungkan dimuka nama beliau saw. Memang golongan ini mudah sekali membid’ahkan sesuatu amalan tanpa melihat motif makna yang dimaksud Bid’ah itu apa. Mari kita rujuk ayat-ayat Ilahi dan hadits-hadits Rasulullah saw. yang berkaitan dengan kata-kata sayyid. Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh.

Syeikh Muhammad Sulaiman Faraj dalam risalahnya yang berjudul panjang yaitu Dala’ilul-Mahabbah Wa Ta’dzimul-Maqam Fis-Shalati Was-Salam ‘AN Sayyidil-Anam dengan tegas mengatakan: Menyebut nama Rasulullah saw. dengan tambahan kata Sayyidina (junjungan kita) didepannya merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim yang mencintai beliau saw. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH. Sebab kata tersebut menunjukkan kemuliaan martabat dan ketinggian kedudukan beliau. Allah SWT.memerintahkan ummat Islam supaya menjunjung tinggi martabat Rasulullah saw., menghormati dan memuliakan beliau, bahkan melarang kita memanggil atau menyebut nama beliau dengan cara sebagaimana kita menyebut nama orang diantara sesama kita. Larangan tersebut tidak berarti lain kecuali untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan Rasululloh saw. Allah SWT.berfirman :

“Janganlah kalian memanggil Rasul (Muhammad) seperti kalian memanggil sesama orang diantara kalian”. (QS.An-Nur : 63).

Dalam tafsirnya mengenai ayat diatas ini Ash-Shawi mengatakan: Makna ayat itu ialah janganlah kalian memanggil atau menyebut nama Rasululloh saw. cukup dengan nama beliau saja, seperti Yaa (Hai) Muhammad atau cukup dengan nama julukannya saja Yaa (Hai) Abul Qasim. Hendaklah kalian menyebut namanya atau memanggilnya dengan penuh hormat, dengan menyebut kemuliaan dan keagungannya, seperti YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH.

Demikianlah yang dimaksud oleh ayat tersebut diatas. Jadi, tidak patut bahkan dilarang bagi kita menyebut nama beliau saw. tanpa menunjukkan penghormatan dan pemuliaan kita kepada beliau saw., baik dikala beliau masih hidup didunia maupun setelah beliau kembali keharibaan Allah SWT. Yang sudah jelas ialah bahwa orang yang tidak mengindahkan ayat tersebut berarti tidak mengindahkan larangan Allah dalam Al-Qur’an. Sikap demikian bukanlah sikap orang beriman.
Menurut Ibnu Jarir, dalam menafsirkan ayat tersebut Qatadah mengatakan : Dengan ayat itu (An-Nur:63) Allah memerintahkan ummat Islam supaya memuliakan dan mengagungkan Rasululloh saw.

Dalam kitab Al-Iklil Fi Istinbathit-Tanzil Imam Suyuthi mengatakan: Dengan turunnya ayat tersebut Allah melarang ummat Islam menyebut beliau saw. atau memanggil beliau hanya dengan namanya, tetapi harus menyebut atau memanggil beliau dengan Ya Rasululloh atau Ya Nabiyulloh. Menurut kenyataan sebutan atau panggilan demikian itu tetap berlaku, kendati beliau telah wafat. Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh.

Dalam kitab Fathul-Bari syarh Shahihil Bukhori juga terdapat penegasan seperti tersebut diatas, dengan tambahan keterangan sebuah riwayat berasal dari Ibnu ‘Abbas ra. yang diriwayatkan oleh Ad-Dhahhak, bahwa sebelum ayat tersebut turun kaum Muslimin memanggil Rasulullah saw. hanya dengan Hai Muhammad, Hai Ahmad, Hai Abul-Qasim dan lain sebagainya. Dengan menurunkan ayat itu Allah SWT. melarang mereka menyebut atau memanggil Rasulullah saw. dengan ucapan-ucapan tadi. Mereka kemudian menggantinya dengan kata-kata : Ya Rasulallah, dan Ya Nabiyallah. Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh.

Hampir seluruh ulama Islam dan para ahli Fiqih berbagai madzhab mempunyai pendapat yang sama mengenai soal tersebut, yaitu bahwa mereka semuanya melarang orang menggunakan sebutan atau panggilan sebagaimana yang dilakukan orang sebelum ayat tersebut diatas turun.
Didalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan makna tersebut diatas. Antara lain firman Allah SWT. dalam surat Al-A’raf : 157 ; Al-Fath : 8-9, Al-Insyirah : 4 dan lain sebagainya. Dalam ayat-ayat ini Allah SWT. memuji kaum muslimin yang bersikap hormat dan memuliakan Rasulullah saw., bahkan menyebut mereka sebagai orang-orang yang beruntung. Juga firman Allah SWT. mengajarkan kepada kita tatakrama yang mana dalam firman-Nya tidak pernah memanggil atau menyebut Rasul-Nya dengan kalimat Hai Muhammad, tetapi memanggil beliau dengan kalimat Hai Rasul atau Hai Nabi.

Firman-firman Allah SWT. tersebut cukup gamblang dan jelas membuktikan bahwa Allah SWT. mengangkat dan menjunjung Rasul-Nya sedemikian tinggi, hingga layak disebut sayyidina atau junjungan kita Muhammad Rasulullah saw. Menyebut nama beliau saw. tanpa diawali dengan kata yang menunjuk- kan penghormatan, seperti sayyidina tidak sesuai dengan pengagungan yang selayaknya kepada kedudukan dan martabat beliau. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.

Dalam surat Aali-‘Imran:39 Allah SWT. menyebut Nabi Yahya as. dengan predikat sayyid :

“…Allah memberi kabar gembira kepadamu (Hai Zakariya) akan kelahiran seorang puteramu, Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang dari) Allah, seorang sayyid (terkemuka, panutan), (sanggup) menahan diri (dari hawa nafsu) dan Nabi dari keturunan orang-orang sholeh”.

Para penghuni neraka pun menyebut orang-orang yang menjerumuskan mereka dengan istilah saadat (jamak dari kata sayyid), yang berarti para pemimpin. Penyesalan mereka dilukiskan Allah SWT.dalam firman-Nya :
“Dan mereka (penghuni neraka) berkata : ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati para pemimpin (sadatanaa) dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar”. (S.Al-Ahzab:67).

Juga seorang suami dapat disebut dengan kata sayyid, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah SWT. dalam surat Yusuf : 25 :

“Wanita itu menarik qamis (baju) Yusuf dari belakang hingga koyak, kemudian kedua-duanya memergoki sayyid (suami) wanita itu didepan pintu”. Dalam kisah ini yang dimaksud suami ialah raja Mesir.

Demikian juga kata Maula yang berarti pengasuh, penguasa, penolong dan lain sebagainya. Banyak terdapat didalam Al-Qur’anul-Karim kata-kata ini, antara lain dalam surat Ad-Dukhan: 41 Allah berfirman :
“…Hari (kiamat) dimana seorang maula (pelindung) tidak dapat memberi manfaat apa pun kepada maula (yang dilindunginya) dan mereka tidak akan tertolong”.

Juga dalam firman Allah SWT. dalam Al-Maidah : 55 disebutkan juga kalimat Maula untuk Allah SWT., Rasul dan orang yang beriman.
Jadi kalau kata sayyid itu dapat digunakan untuk menyebut Nabi Yahya putera Zakariya, dapat digunakan untuk menyebut raja Mesir, bahkan dapat juga digunakan untuk menyebut pemimpin yang semuanya itu menunjukkan kedudukan seseorang, kemudia dengan alasan apa yang dapat digunakan untuk menolak sebutan sayyid bagi junjungan kita Nabi Muhammad saw. ? YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.

Demikian pula soal penggunaan kata maula . Apakah bid’ah jika seorang menyebut nama seorang Nabi yang diimani dan dicintainya dengan awalan sayyidina atau maulana ???.
Mengapa orang yang menyebut nama seorang pejabat tinggi pemerintahan, kepada para president, para raja atau menteri, atau kepada diri seseorang dengan awalan ‘Yang Mulia’ tidak dituduh berbuat bid’ah? Tidak salah kalau ada orang yang mengatakan, bahwa sikap menolak penggunaan kata sayyid atau maula untuk mengawali penyebutan nama Rasulullah saw. itu sesungguhnya dari pikiran meremehkan kedudukan dan martabat beliau saw. Atau sekurang-kurang hendak menyamakan kedudukan dan martabat beliau saw. dengan manusia awam/biasa.
Sebagaimana kita ketahui, dewasa ini masih banyak orang yang menyebut nama Rasulullah saw. tanpa diawali dengan kata sayyidina dan tanpa dilanjutkan dengan kalimat sallahu ‘alaihi wasallam (saw.). Menyebut nama Rasulullah dengan cara demikian menunjukkan sikap tak kenal hormat pada diri orang yang bersangkutan. Cara demikian itu lazim dilakukan oleh orang-orang diluar Islam, seperti kaum orientalis barat dan lain sebagainya. Sikap kaum orientalis ini tidak boleh kita tiru.

Banyak hadits-hadits shohih yang menggunakan kata sayyid, beberapa diantaranya ialah :

“Setiap anak Adam adalah sayyid. Seorang suami adalah sayyid bagi isterinya dan seorang isteri adalah sayyidah bagi keluarganya (rumah tangga nya)”. (HR Bukhori dan Adz-Dzahabi).
Jadi kalau setiap anak Adam saja dapat disebut sayyid, apakah anak Adam yang paling tinggi martabatnya dan paling mulia kedudukannya disisi Allah yaitu junjungan kita Nabi Muhammad saw. tidak boleh disebut sayyid ??? YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.

Didalam shohih Muslim terdapat sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw. memberitahu para sahabatnya, bahwa pada hari kiamat kelak Allah SWT. akan menggugat hamba-hambaNya : “Bukankah engkau telah Ku-muliakan dan Ku-jadikan sayyid ?” (alam ukrimuka wa usaw.widuka ?)
Makna hadits itu ialah, bahwa Allah SWT. telah memberikan kemuliaan dan kedudukan tinggi kepada setiap manusia. Kalau setiap manusia dikarunia kemuliaan dan kedudukan tinggi, apakah manusia pilihan Allah yang diutus sebagai Nabi dan Rasul tidak jauh lebih mulia dan lebih tinggi kedudukan dan martabatnya daripada manusia lainnya ? Kalau manusia-manusia biasa saja dapat disebut sayyid , mengapa Rasulullah saw. tidak boleh disebut sayyid atau maula ??? YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.

Dalil-dalil orang yang membantah dan jawabannya
– Ada sementara orang terkelabui oleh pengarang hadits palsu yang berbunyi: “Laa tusayyiduunii fis-shalah” artinya “Jangan menyebutku (Nabi Muhammad saw.) sayyid didalam sholat”. Tampaknya pengarang hadits palsu yang mengatas namakan Rasulullah saw. untuk mempertahankan pendiriannya itu lupa atau memang tidak mengerti bahwa didalam bahasa Arab tidak pernah terdapat kata kerja tusayyidu. Tidak ada kemungkinan sama sekali Rasulullah saw.mengucapkan kata-kata dengan bahasa Arab gadungan seperti yang dilukiskan oleh pengarang hadits palsu tersebut. Dilihat dari segi bahasanya saja, hadits itu tampak jelas kepalsuannya. Namun untuk lebih kuat membuktikan kepalsuan hadits tersebut baiklah kami kemukakan beberapa pendapat yang dinyatakan oleh para ulama.
Dalam kitab Al-Hawi , atas pertanyaan mengenai hadits tersebut Imam Jalaluddin As-Suyuthi menjawab tegas : “Tidak pernah ada (hadits tersebut), itu bathil !”.

Imam Al-Hafidz As-Sakhawi dalam kitab Al-Maqashidul-Al-Hasanah menegaskan : “ Hadits itu tidak karuan sumbernya ! “
Imam Jalaluddin Al-Muhli, Imam As-Syamsur-Ramli, Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami, Imam Al-Qari, para ahli Fiqih madzhab Sayfi’i dan madzhab Maliki dan lain-lainnya, semuanya mengatakan : “Hadits itu sama sekali tidak benar”.

– Selain hadits palsu diatas tersebut, masih ada hadits palsu lainnya yang semakna, yaitu yang berbunyi : “La tu’adzdzimuunii fil-masjid” artinya ; “Jangan mengagungkan aku (Nabi Muhammad saw.) di masjid”.
Dalam kitab Kasyful Khufa Imam Al-Hafidz Al-‘Ajluni dengan tegas mengata- kan: “Itu bathil !”. Demikian pula Imam As-Sakhawi dalam kitab Maulid-nya yang berjudul Kanzul-‘Ifah menyatakan tentang hadits ini: “Kebohongan yang diada-adakan”.

Memang masuk akal kalau ada orang yang berkata seperti itu yakni jangan mengagungkan aku di masjid kepada para hadirin didalam masjid, sebab ucapannya itu merupakan tawadhu’ (rendah hati). Akan tetapi kalau dikatakan bahwa perkataan tersebut diucapkan oleh Rasulullah saw. atau sebagai hadits beliau saw., jelas hal itu suatu pemalsuan yang terlampau berani.

Mari kita lanjutkan tentang hadits-hadits yang menggunakan kata sayyid berikut ini:

– Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dalam Shohihnya bahwa Rasulullah saw.bersabda : “Aku sayyid anak Adam…” . Jelaslah bahwa kata sayyid dalam hal ini berarti pemimpin ummat, orang yang paling terhormat dan paling mulia dan paling sempurna dalam segala hal sehingga dapat menjadi panutan serta teladan bagi ummat yang dipimpinnya. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH - DUHAI PEMIMPIN KAMI DUHAI UTUSAN ALLOH !.

Ibnu ‘Abbas ra mengatakan, bahwa makna sayyid dalam hadits tersebut ialah orang yang paling mulia disisi Allah. Qatadah ra. mengatakan, bahwa Rasulullah saw. adalah seorang sayyid yang tidak pernah dapat dikalahkan oleh amarahnya.

– Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Ibnu Majah dan At-Turmudzi, Rasulullah saw. bersabda :
“Aku adalah sayyid anak Adam pada hari kiamat”. Surmber riwayat lain yang diketengahkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhori dan Imam Muslim, mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Aku sayyid semua manusia pada hari kiamat”.

Hadit tersebut diberi makna oleh Rasulullah saw. sendiri dengan penjelas- annya:

‘Pada hari kiamat, Adam dan para Nabi keturunannya berada dibawah panjiku”.
Sumber riwayat lain mengatakan lebih tegas lagi, yaitu bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Aku sayyid dua alam”.

– Riwayat yang berasal dari Abu Nu’aim sebagaimana tercantum didalam kitab Dala’ilun-Nubuwwah mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Aku sayyid kaum Mu’minin pada saat mereka dibangkitkan kembali (pada hari kiamat)”.

– Hadits lain yang diriwayatkan oleh Al-Khatib mengatakan, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku Imam kaum muslimin dan sayyid kaum yang bertaqwa”.

– Sebuah hadits yang dengan terang mengisyaratkan keharusan menyebut nama Rasulullah saw. diawali dengan kata SAYYIDINA diketengahkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak. Hadits yang mempunyai isnad shohih ini berasal dari Jabir bin ‘Abdullah ra. yang mengatakan sebagai berikut:
“Pada suatu hari kulihat Rasulullah saw. naik keatas mimbar. Setelah memanjatkan puji syukur kehadirat Allah saw. beliau bertanya : ‘Siapakah aku ini ?’ Kami menyahut: Rasulullah ! Beliau bertanya lagi: ‘Ya, benar, tetapi siapakah aku ini ?’. Kami menjawab : Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul-Mutthalib bin Hasyim bin ‘Abdi Manaf ! Beliau kemudian menyatakan : ‘Aku sayyid anak Adam….’.”

Riwayat hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa Rasulullah saw. lebih suka kalau para sahabatnya menyebut nama beliau dengan kata sayyid. Dengan kata sayyid itu menunjukkan perbedaan kedudukan beliau dari kedudukan para Nabi dan Rasul terdahulu, bahkan dari semua manusia sejagat. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.

Semua hadits tersebut diatas menunjukkan dengan jelas, bahwa Rasulullah saw. adalah sayyid anak Adam, sayyid kaum muslimin, sayyid dua alam (al-‘alamain), sayyid kaum yang bertakwa. Tidak diragukan lagi bahwa menggunakan kata sayyidina untuk mengawali penyebutan nama Rasulullah saw. merupakan suatu yang dianjurkan bagi setiap muslim yang mencintai beliau saw. "ALLOHUMMA SHOLLI 'ALA SAYYIDINAA MUHAMMAD, WA 'ALA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD".

– Demikian pula soal kata Maula, Imam Ahmad bin Hanbal di dalam Musnad nya, Imam Turmduzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah mengetengahkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah saw. bersabda :
“Man kuntu maulahu fa ‘aliyyun maulahu” artinya : “Barangsiapa aku menjadi maula-nya (pemimpinnya). ‘Ali (bin Abi Thalib) adalah maula-nya…”.

– Dari hadits semuanya diatas tersebut kita pun mengetahui dengan jelas bahwa Rasulullah saw. adalah sayyidina dan maulana (pemimpin kita). Demikian juga para ahlu-baitnya (keluarganya), semua adalah sayyidina. Al-Bukhori meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah berkata kepada puteri beliau, Siti Fathimah ra :

“Yaa Fathimah amaa tardhiina an takuunii sayyidata nisaail mu’minin au sayyidata nisaai hadzihil ummati” artinya : “Hai Fathimah, apakah engkau tidak puas menjadi sayyidah kaum mu’minin (kaum orang-orang yang beriman) atau sayyidah kaum wanita ummat ini ?”

– Dalam shohih Muslim hadits tersebut berbunyi: “Yaa Fathimah amaa tardhiina an takuunii sayyidata nisaail mu’mininat au sayyidata nisaai hadzihil ummati” artinya : “Hai Fathimah, apakah engkau tidak puas menjadi sayyidah mu’mininat (kaum wanitanya orang-orang yang beriman) atau sayyidah kaum wanita ummat ini ?”

– Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, Rasulullah saw. berkata kepada puterinya (Siti Fathimah ra) :
“Amaa tardhiina an takuunii sayyidata sayyidata nisaa hadzihil ummati au nisaail ‘Alamina” artinya : “…Apakah engkau tidak puas menjadi sayyidah kaum wanita ummat ini, atau sayyidah kaum wanita sedunia ?”
Demikianlah pula halnya terhadap dua orang cucu Rasulullah saw. Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma. Imam Bukhori dan At-Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits yang berisnad shohih bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. bersabda : “Al-Hasanu wal Husainu sayyida asybaabi ahlil jannati” artinya : “Al-Hasan dan Al-Husain dua orang sayyid pemuda ahli surga”.

Berdasarkan hadits-hadits diatas itu kita menyebut puteri Rasulullah saw. Siti Fathimah Az-Zahra dengan kata awalan sayyidatuna. Demikianlah pula terhadap dua orang cucu Rasulullah saw. Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma.

– Ketika Sa’ad bin Mu’adz ra. diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai penguasa kaum Yahudi Bani Quraidah (setelah mereka tunduk kepada kekuasaan kaum muslimin), Rasulullah saw. mengutus seorang memanggil Sa’ad supaya datang menghadap beliau. Sa’ad datang berkendaraan keledai, saat itu Rasulullah saw. berkata kepada orang-orang yang hadir: “Guumuu ilaa sayyidikum au ilaa khoirikum” artinya : “Berdirilah menghormati sayyid (pemimpin) kalian, atau orang terbaik diantara kalian”.
Rasulullah saw. menyuruh mereka berdiri bukan karena Sa’ad dalam keadaan sakit
sementara fihak menafsirkan mereka disuruh berdiri untuk menolong Sa’ad turun dari keledainya, karena dalam keadaan sakit sebab jika Sa’ad dalam keadaan sakit, tentu Rasulullah saw. tidak menyuruh mereka semua menghormat kedatangan Sa’ad, melainkan menyuruh beberapa orang saja untuk berdiri menolong Sa’ad.

Sekalipun –misalnya– Rasulullah saw. melarang para sahabatnya berdiri menghormati beliau saw., tetapi beliau sendiri malah memerintahkan mereka supaya berdiri menghormati Sa’ad bin Mu’adz, apakah artinya ? Itulah tatakrama Islam. Kita harus dapat memahami apa yang dikehendaki oleh Rasulullah saw. dengan larangan dan perintahnya mengenai soal yang sama itu. Tidak ada ayah, ibu , kakak dan guru yang secara terang-terangan minta dihormati oleh anak, adik dan murid, akan tetapi si anak, si adik dan si murid harus merasa dirinya wajib menghormati ayahnya, ibunya, kakaknya dan gurunya. Demikian juga Rasulullah saw. sekalipun beliau menyadari kedudukan dan martabatnya yang sedemikian tinggi disisi Allah SWT, beliau tidak menuntut supaya ummatnya memuliakan dan mengagung-agungkan beliau. Akan tetapi kita, ummat Rasulullah saw., harus merasa wajib menghormati, memuliakan dan mengagungkan beliau saw. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.

Allah SWT. berfirman dalam Al-Ahzab: 6 : “Bagi orang-orang yang beriman, Nabi (Muhammad saw.) lebih utama daripada diri mereka sendiri, dan para isterinya adalah ibu-ibu mereka”.
Ibnu ‘Abbas ra. menyatakan: Beliau adalah ayah mereka’ yakni ayah semua orang beiman ! Ayat suci diatas ini jelas maknanya, tidak memerlukan penjelasan apa pun juga, bahwa Rasulullah saw. lebih utama dari semua orang beriman dan para isteri beliau wajib dipandang sebagai ibu-ibu seluruh ummat Islam ! Apakah setelah keterangan semua diatas ini orang yang menyebut nama beliau dengan tambahan kata awalan sayyidina atau maulana pantas dituduh berbuat bid’ah ???. Semoga Allah SWT. memberi hidayah kepada kita semua. Amin !!! YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !.
– Ibnu Mas’ud ra. mengatakan kepada orang-orang yang menuntut ilmu kepadanya: “Apabila kalian mengucapkan shalawat Nabi hendaklah kalian mengucapkan shalawat dengan sebaik-baiknya. Kalian tidak tahu bahwa sholawat itu akan disampaikan kepada beliau saw., karena itu ucapkanlah : ‘Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu, rahmat-Mu dan berkah-Mu kepada Sayyidul-Mursalin (pemimpin para Nabi dan Rasulullah) dan Imamul-Muttaqin (Panutan orang-orang bertakwa)”.

– Para sahabat Nabi juga menggunakan kata sayyid untuk saling menyebut nama masing-masing, sebagai tanda saling hormat-menghormati dan harga-menghargai. Didalam Al-Mustadrak Al-Hakim mengetengahkan sebuah hadits dengan isnad shohih, bahwa “Abu Hurairah ra. dalam menjawab ucapan salam Al-Hasan bin ‘Ali ra. selalu mengatakan “Alaikassalam yaa sayyidii”. Atas pertanyaan seorang sahabat ia menjawab: ‘Aku mendengar sendiri Rasulullah saw. menyebutnya (Al-Hasan ra.) sayyid’ “.

– Ibnu ‘Athaillah dalam bukunya Miftahul-Falah mengenai pembicaraannya soal sholawat Nabi mewanti-wanti pembacanya sebagai berikut: “Hendak- nya anda berhati-hati jangan sampai meninggalkan lafadz sayyidina dalam bersholawat, karena didalam lafadz itu terdapat rahasia yang tampak jelas bagi orang yang selalu mengamalkannya”. Dan masih banyak lagi wejangan para ulama pakar cara sebaik-baiknya membaca sholawat pada Rasulullah saw. yang tidak tercantum disini.
Nah, kiranya cukuplah sudah uraian diatas mengenai penggunaan kata sayyidina atau maulana untuk mengawali penyebutan nama Rasulullah saw. Setelah orang mengetahui banyak hadits Nabi yang menerangkan persoalan itu yakni menggunakan kata awalan sayyid, apakah masih ada yang bersikeras tidak mau menggunakan kata sayyidina dalam menyebut nama beliau saw.?, dan apanya yang salah dalam hal ini ?
Apakah orang yang demikian itu hendak mengingkari martabat Rasulullah saw. sebagai Sayyidul-Mursalin (penghulu para Rasulullah) dan Habibu Rabbil-‘alamin (Kesayangan Allah Rabbul ‘alamin) ???. YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !

Bagaimana tercelanya orang yang berani membid’ahkan penyebutan sayyidina atau maulana dimuka nama beliau saw.? Yang lebih aneh lagi sekarang banyak diantara golongan pengingkar ini sendiri yang memanggil nama satu sama lain diawali dengan sayyid atau minta juga agar mereka dipanggil sayyid dimuka nama mereka !. Aneh...tapi nyata...... !.