Kamis, 29 Mei 2014

Catatan Kecil 43 : "Gusdur; Tangkap itu Ketua MUI !".

YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
ALLOOHUMMA BAARIK FIIMA KHOLAQTA WAHADZIHIL BALDAH YAA ALLOH, WAFII HADZIHIL MUJAHADAH YAA ALLOH !.
KISAH DAN PETUAH
Catatan Kecil 43 : "KESAKSIAN" SEBAGAI PERSONAL (PENGAMAL) APA YG KAMI KETAHUI, RASAKAN DAN ALAMI DALAM PERJUANGAN WAHIDIYAH TTG "Gusdur; Tangkap itu ketua MUI !".
Jakarta, gusdur.net
Mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) geram dengan sikap pemerintah yang tidak bertindak tegas terhadap kelompok berlabel Islam yang merusak gedung dan harta orang lain. Selama empat bulan terakhir, kelompok ini menyerang dan merusak gedung milik aliran Ahmadiyah dan Wahidiyah di Tasikmalaya.
“Ia (Presiden SBY, red.) tidak mampu mengendalikan keadaan. Yakni, ketidakmampuan untuk mengawasi dan mengambil tindakan yang tepat seperti terjadi di Kabupaten dan Kotamadya Tasikmalaya sehingga terjadi tindakan main hakim sendiri oleh beberapa elemen masyarakat,” kata Gus Dur saat jumpa pers yang digelar di Gedung PBNU Jakarta, Selasa (18/9/2007).
Oleh sebab itu Gus Dur meminta polisi menindak para tokoh yang menggerakkan aksi-aksi penyerangan tersebut, antara lain Ajengan Asep dari Manonjaya. “Karena dia tidak bisa mengendalikan anak buahnya.”
Selain itu, juga Ketua Komisi Fatwa MUI Kabupaten Tasikmalaya KH Saefudin Juhri dan Ketua MUI Tasikmalaya H. Dudung Akasah. “Saya minta dilakukan penangkapan atas dua orang tersebut,” ujar Gus Dur.
Alasannya, beberapa aksi penyerangan oleh kelompok berlabel Islam terhadap aliran-aliran Islam di Tasikmalaya dipicu oleh Fatwa MUI Tasikmalaya yang menyebutkan bahwa aliran-aliran seperti Ahmadiyah dan Wahidiyah adalah sesat, dan menyesatkan.
Sebab itu, pemerintah diminta bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat pada penyerangan tersebut. “Kalau salah ya salah, kita harus berani,” tegas Ketua Dewan Syura DPP PKB ini.
Sebelumnya, Seratusan anggota Front Pembela Islam (FPI) mendatangi salah satu rumah yang dianggap sebagai pusat pertemuan kelompok Wahidiyah di Kampung Keretek, Mangkubumi, Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (11/9) sekitar pukul 15.00 WIB. Kepada warga setempat, FPI menyatakan akan membersihkan daerah itu karena Wahidiyah dinilah telah merusak kesucian Islam.
Di rumah tersebut, FPI tidak menemukan anggota Wahidiyah. Anggota FPI kemudian mencabut spanduk berlambang Wahidiyah dan membakarnya. Aksi pembakaran ini didiamkan oleh polisi yang berjaga di rumah itu. Usai aksi pembakaran, anggota FPI melempari rumah itu dengan batu serta telur busuk.
Tidak ada korban jiwa dalam aksi amuk massa tersebut, namun kerugian materi yang dialami oleh korban, puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Pada pertengahan Juni lalu, ratusan massa yang terdiri dari santri pelbagai pondok pesantren di Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat, Front Pembela Islam (FPI) Leuwisari, serta FPI Kab. Ciamis yang tergabung dalam Forum Penyelamat Ummat Islam (FPUI), menyerbu kantor Ahmadiyah, Singaparna, Kab. Tasikmalaya.
Massa yang dipimpin oleh H. Dudung Akasah, itu sempat mencopot plang nama tempat ibadah Ahmadiyah dan dua lampu besar di gedung itu rusak dilempar batu. Tak hanya itu, massa juga berusaha masuk ke gedung Ahmadiyah, namun puluhan polisi menghadang.
SUMBER : GUSDUR.NET
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
FAFIRRUU ILALLOH WA ROSUULIHI SAW !
SANGGAHAN, JAWABAN DAN PENJELASAN TERHADAP
SURAT KEPUTUSAN MAJLIS ULAMA INDONESIA KOTA TASIKMALAYA
Nomor : 25 / Kep./MUI – Kota – Tsm / VI / 2005
Pendahuluan
الحَـمـــــدُ للهِ الـذي اَ تَـا نـَــــــا بِالوَاحـِـــــدِيـَـةِ بِـفَـضــــلِ رَبِـنَـا
الحَـمــدُ لله ِالصَـلاةُ والسَــــــــلامُ عَـلـَــيكَ وَالال أيـَا خـَــيرَالانــَـا مِ
رَبٌ كَرِيـمٌ وَانتَ ذُو خُلـُق ٍعَظِيــم فاِشفَع لنا فاشفَع لنا عــِندَالكـَرِيـم
يَأ َ يـّهَا الغـَـــــوثُ سَــــــلامُ ا لله عَلــَــيــكَ رَبــــِّـــــــنــِي بِاذن ِالله
وَانـظــُــر الَيَ سـَـــيِّدي بنـَظـــرَةٍ مُوصِــلَةٍ لِلحـَضـــــرَة العـَلِـيــَـــةِ
اما بـعـد
Surat sanggahan , jawaban dan penjelasan ini kami buat untuk menanggapi dan menjelaskan surat keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tasikmalaya tertanggal 21 Jumadal Ula 1426 H / 28 Juni 2005 tentang “ Sebagian Ajaran Yayasan Perjuangan Wahidiyah “, di Kampung Kereteg Kelurahan Cigantang Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya, nomor : 25/Kep./ MUI-Kota – Tsm / VI / 2005, dengan harapan agar MUI Kota Tasikmalaya berkenan meninjau dan mencabut kembali surat keputusannya.
Hal ini semata–mata untuk menjaga citra dan wibawa MUI Kota Tasikmalaya sebagai lembaga agama yang terhormat. Disamping itu, juga bertujuan untuk mengembalikan nama baik Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo (terutama Wahidiyah didaerah Tasikmalaya) yang telah terpuruk dan tercemar dengan adanya keputusan fatwa MUI Kota Tasikmalaya itu.
Masalahnya, setelah kami membaca dan mencermati surat keputusan tersebut, baik dari konsideran maupun isi surat, ternyata masih terdapat banyak kelemahan dan kekeliruan, antara lain :
1. Cara MUI Kota Tasikmalaya dalam menetapkan suatu keputusan yang kurang bagus. Cara Islamkah atau tata cara yang berlaku dinegeri kita tercinta ini. Jika cara Islam, sepertinya Islam tidak demikian, dan kalau tata cara yang berlaku di negeri ini, sepertinya juga tidak.
2. Keputusan yang diambil atau ditetapkan oleh MUI Kota Tasikmalaya, tampaknya terasa kurang adil, karena tidak didahului dengan pengklarifikasian suatu permasalahan.
3. Kurang jelinya MUI Kota Tasikmalaya didalam mempelajari suatu permasalahan. Benarkah yang menjadi sebab kontroversi dan keresahan masyarakat adalah amalan Sholawat Wahidiyah dan Ajarannya ? Apa bukan faktor politis atau cemburu sosial ?
4. Kurang telitinya MUI Kota Tasikmalaya dalam mempelajari buku – buku Wahidiyah, lebih – lebih dalam memahaminya. Akan tetapi dalam hal ini, kami memakluminya. Karena Wahidiyah bukan seperti sesuatu yang mudah ditangkap dalam waktu sekejap, Ajaran Wahidiyah tergolong kajian atau ajaran tasyawuf, yang tentunya bisa dipahami dan dirasakan jika diamalkan. Kaidah yang populer dalam tasawuf menyebutkan مَنْ لَمْ يَـذُ قْ لَمْ يَـعْـرِفْ “Barang siapa yang tidak merasakan dia tidak tahu, (Siapa yang tidak mengenyam ia tak paham)”.
5. Kemungkinan kurangnya tenaga ahli / spesialis ditubuh MUI Kota Tasikmalaya.
6. Kalau kami tidak salah asumsi, seperti terasa adanya keberpihakan MUI Kota Tasikmalaya kepada kelompok tertentu.
7. MUI Kota Tasikmalaya tidak pernah memprediksi, bahwa akibat dari surat keputusannya itu akan membawa dampak meresahkan masyarakat luas, terutama bagi Pengamal Sholawat Wahidiyah yang tersebar di berbagai kota dan pelosok tanah air ini, bahkan di Malaysia, Brunai Darussalam, Hongkong, Saudi Arabia dll. Alhamdulillah mereka tidak sampai melakukan tindakan anarkis, karena mereka dibekali bimbingan akhlak mulia.
8. Sikap berlebihannya MUI Kota Tasikmalaya dalam memojokkan dan menyudutkan Yayasan Perjuangan Wahidiyah, yang mana Yayasan Perjuangan Wahidiyah dikatakan menyampaikan akidah yang berlebihan, seperti berlebihannya orang – orang Kristiani terhadap Nabi Isa AS., atau berlebihannya orang – orang Yahudi terhadap Nabi Uzair. MUI Kota Tasikmalaya yang terhormat. Kami mengerti akidahnya orang – orang Nasrani dan orang – orang Yahudi, dan kami tidak akan melakukan sebagaimana yang dilakukan orang – orang Kristiani, yang menganggap Nabi Isa AS (Yesus) sebagai anak Tuhan dan sebagai Tuhan. Kami juga tidak melakukan sebagaimana orang – orang Yahudi, yang menganggap Nabi Uzair sebagai anak Tuhan dan menganggap golongan atau kaum selain mereka sebagai kaum gentile (budak).
9. Kenapa MUI Kota Tasikmalaya, sebagai lembaga terhormat, memvonis kami dengan sesuatu yang tidak kami lakukan ?. Ada apa gerangan ?.
Demikian semoga dengan surat ini semua permasalahan menjadi gamblang dan jelas, serta dapat terselesaikan dengan baik dan damai. Sebelum mengakhiri pendahuluan ini tak ada salahnya bila kami sampaikan informasi tambahan tentang keberadaan Yayasan kami, yakni Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo, adalah legal formal dan berbadan hukum dengan berakta notaries ; AKTA NO.05 TAHUN 1997 TBN. NOMOR : 1 ? AD / 1998 BN. NO. 1 / 98, dan telah terdaftar di Departemen Kehakiman, di Tambahan Berita Negara dan di Departemen dalam Negeri.
Yayasan kami berkantor pusat di Pondok Pesantren Kedunglo Al Munadhdhoroh Kota Kediri Jawa Timur, dan telah memiliki perwakilan di 18 Propinsi dan + 150 Kab / Kota se Indonesia, serta kepengurusan Kecamatan yang sudah banyak sekali jumlahnya. Yayasan kami juga memiliki perwakilan di negara tetangga (Luar Negeri), misalnya Malaysia, Brunai Darussalam, Hongkong, Saudi Arabia. Dan dalam waktu dekat, Yayasan kami akan membentuk perwakilan dan cabang didaerah lain.
Adapun tokoh – tokoh terkemuka yang termasuk Pengamal Sholawat Wahidiyah adalah : Almarhum Bapak KH. Wahab Hasbullah (Rais ‘Am NU waktu itu), Almarhum Bapak KH. Abdul Karim Hasyim (Paman Gus Dur Mantan Presiden RI), Almarhum Bapak H. Adam Malik (Mantan Wakil Presiden RI), Bapak Dr. Idham Kholid (Mantan Ketua Tanfidiah NU), Almarhum Bapak KH. Rofi’i Hamdi (MUI Pusat), meskipun hanya sebentar karena keburu meninggal, Almarhum Almukarrom Bapak KH. Moh. Jazuli, Almarhum Bapak KH. Hamim Jazuli/ Gus Mik (keduanya Pendiri serta Pengasuh, dan Pengasuh Pon. Pes. Al Falah Ploso Kediri, Jawa Timur), Bapak KH. Abdurrahman Wakhid / Gus Dur (Mantan Presiden RI), Bapak Luhut Panjaitan (Mantan Menperindag RI ) dan masih banyak yang lain yang tidak bisa disebut.
Keputusan Fatwa Mui Kota Tasikmalaya
Dengan bertawakkal kepada Alloh SWT, Majelis Ulama Indonesia Kota Tasik Malaya berpendapat bahwa :
1. Sebagian ajaran Yayasan Perjuangan Wahidiyah bertentangan dengan prinsip aqidah Islamiyah, karena mereka :
a. Mendoktrinkan kepada umat untuk meyakini, bahwa Mu’allif Sholawat Wahidiyah yang bernama Mbah H. ABDUL MADJID RA, sebagai Gauts Hadza Zaman ( Kumpulan Teks kuliah Wahidiyah hal.16 ).
b. Do’a kepada Alloh tidak akan sampai kalau tidak melalui terlebih dulu Gauts tersebut (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal.18 ).
c. Gauts tersebut mempunyai kewenangan Jallab dan Sallab (menanamkan dan mencabut) iman seseorang ( Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal. 66 )
d. Bahwa kalau tidak ada Gauts (yang dimaksud mbah H. Abdul Madjid) Alloh akan menghancurkan dunia sekarang ini (Mbah H. Abdul Madjid dianggap juru selamat bagi umat zaman sekarang) (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal.17)
Hal-hal tersebut diatas tidak ada satu petunjukpun baik Al-Qur’an, Al-Hadist maupun kaul Ulama yang menyebut nama seseorang untuk diposisikan seperti itu. (Termasuk kriteria berlebihan seperti berlebihannya kaum Nasrani terhadap Nabi Isa a.s dan kaum Yahudi terhadap Nabi Uzer ).
2. Kehadiran Yayasan Perjuangan Wahidiyah di Kampung Kereteg Kelurahan Cigantang Kecamatan Mangkubumi sangat kontropersi dan meresahkan masyarakat sekitar, terutama dalam Aqidah Islamiyah.
3. Mengingat kaidah Usul Fiqih,
Artinya ; menghilangkan mafsadah lebih diutamakan dari mengambil maslahat.
Sehubungan dengan itu, kami mohon :
1. Agar aparat yang berwenang melarang, menutup dan membubarkan Yayasan Perjuangan Wahidiyah tersebut, tidak hanya dalam wilayah kecamatan Mangkubimi akan tetapi dalam wilayah kota Tasikmalaya.
2. Agar semua pihak untuk senantiasa memelihara suasana yang kondusif, hidup berdampingan dengan mereka dan semoga Alloh SWT senantiasa memberikan hidayah dan taufiqNya kepada mereka untuk kembali kepada jalan yang benar sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Hadist.
Sanggahan, Jawaban Dan Penjelasan
Untuk memudahkan kami dalam memberikan jawaban, agar permasalahan dan keterangan-keterangan kami mudah dipahami, maka kami akan menggunakan system pemberian penjelasan terhadap keputusan Majelis Ulama Indonesia Kota Tasik Malaya point demi point.
Dengan memohon taufiq hidayah Allah SWT, syafa’at tarbiyah Rasulullah SAW dan kartomah karomah Beliau Ghauts Hadzaz Zaman RA, pembahasan kita mulai.
Untuk Point 1, yang tertulis;
“Sebagian ajaran Yayasan Perjuangan Wahidiyah bertentangan dengan prinsip aqidah Islamiyah “,
Kami menjawab
Pendapat itu adalah tidak benar dan keliru. Karena Yayasan Perjuangan Wahidiyah tidak pernah mengajarkan kepada para pengamalnya, suatu hal yang bertentangan dengan prinsip aqidah Islamiyah. Bahkan prinsip aqidah Islamiyah itu sendiri yang diajarkan, rukun iman yang enam (6) dan rukun Islam yang lima (5) itu tidak pernah ditambah sama sekali. Perjuangan Wahidiyah malah memberikan bimbingan, bagaimana agar aqidah Islamiyah itu bisa diterapkan dan diamalkan dengan baik dan benar. Sebagai contoh, dalam sebuah hadits disebutkan :
أَفضل الإ يـمان ان تعلم أن ا لله معك حيثما كنت
“Seutama-utamanya iman , adalah ketika engkau tahu (sadar) bahwa sesungguhnya Allah beserta engkau dimana saja engkau berada “.
Lalu bagaimana cara kita mengamalkan hadits diatas, sedang dalam keterangan yang lain disebutkan, bahwa iman itu adalah amal ( إنَّ الايْمانَ هُوالعَمَل ) ?.
Perjuangan Wahidiyah memberi tuntunan, dengan cara penerapan Billah (ini masih sebagian dari cara penerapan hadits diatas), yaitu kita sadar bahwa gerak-gerik kita baik lahir maupun batin selalu diawasi oleh Allah dan atas titah atau kekuatan Allah. Kita harus sadar, ketika kita melihat adalah diperlihatkan oleh Allah, ketika kita mendengar diperdengarkan oleh Allah, ketika kita bicara dibicarakan oleh Allah, ketika kita berjalan adalah berjalan atas kekuatan Allaah dan seterusnya.
Apakah yang demikian itu bertentangan dengan prinsip aqidah Islamiyah ?. Renungkan, dengan sedalam-dalam renungan.
Untuk point 1.a. yang tertulis :
“Mendoktrinkan kepada umat untuk meyakini bahwa Mu’alif Sholawat Wahidiyah yang bernama Mbah H. Abdul Madjid RA, sebagai Gauts Hadza Zaman (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal.16).
Kami menjawab
Inti kalimat diatas sesuai dengan buku rujukan dan halamannya.
Dan jawaban, kami bagi menjadi 3 bagian :
1. Hal Doktrin
2. Hal Al-Ghauts/ Ghautsu Hadzaz Zaman
3. Hal Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf QS wa RA sebagai Ghauts Hadzaz Zaman.
1. Hal Doktrin
Apakah arti doktrin itu ?
Sejauh yang kami ketahui, doktrin adalah berarti ajaran. Jadi mendoktrinkan berarti mengajarkan.
Jika yang dimaksud MUI Kota Tasikmalaya dengan istilah mendoktrinkan itu berarti mengajarkan, maka setiap orang atau golongan yang mengajarkan kepada orang lain adalah mendoktrinkan. Untuk itu seperti NU, Muhammadiyah dan lain-lain, itu juga mendoktrinkan. Karena di NU ada ajaran-ajaran ke-NU-an, di Muhammadiyah ada pelajaran ke-Muhammadiyah-an dan seterusnya. Tapi jika yang dimaksud MUl Kota Tasikmalaya dengan istilah mendoktrinkan itu dengan arti konotasi (lebih-lebih yang bersifat negatif) maka yang demikian itu adalah prasangka yang berlebihan. Kenapa NU, Muhammadiyah dan yang lain, tidak dianggap mendoktrinkan oleh MUI Kota Tasikmalaya ?. Ada apa gerangan ?
2. Hal Ghauts Hadzaz Zaman
Ghauts adalah sebutan yang dipakaikan/ dikenakan kepada seseorang (hamba Allah) yang menduduki posisi puncak dalam dunia kewalian.
Istilah lain dari Al-Ghauts adalah Sulthan Auliya’, Al-Quthbu, Insan Kamil dan lain-lain. Al-Ghauts itu setiap zaman ada, dan apabila seorang yang berpangkat Al-Ghauts itu meninggal dunia, maka Allah akan mengangkat hamba atau kekasih-Nya yang lain untuk menduduki posisi itu. Dasarnya adalah hadits berikut :
عَنْ عَبْدِالله بْنْ مَسْعُودٍرَضِيَ الله عنْه قال: قال رسول الله صل الله عليه وسلم: إِن للهِ عـزّوجلّ فِي الخَلْقِ ثَلا ثُمِائة قُلُو بُهُم على قَلْبِ أدم عليه السلام , وللهِ في الخَلْقِ أَرْبَعُونَ قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ مُوسَي عليه السَلامُ , وَللهِ فِي الخَلْق سَبْعَةٌ قلو بُهُمْ على قَلْبِ إبْراهِيْمَ عَلَيْهِ وسلمَ, ولله في الخلق خَـمْسَةٌ قلو بُهُمْ على قَلْبِ جِبْرِيْل عَليه السَلاَمُ, ولله في الخَلْقِ ثَلاَثَةٌ قُلُو بُهُمْ على قَلْبِ مِيْكَائيل عَلَيْهِ السلام, ولله في الخلْقِ واحدٌ قَلْبُهُ عَلَى قَلبِ إسرَافيل عَلَيْهِ السلامُ, فإذَا مَات الوَاحِدأَبْدَلَ اللهُ مَكَانَهُ مِنَ الثلاثَةِ, وَإِذَامَاتَ مِنَ الثَلاثَةِ أَبْدَلَ اللهُ مَكاَنَهُ مِنَ الخَمْسَةِ, وإذاماتَ مِنَ الخَمْسَةِ أَبْدَلَ اللهِ مَكَانَهُ مِنَ السَبْعَةِ, وَإِذَامَاتَ مِنَ السَبْعَةِ أَبْدَلَ الله مَكانَه مِن الآَرْبَعِيْنَ, وَإذامَاتَ مِن الآربعين أَبْدَلَ اللهُ مَكَانَهُ مِن الثلاثمائة, وإِذَامَاتَ مِنَ الثلا ثمائة أَبْدَل اللهُ مَكَانَهُ مِنَ العَامَّة فَبِهِمْ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَيُمْطَرُوَيُنْبُتُ وَيدْفَعُ البَلاَءُ عَنْ هَذِهِ الآُمَّةِ.
قِيْلَ لِعَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُود : كَيْفَ بِهِمْ يُحْيِي وَيُمِيْتُ؟ قال:ِلآَنَّهُمْ يَسْألَوُن َاللهَ إِكْثَارَالآُمَمِ فَيكثرُوْنَ وَيَدْعُوْنَ عَلَي الجَبَابِرَة ,فيقصمون, ويستسقون فَيَسْقَوْنَ وَيسْأَلُوْنَ فَتَنْبِتُ الأرضُ وَيَدْعُونَ فَيُدفَعُ بِهِمْ أنْوَاعُ البَلاءَِ
أخرجه إبونعيم وإبن عساكر
Dari Ibnu Mas’ud Ra. Ia berkata, Rasulullah Saw bersabda :“Sesungguhnya, didalam ciptaan-Nya ini Allah memiliki 300 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Adam AS, 40 orang hamba yang hatinya sama dengan hati nabi Musa AS, 7 orang hamba yang hatinya sama dengan hati nabi Ibrahim AS, 5 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Jibril AS, 3 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Mika’il AS, dan 1 orang hamba yang hatinya sama dengan hati Isrofil AS. Apabila yang seorang itu meninggal, Allah segera menggantikan kedudukannnya itu dari yang tiga, dan apabila meninggal seseorang dari jumlah yang tiga, Allah segera menggantikannya dari jumlah yang lima, apabila meninggal seseorang dari jumlah yang lima, Allah segera menggantikannya dari jumlah yang tujuh, apabila mati seseorang dari jumlah yang tujuh, Allah segera menggantikannya dari jumlah yang empat puluh, apabila meninggal seseorang dari jumlah yang empat puluh, Allah akan menggantikannya dari jumlah yang tiga ratus, dan apabila meninggal seseorang dari jumlah yang tiga ratus, Allah segera menggantinya dari orang umum (biasa). Diantara mereka itu, terdapat orang yang menghidupkan dan mematikan, memberi hujan dan menumbuhkan, dan menolak bala“.
Tatkala seseorang bertanya kepada Ibnu Mas’ud, “bagaimana seseorang itu menghidupkan dan mematikan” ?. Sahabat ini menjawab : “mereka meminta kepada Allah untuk memperbanyak manusia, maka diperbanyaklah manusia itu, mereka meminta kehancuran orang-orang yang suka berbuat durhaka, maka hancurlah orang-orang itu, mereka meminta diturunkan hujan, maka turunlah hujan itu, mereka meminta agar bumi ditumbuhi tanam-tanaman, maka diperkenankanlah permintaannya. Mereka berdo’a dan dengan do’anya itu terhindarlah balak dan malapetaka”. HR. Abu Nuaim dan Ibnu Asakir.
Hadits diatas dimuat didalam banyak kitab, yang salah satunya adalah, kitab “Al Haawi lil Fataawi“ karangan Imam Jalaludin Abdur Rahman As-Suyuthi. Imam Al-Yaafi’i berkata : “bahwa yang dimaksud الواحد – hamba yang satu didalam hadits tersebut adalah القطب(Al-Quthbu)الغوث (al-Ghauts)”.
Pendapat ini banyak diterima oleh sebagian besar Ulama, terutama ulama tasawuf. Bagi mereka yang kurang sependapat, tentang hal tersebut silahkan, dan itu hak mereka. Yang penting ا لواحد (seorang hamba) yang disebut dalam hadits tersebut, benar adanya.
Catatan :
Agar tidak menimbulkan persepsi yang tidak diinginkan, maka perlu kami garis bawahi :
1. Al-Ghauts itu adalah seorang hamba yang hidupnya hanya untuk menghambakan diri kepada Allah
Swt dalam berbagai aktifitasnya.Hatinya senantiasa tawajjuh kepada Allah.(قلبه يطوف الله دا ئما) .
Dari penghambaannya yang terus-menerus itulah, maka ia dipilih menjadi kekasih-Nya.
2. Al-Ghauts itu umat Rasulullah SAW juga. Jadi kedudukan dan martabatnya masih dibawah Rasulullah SAW.
3. Al-Ghauts (wali) biasanya dianugerahi oleh Allah SWT berupa keistimewaan-keistimewaan (karomah), sebagaimana para Nabi dan Rasul dianugerahi mu’jizat. Termasuk kewenangan Jallab dan Sallab adalah bagian dari keistimewaan Al-Ghauts.
Jallab dan Sallab berlangsung melalui proses, yakni “Bidu’aaihi“ (dengan do’anya kepada Allah SWT), sebagaimana yang tercermin pada bagian akhir hadist diatas, yang artinya “diantara mereka ada orang yang menghidupkan dan mematikan, memberi hujan dan menumbuhkan, dan menolak bala’“.
3. Hal Mbah KH. Abdul Madjid Ma’ruf RA Sebagai Ghauts Hadzaz Zaman
Dalam hal ini, terlebih dahulu kami ingin bertanya, bagaimana menurut MUI Kota Tasikmalaya, jika ada seseorang atau golongan yang meyakini seseorang, bahwa orang yang diyakininya itu adalah seorang wali, benarkah atau salah ? Jika MUI Kota Tasikmalaya menjawab benar dan sah-sah saja, lantas mengapa kami Perjuangan dan pengamal Wahidiyah yang mencoba meyakini Mbah KH. Abdul Madjid RA sebagai seorang wali, divonis sebagai orang atau kelompok yang mempunyai keyakinan yang bertentangan dengan prinsip Aqidah Islamiyah, sedangkan yang lainya tidak. Bukankah thariqat dan orang-orang Qadiriyah meyakini, bahwa Syekh Abdul Qadir Jaelani RA seorang Al-Ghaust/ Sultan Auliya, dan bukankah thariqat dan orang-orang Naqsabandiyah meyakini, bahwa Syekh Bahauddin An Naqsabandi RA juga Al-Ghauts, demikian pula thariqat dan orang-orang Syadziliyah, yang juga meyakini bahwa Syekh Abul Hasan As-Syadzili adalah Al-Ghauts, dan masih banyak lagi yang lainnya. Mengapa mereka tidak divonis, sebagaimana kami divonis. Apakah mereka terlewat dari pengamatan MUI Kota Tasikmalaya !. Bukankah, di Tasikmalaya ada thariqat Qadiriyah dan Naqsabandiyah, juga thariqat-thariqat yang lain. Bila saja kita mau mengamati sedikit lebih jauh, didalam acara manaqibnya Syekh Abdul Qadir Jaelani RA, kita akan menemukan suatu kalimat, dimana dalam kalimat itu, Syekh tersebut diposisikan pada posisi yang begitu istimewa, yaitu kalimat :
لا ا له الا ا لله محمد ر سو ل ا لله شيخ عبد ا لقادرولى ا لله
Bukankah itu lebih mengherankan lagi (jika salah memahaminya), yang meletakkan nama Syeh Abdul Qadir Jaelani setelah dua kalimat syahadat ?. Padahal kami tidak sampai kesana.
Kembali kepada pertanyaan diatas, jika MUI Kota Tasikmalaya, menjawab tidak benar atau salah, alangkah banyak umat Islam di Indonesia ini yang memiliki aqidah/ keyakinan yang salah. Bukankah mayoritas umat Islam di Indonesia ini (khususnya di Jawa) percaya dengan wali sembilan, apa argumen mereka, untuk meyakini bahwa wali sembilan itu adalah wali. Bukankah orang-orang Islam di Jawa Timur banyak yang percaya, bahwa Mbah KH. Abdul Hamid Pasuruan itu seorang wali ! dan orang-orang di Jawa Tengah banyak pula yang percaya, bahwa Mbah Dalhar, Mbah K. Hasan Mangli, Mbah Lim Klaten juga seorang wali.
Di Pamijahan Jawa Barat ada Syekh Muhyi yang juga diyakini sebagai wali. Bagaimana itu, apakah berarti mereka itu salah semua dan harus dikatakan bertentangan dengan prinsip Aqidah Islamiyah ?. Kemudian dianggap sesat dan dibubarkan !. Alangkah kacaunya negeri ini apabila orang-orang/ kelompok yang meyakini adanya wali itu harus dibubarkan. Cobalah kita renungkan kembali.
Majelis Ulama' Indonesia Kota Tasikmalaya yang terhormat,
Kepercayaan/ keyakinan mengenai Mbah KH. Abdul Madjid RA sebagai wali (Ghauts fi Zamaanihi) adalah diangkat dari pengalaman rohani atau ru’yah shalihahnya sekian banyak pengamal Shalawat Wahidiyah, disamping tentunya juga dari aspek yang lain, jadi bukan sekedar asumsi.
Kemudian MUI Kota Tasikmalaya menulis :
Hal-hal tersebut diatas, tidak ada satu petunjukpun baik Al-Qur’an, Al-Hadis maupun kaul Ulama yang menyebutkan nama seseorang untuk diposisikan seperti itu. (Termasuk .. ) 01
Kami menjawab
1. Dalam al-Qur’an, memang tidak menyebutkan, nama salah seorang wali al-Ghauts RA. Karena al-Qur’an sebagai “Qanun Asasi I” (pedoman pokok pertama). Sebagai “Qanun Asasi”, al-Qur’an hanya mengisyaratkan adanya waliyullah yang berpangkat al-Ghauts RA (Khalifah/Ulil-amri).
Oleh karenanya agar lebih memahami aqidah Islam, harap dipelajari, kitab tafsir Shawi, Siraj al-Munir, al-Qurthubi, Ibnu Katsir dan Tanwir al-Miqbas Min Tafsir Ibn Abbas).
2. MUI Kota Tasikmalaya mengatakan tidak adanya hadits Nabi SAW (Qanun Asasi II) dan kaul ulama yang menyebut nama seseorang yang berposisi Al-Ghauts Ra, adalah salah besar. Maka, perlu diperhatikan, hal berikut ini :
a. Hadis riwayat Imam Muslim Dari Umar Ibn Khatthab, Rasulullah SAW, bersabda :
إِنَّ خَيْرَالتَا بِعِيْنَ رَجُلٌ يُقَاُلُ لَهُ اُوَيْسٌ “Sebaik-baiknya para tabi’in adalah lelaki yang baginya disebut Uwais”
Nabi Muhammad SAW memang menyebutnya dengan istilah “sebaik-baiknya/ terbaiknya”, dan itulah yang dimaksud wali al-Ghauts RA, dalam istilah kaum sufi. Pada masa “tabi’in”, Rasulullah SAW telah menyebutkannya ketika masih hidup. Sehingga Syeh Ahmad Kamsykhanawi dalam kitab Jami’ul Ushul, dan Dr.Yunasril Ali dalam bukunya “Manusia Citra Ilahi” yang menukil dari berbagai sumber, menjelaskan bahwa Imam Uwais adalah wali al-Ghauts Fii Zamanihi RA. Dan dalam kitab Siraj at-Thaalibin,, menyebutnya sebagai “Sayyid at-Tabi’in”, yang sepadan arti dengan al-Ghauts RA.
b. Qaul Ulama, tentang nama-nama Al-Ghauts RA pada masa lalu :
1}. Kitab Syawahid AlHaq nya Syeh an-Nabhani, menjelaskan :
a). Imam Abul Hasan Syadzali (w. 656 H)
b). Syeh Abu Hamzah Dlafir Al-Madani (w. 1301 H )
2}. Kitab Jami al-Ushul Fii al-Auliya, Syeh Ahmad Kamasykhanawi, menjelaskan :
a). Al-Ghauts Ra pertama dijabat oleh Sayyidina Hasan Ibn Ali .
b). Syeh Bahauddin An-Naqsyabandi al-Bukhari
3}. Kitab Lujain ad-Dani, menjelaskan bahwa Syeh Abdul Qadir al-Jailani (w. 551 H) adalah al-Ghauts Fii Zamanihi.
4}. Dalam kitab Tanwir al-Qulub nya Syeh Muhammad Amin Al-Kurdi.
a). Syeh Umar al-Ahdali w. 1035 H
b). Syeh Bahauddin Naqsybandi.
5}. Dan masih banyak lagi yang tidak mungkin kami sebutkan semua.
Poin 1. b. tertulis
Doa kepada Allah tidak akan sampai kalau tidak melalui terlebih dulu Ghauts tersebut (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal. 18.)
Kami menjawab
1. Teks kalimat ini, tidak terdapat dalam buku tersebut. Kalimat ini hanya buatan MUI Kota Tasikmalaya. Cuplikan halaman buku dan susunan kalimat yang benar, terlampir.
2. Semestinya MUI Kota Tasikmalaya, harus melihat redaksi asli dalam lembaran “Shalawat Wahidiyah”. Jika MUI Kota Tasikmalaya mau memperhatikan, akan menemukan hal-hal yang bertentangan dengan kesimpulan fatwa tersebut :
a. Cara pengamalan Shalawat Wahidiyah, didahului dengan bacaan surah al-Fatihah 7 kali untuk Rasulullah SAW dan 7 kali untuk Ghauts Hadzaz Zaman serta seluruh para waliyullah RA. Tidakkah hal ini, MUI Kota Tasikmalaya sadari dan renungkan ?.
b. Dalam Shalawat Wahidiyah, untuk shalawat pertama, diawali dengan kalimat Allahumma Yaa Waahidu Yaa Ahad Yaa Waajidu Yaa Jawaad ........... artinya : Ya Allah, Zat Yang Maha Esa, Dzat Yang Maha Satu, Dzat Yang Maha Menemukan, Dzat Yang Maha Murah .
c. Dalam Shalawat Wahidiyah, untuk shalawat kedua, juga diawali dengan kalimat Allahumma Kama Anta Ahluhu ... . Watarzuqanaa Tamaama Maghfiratika Yaa Allah wa Tamaama Ni’matika Ya Allah ... artinya : Ya Allah, sebagaimana keahlian ada pada Kamu ..... Dan berilah kami ampunan-Mu yang sempurna Ya Allah, nikmat-Mu yang sempurna ya Allah ...
3. Mohon doa restu, secara rohani, kepada waliyullah atau al-Ghauts RA, telah disunnahkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana yang telah diamalkan oleh mayoritas ummat Islam didunia, terutama di Indonesia.
4. Dan, karenanya, kami tidak perlu menjelaskan lagi. Serta dikarenakan MUI sebagai lembaga agama, kami yakin juga telah mengetahuinya.
Poin 1. c. tertulis :
Ghauts tersebut mempunyai kewenangan Jallab dan Sallab (menanamkan dan mencabut) iman sesorang (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal. 66)
Kami menjawab
1. Inti kalimat ini, tidak sesuai dengan rujukan buku aslinya serta halamannya.
Jika demikian, manakah yang patut diputuskan “bertentangan dengan prinsip aqidah Islamiyah”, antara “Keputusan fatwa MUI (Kota Tasikmalaya)” tersebut, atau “Sebagian Ajaran Yayasan Perjuangan Wahidiyah”?.
Siapapun, yang mau memperbandingkan dengan pikiran jernih antara keputusan fatwa MUI Kota Tasikmalaya tersebut dan surat sanggahan, jawaban dan penjelasan kami ini, tentu mengatakan, bahwa yang bertentangan dengan aqidah Islamiyah, bukanlah kami. Tetapi orang (kelompok) yang mendlalimi dan memfitnah kami tanpa dasar hukum yang jelas.
2. Yang benar, keterangan tentang kewenangan Jallab dan Sallab al-Ghauts Ra, terdapat pada buku “Kuliah Wahidiyah” dalam bab “Hal Ghauts Hadzaz Zaman”, hal. 144. Bukan dalam buku “Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah”, hal. 66. Salinan terlampir.
Ini sebagai bukti lagi, bahwa MUI Kota Tasikmalaya terlalu gegabah. Lebih semakin tampak lagi, jika mencermati dictum “Memperhatikan”, tertulis “yang dengan secara seksama membahas dan menelaah”. Ternyata MUI Kota Tasikmalaya tidak menelaah, tapi mengaku telah menelaah. Kami bertanya kepada MUI Kota Tasikmalaya, apa yang ditelaah ?. Dan, yang lebih mengherankan lagi, pengakuan membahas dengan seksama.
3. Meskipun MUI Kota Tasikmalaya, salah dan sembrono dalam pengambilan buku rujukan, karena dalam buku kami yang lain juga menerangkan hal tersebut, dan didorong oleh rasa ingin membela kebenaran, maka kami harus menjelaskannya juga. Sebagaimana tersebut dibawah ini :
a. Secara teks "kata" Jallab dan Sallaab memang tidak terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Sebagaimana ilmu nahwu/sharaf, biologi, ushul fiqh, astronomi, juga secara teks tidak ada dalam al-Qur’aan. Namun, - menurut para ahlinya – ilmu tersebut telah tersirat dalam al-Qur’an. Begitu pula tentang Jallab dan Sallaab.
b. Jallab (mengangkat - iman seseorang -) dan Sallab (mencabut/melorot - iman seseorang -) merupakan diantara karomah yang diberikan oleh Allah SWT kepada al-Ghauts RA.
c. Kemampuan ini tidak dapat dipahami oleh mukmin yang memiliki keyakinan syirik (menyekutukan Allah). Misalnya, meyakini bahwa kemampuan tersebut murni semata-mata dari kekuatan al-Ghauts RA sendiri. Jallab dan Sallaab-nya al-Ghauts RA hanya dapat dipahami oleh orang yang imannnya tidak bercampur syirik.
d. Jika MUI Kota Tasikmalaya mau memahami makna Jallaab dan Sallaab dengan pemahaman yang benar, akan memperoleh makna kedua hal tersebut secara semestinya. Dan yang salah, bukan prinsip Jallaab dan Sallaab-nya al-Ghauts Ra, tetapi cara memahaminya.
e. Jallab dapat diartikan “sifat yang meningkatkan”, dan Sallaab sebagai “sifat mengurangi atau menghilangkan”. Kedua sifat ini pada hakikinya secara umum, ada pada setiap mahluk Allah SWT. Hanya saja beda dalam manfaat dan obyeknya. Misalnya, air dapat mencabut (sallaab) rasa haus manusia, serta dapat meningkatkan (jallaab) bagi kesehatan dan kesegaran badan. Begitu pula mahluk lain. Semestinya seluruh kekuatan mahluk itu milik Allah SWT.
f. Semestinya, kedua sifat ini, sebagai kesimpulan dari arti hadits dibawah ini :
1) Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW, bersabda :
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْأَطَاع اللهَ وَمَنْ عَصانِي فَـقَدْعَصَى اللهُ وَمَنْ أَطَاع أَمِيْرِي فَقَدْ أطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيْري فَقَـدْ عَصَا نِي
Barang siapa taat kepada-Ku (Rasulullah), berarti ia taat kepada Allah. Dan barang siapa durhaka kepada-Ku, berati ia durhaka kepada Allah. Dan barang siapa yang taat kepada Amir-Ku, berarti taat kepad-Ku, dan barang siapa yang durhaka kepada Amir-Ku, berarti ia durhaka kepada-Ku
Kaum sufi berdasar ilmu mukasyafahnya dan didukung oleh beberapa hadits dan al-Qur’an (bukan sekedar asumsi), menerangkan, bahwa yang dimaksud “Amir” dalam hadits ini, adalah wali al-Ghauts RA. Sehingga dengan kata lain, hadits diatas dapat diterjemahkan dengan :
Taat kepada Al-Ghauts RA, berarti taat kepada Rasulullah SAW, yang sekaligus taat kepada Allah SWT. Dan, durhaka kepada Al-Ghauts RA, berarti durhaka kepada Rasulullah SAW yang sekaligus durhaka kepada Allah SWT.
Kami bertanya :
a. Salahkah, menurut MUI Kota Tasikmalaya, jika hadits diatas diartikan “taat kepada al-Ghauts RA menjadi penyebab meningkatnya (jallaab) iman dan taat kepada Rasulullah SAW, yang sekaligus iman dan taat kepada Allah SWT” ?.
b. Salahkah, menurut MUI Kota Tasikmalaya, jika hadits diatas juga diartikan “durhaka kepada al-Ghauts RA menjadi penyebab melorotnya (sallab) iman dan taat kepada Allah SWT, yang sekaligus melorotnya iman dan taat (durhaka) kepada Allah SWT”?.
c. Jika dianggap salah, pengartian diatas, kami bertanya, dengan dasar apa dan darimana ?
Syeh Muhammad Wafa (w. 801 H), Guru Agung Pemandu kaum sufi pada zamannya, menyimpulkan makna hadits diatas sebagai berikut :
قلْبُ العَارِفِ حضْرَةُ اللهِ فـَمَنْ تـَقَرَّ بَ اِلَيْهِ بِالقُـرْبِ المُلاَ ئِمِ فُـتحَتِ لَهُ أَبْوَابُ الحَضْرَةِ
“Hati orang arif (apalagi Amirul Arifin/ al-Ghauts RِِِِA) itu, hadrah (lambang kehadiran) Allah. Barang siapa mendekat kepadanya dengan cara pendekatan yang semestinya, maka akan terbukalah baginya pintu-pintu kehadiran (Allah)”.
Kami bertanya :
a. Menurut MUI Kota Tasikmalaya, salahkah penjelasan Syeh Muhammad Wafa tersebut?.
b. Jika salah, apa dan darimana dasarnya ?
c. Jika benar, bukankah “terbukanya kesadaran hati seseorang tentang kehadiran Allah SWT” merupakan sifat Jallaabnya al-Ghauts Ra ?.
2) Hadits riwayat Bukhari dari Abu Hurairoh Ra, Rasulullah SAW bersabda :
انّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ مَنْ عَادَ لِي وَلِيًّا فَـقَدْ اَذ نْتُهُ بِالحَرْبِ
Sesungguhnya Allah SWT berfirman : Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku (Allah) menyatakan perang kepadanya“.
Kami bertanya :
a. Setujukah MUI Kota Tasikmalaya, bahwa orang yang dimurkai dan diperangi oleh Allah SWT, adalah orang yang imannya melorot, atau bahkan tercabut (sallaab)?. Jika setuju, dalam keterangan hadits diatas, penyebab kemurkaan Allah SWT, adalah rasa benci dan memusuhi waliyullah (apalagi yang berpangkat al-Ghauts RA). Bukankah ini Sallaab namanya,?. Jika bukan sallab atau yang sepadan arti, lantas apa namanya. ?.
b. Jika MUI Kota Tasikmalaya “tidak setuju”, dengan keterangan yang sejelas diatas, dengan kerangka apa, dasar berpikirnya ?.
3) Hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا فَلْيَصبِرْ, فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُلْطَانِ شِبْرًا مَا تَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Barangsiapa yang membenci sesuatu yang datang dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari Sulthan (apalagi Sulthan al-Auliya’) sejenggkal saja, maka dapat mengakibatkan mati sebagaimana matinya orang kafir jahiliyah.
Kami bertanya lagi, salahkah menurut MUI Kota Tasikmalaya, jika hadits ini, disimpulkan, bahwa didalamnya tersirat terjadinya mati jahiliyah, karena “iman tercabut (sallaab)”. Dan ketercabutan iman tersebut diakibatkan memusuhi. membenci Sulthan al-Auliya’ ?.
Jika dianggap “salah”, atas dasar dan nash qath’i apa serta darimana ?. Serta dengan kacamata apa memandang nash qath’i tersebut ?.
Seandainya terjadi beda penafsiran, semestinya tidak boleh menyesatkan penafsiran orang lain. Tidakkah khilafiyah dalam ummat ini sebagai rahmah bagi kehidupan ?.
4) Dalam hadits riwayat Bukhari dari Anas Ibn Malik, dijelaskan, bahwa ketika menjalang keberangkatan mi’raj ke langit, malaikat Jibril (mahluk-bukan Khaliq)), atas perintah Allah SWT, meningkatkan (jallaab) iman Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
فُرِجَ عَنْ سَقْفِ بَيْتِي فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفَرَجَ صَدْرِي ثُمَّ غَسَلَهُ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ جَاء بِطَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مُمْتَلِئٍ حِكْمَةً وَإِيْمَانًا فَأَفْرَغَهُ فِي صَدْرِي ثُمَّ أَطْبَقَهُ
“Atap rumah-Ku terbuka, saat itu Aku berada di Makkah. Jibril turun dan membelah dada-Ku. Kemudian mencucinya dengan air zamzam. Kemudian didatangkan satu bejana yang terbuat dari emas, yang berisi hikmah dan iman. Lalu (iman dan hikmah) dituangkan kedalam dada-Ku, kemudian (dada-Ku) ditutupnya kembali”.
Perbuatan Jibril AS “menuangkan” iman dan hikmah kedalam dada Rasulullah SAW, dapat dikatakan perbuatan Jalllab. Yang secara lahiriyah dilakukan oleh mahluk (Jibril As). Kesimpulan ini, salahkah menurut MUI Kota Tasikmalaya ?. Jika salah, apa dan dari mana dasarnya ?.
5) Tarekat “Qadiriyah” juga meyakini jika Syeh Abdul Qadir, memiliki karomah (سلاب الاحوال – pencabut kondisi batiniyah seseorang). Dan karomah ini disampaikan sendiri oleh Syeh. Abdul Qadir dalam kitab Lujain ad-Daani, bab “fatwa dan karamah Syeh”
Kami bertanya, salahkah menurut MUI Kota Tasikmalaya, tarekat “Qadiriyah” ini, dan juga tarekat yang lain yang juga memiliki prinsip Jallaab dan Sallab kepada al-Ghauts Ra penggagas awal setiap tarekat mereka ?.
Poin 1. d. tertulis :
Bahwa kalau tidak ada Ghauts (yang dimaksud Mbah H. Abdul Majid) Allah akan menghancurkan dunia sekarang ini (Mbah H. Abdul Majid dianggap juru selamat bagi ummat zaman sekarang). (Kumpulan Teks Kuliah Wahidiyah hal. 17)
Kami menjawab
Inti teks kalimat ini, tidak sesuai dengan halaman dan buku rujukan. Terutama, teks (Mbah H. Abdul Majid dianggap juru selamat bagi ummat zaman sekarang), yang ternyata tidak terdapat dalam halaman dan buku rujukan (lihat kembali bukunya). Buku dan halaman aslinya terlampir.
Bagaimana semestinya MUI Kota Tasikmalaya ini, mengaku telah mengambil rujukan dari kalimat yang tertera dalam buku kami, namun ternyata yang menjadi rujukan, adalah “tafsiran” MUI Kota Tasikmalaya sendiri ?. Hal seperti ini seharusnya tidak patut terjadi dalam lembaga agama seperti MUI.
Arti dari susunan kalimah “Bahwa kalau tidak ada Ghauts”, dengan jelas bersifat umum untuk seluruh al Ghauts RA, baik dahulu, sekarang dan yang akan datang. Namun, ada maksud apa, sehingga MUI Kota Tasikmalaya menafsirinya bersifat khusus, dan ditujukan kepada Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA.
Kami bertanya, apakah kalimat tersebut ditulis sengaja untuk menghasud, menghantam dan memojokkan Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA. ?. Tidakkah menghasud itu lebih kejam dari pembunuhan ?. Sudahkah hal ini, MUI Kota Tasikmalaya direnungkan sedalam-dalamnya?.
Jika MUI Kota Tasikmalaya ingin koreksi makna dan isi prinsip tersebut, semestinya melihat kitab aslinya, yang kami jadikan rujukan dalam buku kami tersebut. Yakni kitab Taqrib al-Ushul, halaman 53. Bukan sekedar pada buku kami. Lebih lagi bukan pada “tafsiran sendiri”. Jika memang MUI Kota Tasikmalaya tidak memiliki kitab rujukan tersebut, sebaiknya dalam surat keputusan fatwa tersebut, tidak menulis kalimat “yang dengan secara seksama telah membahas dan menelaah”
Kitab ini (Taqriib al-Ushul), mengupas prinsip tersebut sebagai penjelasan terhadap hadits Nabi SAW yang sangat banyak, tentang keberadaan dan sirri para waliyullah, khususnya wali al-Ghauts RA (sebagai penjaga dan pelestari alam seisinya secara rohani), sebagaimana yang telah kami sebut dalam hadits al-Wahid (satu hamba Allah SWT). Dan untuk memperjelasnya lagi, antara lain :
a. Hadits sahabat ‘Ubadah Ibn Shamit, riwayat Imam Ahmad, Thabrani dan Abu Nuaim:
لاَ يَزَالُ فِي أُمَّتِي ثَلاَ ثُونَ بِهِمْ تَقُـوْمُ الاَرْضُ وَبِهِمْ يُمْطَـرُوْنَ وَبِهِمْ يُنْـصَرُوْنَ
Tidak sepi didalam ummatku tigapuluh orang. Sebab mereka Bumi tetap berdiri tegak, sebab mereka mahluk diberi hujan, dan sebab mereka, manusia ditolong (oleh Allah)
b. Hadits dari sahabat Mu’ad Ibn Jabal, riwayat Ad Dailami :
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ فَهُوَ مِنَ الأَ بْدَالُ الذِيْنَ بهِِمْ قَوَامُ الدُنْيَا وَأَهْلِهِ
Adalah tiga (hamba) orang. Barang siapa ada didalamnya, berarti ia dari golongan wali abdal. Yang sebab mereka dunia dan seisinya tetap tegak. .
Jika telas jelas demikian, kami ingin bertanya kepada MUI Kota Tasikmalaya :
1. Siapakah yang patut divonis bertentangan dengan aqidah Islamiyah ?. Kami, ataukah pihak yang memvonis kami sebagai ajaran yang betentangan dengan aqidah Islamiyah ?.
2. Wajibkah atau tidak, menurut MUI Kota Tasikmalaya, bagi pihak yang memfitnah dan mendhalimi, memohon maaf kepada orang / golongan yang didhalimi dan dan difitnah ?.
Poin 2. tertulis
“Kehadiran Yayasan Perjuangan Wahidiyah di kampung Kereteg Kelurahan Cigantang Kecamatan Mangkubumi sangat kontroversi dan meresahkan masyarakat sekitar, terutama dalam aqidah Islam”.
Kami menjawab
1. Karena MUI Kota Tasikmalaya, memasukkan kalimat ini kedalam bagian “MEMUTUSKAN”, bukan dalam bagian konsideran (dictum “Memperhatikan”), maka, makna yang dapat dipahami dari susunan kalimat “Kehadiran Yayasan Perjuangan Wahidiyah” sebagai penyebab keresahan, berarti berdasar penilaian dan keputusan MUI Kota Tasikmalaya, bukan berdasar fakta lapangan. Coba direnungkan kembali !
2. Makna dari “Sangat kontroversi” yang dimaksud MUI Kota Tasikmalaya sangat membingungkan. Kontroversinya lembaga kami didaerah tersebut dalam hal apa? Jika yang dimaksudkan “kontroversi” tersebut, adalah dengan adat yang berlaku. Kami bertanya, adat yang mana ?. Jika, dengan aqidah Islam, aqidah Islam yang mana ?.
Agar MUI Kota Tasikmalaya tidak kacau dalam memahami shalawat Wahidiyah dan ajarannya, maka perhatikan hal-hal dibawah ini :
a. Makna dan inti Shalawat wahidiyah, tidak kontroversi dengan makna dan inti shalawat lainnya. Coba terjemahkan redaksi shalawat Wahidiyah dan shalawat lainnya kedalam bahasa Indonesia !
b. Prinsip ajaran Wahidiyah, tidak kontroversi dengan prinsip pokok ajaran Islam :
1). لله بالله tidak kontroversi dengan aqidah Islamiyah. Begitu pula tidak kontroversi dengan tarekat yang ada. Sebab setiap tarekat, memfokuskan dasar dalam ibadah dengan prinsip “lillah – billah” ini. Misal saja, tarekat “Qadiriyah”
Lihat dalam kitab Lujain ad-Daani manaqibnya Syeh Abdul Qadir Jilliy RA:
وَطَرِيْقُهُ تَجـْرِيْدُ التَوحـِيدِ وَتَفـْرِيْدُ التَوحـِيْدِ لاَ بـِشَيْئٍ وَلاَ لـِشَيْئٍ
(Prinsip) tarekat Syeh, adalah tertariknya segala mahluk kedalam ke-Esa-an Allah, dan ke-Esa-an Allah itu dalam kesendirian-Nya. Yakni (sadar) tidak karena apa-apa (lillah} dan tidak sebab apa-apa (billah).
2). للرسول بالرسول , tidak kontroversi dengan shalawat lainnya. Dalam shalawat “Nariyah” terdapat kalimah بِهِ artinya - sebab jasa Rasulullah SAW, sama arti dengan “Birrasul”. Dalam shalawat “Badar” terdapat susunan kalimah وَبِالهَادِي رَسُولِ الله - Sebab jasa Nabi SAW Pembawa hidayah, yaitu Rasulullah, artinya juga “Birrasul” Dalam doa yang mashur dalam masarakat :
يَارَبِّ بِاامُصِطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا واغَفِـرلَنَا ماَمَضَى يَاوَاسِعَ الكَرَمِ
Wahai Tuhan kami, sebab jah keagungan Nabi Yang Terpilih (Rasulullah SAW) sampaikanlah tujuan hidupku, dan (sebab jah kemuliaan Nabi SAW) ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu, Wahai Tuhan Yang Maha Luas Kemulyaannya”, juga sama arti dengan “Birrasul”
Lirrasul-Birrasul, tidak kontroversi dengan prinsip dalam shalat. Ketika muslim yang sedang mendirikan shalat, dalam memurnikan iman dan tauhid kepada Allah SWT, mereka tetap diwajibkan tawajjuh (menghadap hubungan rohani) kepada Rasulullah SAW. Yakni ketika membaca السلام عليك أيّها النبي dalam doa tasyahud. Lihat dalam kitab Fathul Bari Syarah shahih Bukhari (Ibnu Hajar al-Asqalani), Qawaid al-Aqaid (Imam Ghazali), Tanwir al-Quluub (Syeh Amin al-Kurdiy) atau kitab Nurul Burhan (al-Mukarram Bapak KH. Mushlih Mranggen Demak - Jawa tengah – mantan Rais ‘Am, Jam-iyah Ahli Thariqah Mu,tabarah, NU).
3). للغَوث بالغوث - tidak kontroversi dengan aqidah Islamiyah. Dalam sistem seluruh terekat manapun, menyimpulkan bahwa kunci keberhasilan ma’rtifat dan berkah dari Allah Swt, tergantung pelaksanaan prinsip رَابِطَةُ الشيْخ - kuatnya hubungan batin antara Guru Mursyid dan murid.
c. Agar MUI Kota Tasikmalaya tidak gegabah dalam memahami aqidah Islam, perhatikanlah, hal-hal berikut ini:
1). Hadis riwayat Imam Abu Daud dari Abu ad-Darda’, Rasulullah SAW bersabda :
إِشـْفَعـُوا إِلَيَّ لَتُؤْجَـرُوا وَلَيَقْـضَ اللهُ عَلَى لِـسَانِ نَبـِيِّهِ مَا شَاءَ
“Mohonlah kamu semua syafa’at kepada-Ku niscaya kamu semua akan diberi pahala, dan sungguh Allah menentukan apa-apa yang Ia kehendaki. melalui lisan Nabi-Nya,
2). Hadis riwayat Imam Baihaqi, dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda :
أَنَا أَبُو القَاسِمِ وَاللهُ يَرْزُقُ وَأَنَا أَ قْسِمُ
“Aku (Rasulullah) adalah Bapaknya para pembagi, sedangkan Allah adalah Zat Pemberi rizki, dan Aku sedang dan akan Membagi”.
Hadits yang sepadan arti, dengan lain redaksi, juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari Ra.
3). Firman Allah Swt, Qs. an-Nur : 55
وَعَدَاللهُ الذِيْنَ اَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُواالصَالحَاتِ لَيَسْتَخْلِفِنَّهُمْ في الاَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنّنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمْ الذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبـَدّ ِلَنَّهُمْ مِنْ بَعـْدِ خَـوْفِهِمْ أَمْنًا يَعـْبُدُونَنِي وَلاَ يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan yang mengerjakan amal yang sholeh, bahwa sungguh-sungguh (Allah) akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana (Allah) menjadikan orang-orang yang sebelum mereka. Dan sungguh (Allah) akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhai-Nya. Dan (Allah) benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dan tiada mensekutukan-Ku dengan sesuatu apapun”.
Imam Ibnu Katsir, memberi tafsiran, bahwa sari dari ayat ini merupakan mukjizat Nabi Saw sehingga dapat mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi, dan sekaligus sebagai pemberitaan Allah Swt, tentang akan adanya khalifah rohani bagi ummat-Nya.
هَذَا وَعْدٌ مِنَ اللهِ لِرَسُولِهِ بِأَنَّهُ سَيَجْعَلُ أُمَّتَهُ خُلَفَاْ الآَرْضِ
“Ini adalah janji dari Allah kepada rasul-Nya, bahwa sesungguhnya (Allah) akan menjadikan ummat-Nya sebagai kholifah dibumi”.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini dengan hadis Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim :
لاَيَزَالُ طَائِفَةُ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِيْنَ عَلَى الحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلّهُمْ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ , وفِي رِوَايَةٍ حَتَّى يُقَاتِلُونَ الدَجَّالَ, وَفِي رِوَايَةٍ حَتّى يَنْزِلُ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ. وكُلُّ هَذِهِ الرِوَايَةِ صَحِيْحَةٌ وَلاَ تُعَارِضُ بَيْنَهَا
“Tidak sepi ummat-Ku, dari sekelompok manusia yang memperjuangkan kebenaran, yang mana tidak dapat memberi madlarrat kepada mereka, orang-orang yang menghinakannya, sampai hari kiamat”. Dan dalam riwayat lain : “sampai mereka dapat membunuh dajjal”. Dan dalam riwayat lain : “sampai turunnya Nabi Isa Ibn Maryam”. Riwayat hadis ini adalah shahih tanpa adanya pertentangan antara hadis satu
1Batal Suka · · Hentikan Pemberitahuan · Promosikan · Bagikan
Anda, Iwan Ciss, Chunang Spm, Listia Anee, dan 31 orang lainnya menyukai ini.
Ahmad Dimyathi S Ag GUS DUR (KH. ABDURRAHMAN WACHID) ORA TERIMO WAHIDIYAH DISESATKAN !
http://youtu.be/nvo3-uEBDz0
youtu.be
Gus Dur Gak Trimo Wahidiyah Disesatkan
gus dur
23 Mei pukul 14:13 · Suka · 1 · Hapus Pratinjau
Nur Gamari Abdul Mukid Kang Mukid Nurgamari.....NIKI LO MAS AKIK SENG KULO NGIRIMI JENENGAN PERSIS GADAHANE BPK GUSDUR.....
23 Mei pukul 14:16 · Batal Suka · 3
Nur Gamari Abdul Mukid YAA SAYIIDII YAA ROSUULALLAH YAA SAYIIDII YAA AYUHAL GHOUST.....
23 Mei pukul 14:22 · Batal Suka · 2
Nur Gamari Abdul Mukid YAA SAYIIDII YAA AYUHAL GHOUST.....
23 Mei pukul 14:22 · Batal Suka · 2
Mnpardiansyah Scooter Mania Yaa Sayyidii Yaa Rosuulalloh.
23 Mei pukul 14:52 · Batal Suka · 2
Mbah So Gondrong Yaa sayyidii yaa rosuulalloh...yaa sayyidii yaa ayyuhal ghouts.. fafirruuilalloh!!!!kita cuma bs berdoa dan bermujahadah smga orang"yg mengatakan wahidiyah sesat mendapatkan balasan dari alloh swt...amin
23 Mei pukul 22:20 · Batal Suka · 1
Swara Langit Mudah2an mereka yg menyerang dab merusak rumah para pengamal Wahidiyah mendapat HIDAYAH dari Alloh...
Suka ·  · 
  • Ahmad Dimyathi S Ag

1 komentar:

  1. SAYYIDII YAA ROSUULALLOH .!
    GUS DUR (KH. ABDURRAHMAN WACHID) ORA TERIMO WAHIDIYAH DISESATKAN !
    http://youtu.be/nvo3-uEBDz0
    youtu.be

    BalasHapus