YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
I. 01.317 - "BAHASAN UTAMA - KULIAH WAHIDIYAH"
0034.01.317 - Keberadaan Rasulullah Saw Dalam Alam Barzah.
HR.
Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai dan Tirmidzi
dari Abu Huraira Ra, Rasulullah Saw bersabda :
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ
ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, وَوَلَدٍ صَالِحٍ
يَدْعُو لَهُ
Ketika keturunan Adam mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara : shadaqah yang mengalir pahalanya, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak shalih yang mendoakan untuknya.
Banyak
orang salah dalam mengartikan hadis diatas. Mereka mengatakan Rasulullah Saw dalam
alam barzah sudah wafat dan tidak dapat menolong ummatnya. Hingga mereka
menuduh syirik, kufur dan pelaku bid’ah kepada orang yang bertawassul
dan beristighatsah kepada Rasulullah Saw.
Disebabkan
hal yang demikan ini, Yayasan Perjuangan Wahidiyah – sebagaimana yang
dibimbingkan oleh Beliau Hadlratul Mukarram Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra
Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo -, perlu kiranya menjelaskan
kembali arti dari redaksi hadis انْقَطَعَ عَمَلُهُ : terputuslah
amalnya, dengan arti انْقَطَعَ ثَوَابُ عَمَلِهِ : terputuslah
pahala amalnya, dan bukan terputus amalnya.
Para
waliyullah dan para nabi dan rasul As masih dapat menolong ummat manusia dari
alam barzah. Namun perbuatan mereka tersebut
tidak membuahkan pahala untuk mereka sendiri. Dan pada urainan ini akan kami
ketengahkan beberapa tinjauan.
A. Dari ilmu balaghah (sastra arab).
Sesuai
pedoman yang ditetapkan oleh para ulama ahli bahasa arab, gaya bahasa dalam
redaksi hadis diatas, menggunakan uslub isitsna-i (ungkapan pengecualian)
yang mengandung arti, ketentuan hukum dalam pokok bahasan (kalimat sebelum kecuali
/ illaa {al-mustatsna minhu) adalah kematian yang dapat memutuskan amal),
harus dikaitkan dengan makna sesuatu yang dikecualian (al-mustasna,
kata-kata setelah kecuali / illaa).
Dengan
demikian, makna kata-kata انْقَطَعَ
عَمَلُهُ : terputuslah amalnya harus sejalan dengan makna yang
terkandung dalam إِلاَّ
مِنْ ثَلاَثٍ : kecuali dari 3 perkara.
Artinya, obyek pengecualian berkaitan dengan pahala amal. Artinya, anak
adam setelah kematiannya masih dapat menikmati pahala yang terus mengalir dari
tiga perkara tersebut. Yakni, selama ilmu yang pernah ia diajarkannya masih
dimanfaatkan dan perbuatan yang faedahnya masih dapat dirasakan oleh orang yang
ditinggalkannya serta doa dari anak shalih dari hasil didikan yang dilakukan
semejak ia masih dalam alam fana. Jadi, makna
redaksi hadis diatas, harus diartikan:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ (ثَوَابُ) عَمَلِهِ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ :
(ثَوَابُ) صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, وَ(ثَوَابُ) عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, وَ(ثَوَابُ
عَمَلِ) وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو (اللهَ) لَهُ
Ketika
keturunan Adam mati, maka terputuslah (pahala) amalnya. Kecuali dari tiga
perkara : (pahala) shadaqah yang mengalir, dan (pahala) ilmu yang dapat diambil
manfaatnya, dan (pahala amal) anak shalih yang memohon (kepada Allah, sekiranya
ibadahnya diterima agar pahala amalnya) diperuntukan juga kepada bapak (ibu,
kakek, nenek dan guru)-nya.
Lain
itu pula, susunan redaksi dalam hadis انْقَطَعَ عَمَلُه : terputus
pahala amal, merupakan susunan kalimat majaz mursal yang menunjukkan
pemaknaan kepada yang bukan aslinya. Dalam
kitab Balaghah al-Wadlihah tulisan Ali al-Jariim, pada
bab “majaz lughawi” bahasan “majaz mursal”, dijelaskan : Majaz mursal adalah
kata yang digunakan bukan untuk makna aslinya karena adanya hubungan
antara makna asli dengan makna tidak asli yang selain keserupaan, serta adanya
karinah/ bukti yang menghalangi pemahaman dengan makna asli. Dan hubungan
tersebut meliputi : sababiyah, , juziyah, kulliyah, i’tibar maa kaana/ maa
yakuunu, halliyah/ mahalliyah.
Sebagai contoh,
antara lain :
a. Hubungan musabbabiyah
(penyebab). Firman Allah Swt, Qs. al-Mukmin : 13 :
وَيُنَزِّلُ لَكُمْ مِنَ السَمَاءِ
رِزْقًا : Dan Dia Dzat yang menurunkan dari langit
untuk kamu semua suatu rizki (air hujan). Kata rizki harus
dimaknai dengan arti khusus yaitu air hujan, meskipun tidak terlalu
salah jika diartikan secara apa adanya. Alasan pengantian air
hujan dengan kata “rizki” dalam ilmu balaghah dinamakan musabbabiyah.
b. Hubungan haliyah (kondisi). Firman Allah Swt, Qs. al-Muthaffifin : 22 : إِنَّ
الأَبْرَارَ لَفِي نَعِيْمٍ : Sesungguhnya,
orang-orang yang berbakti kepada Allah, benar-benar berada didalam kenikmatan
yang agung (surga). Alasan pengantian kata surga dengan “kenikmatan”,
adalah halliyah.
c. Hubungan mahalliyah.
Firman Allah Swt, Qs. Yusuf : 83 : وَاسْأَلِ القَرْيَةِ الَتِي كُنَّا
فِيْهَا : Dan tanyalah
kepada kota (penduduk) yang kami berada disitu. Kata “kota” harus
diartikan penduduk. Alasan pengantian kata penduduk dengan kata kota, adalah mahalliyah).
d. Kulliyah. Firman Allah Swt, Qs. Nuh : 7 : وَإِنِّي
كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي أَذَانِهِمْ: Dan sungguh setiap kali aku mereka (kepada
keimanan), agar Engkau mengampuninya, mereka memasukkan jari-jarinya
kedalam telinga mereka. Yang dimasud semua jari-jari (kulliyah) adalah
ujung salah satu jari.
B. Dari dalil al-Qur’an dan
hadis.
Banyak
keterangan dalam al-Qur’an dan hadis yang menjelaskan bahwa hadis terputusnya
amal diatas tidak boleh diartikan secara makna asli (makna yang hakiki), yakni
terputusnya amal sebab kematian.
1.
Jiwa setiap manusia tidak berhenti beramal setelah ruhnya
keluar dari jasad.
a. HR.
Bukhari dari Abu Said al-Khudzriy (kitab Jawahir al-Bukhari, pada hadis
nomer : 168), Rasulullah Saw bersabda :
إِذَا وَضَعَتِ الجَنَازَةُ
وَاحْتَمَلَهَا الرِجَالُ عَلَى أَعْنَاقِهِمْ, فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةً قَالَتْ
: قَدِّمُونِي. وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَ صَالِحَةٍ قَالَتْ : يَاوَيْلَهَا أَيْنَ
تَذْهَبُوْنَ بِهَا ؟. يَسْمَعُ صَوتَهَا
كُلَّ شَيْئٍ إِلاَّ الإِنْسَانُ, وَلَوْ سَمِعَهُ صَعِقَ.
Ketika
janazah telah diletakkan (dalam keranda) dan kaum lelaki telah memikulnya pada punggungnya,
maka janazah yang shalih berkata : “Cepatkanlah langkahmu untuk aku”. Dan jika
bukan orang shalih, berkata : “Aduh, akan kalian bawa kemana aku ?”. Dan semua
makhluk mendengar suara janazah tersebut kecuali manusia. Dan jika mereka
mendengarnya, maka mereka ketakutan seperti terjadi huru hara.
Hadis
ini menjelaskan bahwa setiap janazah yang telah dibawa kekubur, tidak berhenti beramal.
Ia dapat bertanya dan memberi nasihat kepada para pelayat. Hanya saja para pelayat
tidak mampu mendengarkannya.
b. Hadis dari
Abdullah bin Umar Ra yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim (kitab
Jami’ as-Shaghir-nya Imam Suyuthi, dalam bab “alif dan dzal”),
Rasulullah Saw bersabda :
إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ عُرِضَ عَلَيْهِ
مَقْعَدَهُ بِالغَدَوةِ وَالعَشِيِّ. إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الجَنّةِ فَمِنْ
أَهْلِ الجَنَّةِ وَ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَارِ فَمِنْ أَهْلِ النَارِ.
يُقَالُ لَهُ : هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ
القِيَامَةِ.
Ketika
salah seorang dari kamu semua mati, maka ditampakkan kedanya tempatnya. Jika ia
dari ahli surga, maka (tempat yang ditampakkan) dari ahli surga. Dan jika ia
dari ahli neraka, maka (tempat yang ditampakkan) dari ahli nereka. Dikatakan
kepadanya : “Inilah tempatmu sampai Allah membangkitkan kamu kepada tempat itu
pada hari kiamat”.
Hadis
ini, dengan jelas mengabarkan bahwa mayit tidak berhenti perbuatannya. Mereka
dapat melihat tempat duduknya didalam surga atau dinereka). Hanya saja
pengetahuannya ini, Allah Swt tidak menghendaki adanya imtitsal
(tuntutan ketaatan atau pengingkaran), karena alam barzah bukan tempat berbakti
yang menghasilkan pahala atau siksa. Demikianlah yang diterangkan para ulama (Ibnu
Taimiyah, yang dinukil oleh Syeh Muhammad bin Alwi al-Maliki al-Hasani dalam
kitabnya Mafahim Yajib an Tushahhaha, pada bab “kehidupan alam barzah”).
c.
Dalam alam barzah, Nabi Muhammad Saw tidak wafat.
Dalam
al-Quran Allah Swt berfirman :
وَلاَ تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
أَمْوَاتٌ بَلْ أَحَيَاءٌ وَلَكِنْ لاَ تَشْعُرُونَ : Dan
janganlah kamu mengatakan kepada orang yang gugur dijalan Allah, (bahwa mereka
itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi, kamu tidak
menyadarinya (Qs
al-Baqarah : 154).
وَلاَتَحْسَبَنَّ الذِيْنَ قُتِلُوا فِي
سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ
Sungguh, janganlah kamu mengira orang-orang yang mati didalam
jalan Allahitu telah mati. Akan tetapi mereka masih hidup disisi Tuhannya
dengan mendapatkan rizki (Qs. Ali Imran : 169).
d.
Rasulullah menghadiri setiap mayit yang baru dimasukkan
kedalam liang lahat.
HR.
Bukhari dari Anas Ra (kitab Jawahir al-Bukari, pada hadis nomer : 258),
Rasulullah Saw bersabda :
العَبْدُ (أَيْ المُسْلِمُ) إِذَا
وُضِعَ فِيْ قَبْرِهِ وَتَوَلَّى وَذَهَبَ أَصْحَابُهُ حَتَّى إِنَّهُ لَيَسْمَعُ
قَرْعَ نِعَالِهِمْ. أَتَاهُ مَلَكَانِ فَأقْعَدَاهُ فَيَقُولاَنِ لَهُ : مَا
كُنْتَ تَقُوْلُ فِي هَذَا الرَجُلِ مُحَمَّدٍ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟
فَيَقُوْلُ: أَنَّهُ عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ. فَيُقَالُ: أُنْظُرْ إِلَى
مَقْعَدِكَ مِنَ النَارِ أَبْدَلَكَ اللهُ إِلَى الجَنَّةِ. قَالَ النَبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَيَرَاهُمَا جَمِيْعًا. وَأَمَّا الكَافِرُ
أِوِ المُنَافِقُ فَيَقُولُ : لاَ أَدْرِي كُنْتُ أُقُولُ مَا يَقُولُ النَاسُ.
فَيُقَالُ : لاَدَرَيْتَ وَلاَ تَلَيْتَ. ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَقَةٍ مِنْ
حَدِيْدٍ ضَرْبَةً بَيْنَ أُذُنَيْهِ. فَيَصِيْحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلَيْهِ
إِلاَّ الثَقَلَيْنِ.
Hamba
(muslim) ketika janazahnya diletakkan dalam kubur, sahabatnya telah pergi dan
meninggalkannya, sesungguhnya ia pasti dapat mendengar suara sandal/ sepatu
mereka. Datanglah dua malikat yang mendudukkannya seraya berkata kepadanya :
Apa yang katakan tentang lelaki ini (Muhammad Saw) ?. Janazah muslim menjawab
:Sesungguhnya dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Kemudian dikatakan kepada
mayyit : Lihatlah tempatmu dinereka, kemudian dipindah oleh Allah kedalam
surga. Nabi Muhammad Saw berkata : janazah muslim dapat melihat keduanya.
Sedangkan orang kafir atau munafiq menjawab : Aku tidak tahu, aku mengatakan
dengan apa yang dikatakan oleh manusia. Dikatakan kepada (janazah kafir atau
munafiq) : Kamu tidak memang mengerti dan kamu memang tidak mau mengamati. Kemudian (janazah
kafir atau munafiq) dipukul dengan
martil (gada) dari besi dengan
pukulan yang keras antara dua telinganya. Maka, menjeritlah ia sejadi-jadinya.
Semua makhluk yang ada didekatnya mendengarkannya, kecuali jin dan manusia.
e.
Dalam alam barzah Rasulullah Saw tetap menjalankan
sholat, mendengar serta menjawab salam dari
ummatnya, dan memohonkan ampunan untuk
ummatnya.
1). Hadis
shahih yang diriwayatkan
oleh Abu Ya’la dari Anas bin
Malik (dalam Musnad) dan Imam
Baihaqi dalam Hayatul Anbiya’, Rasulullah Saw bersabda : الأَنْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ فِي
قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّونَ : Para nabi hidup dalam kubur mereka,
serta mereka medirikan shalat (berdoa).
2). Hadis
shahih, yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud dari Abu Hurairah Ra (kitab
Jala’ al-Afham -nya Ibnul Qayyim al-Jauziyah pada nomer hadis : 19), Rasulullah Saw bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ
إِلاَّ رَدَّ اللهُ إِلَى رُوحِي حَتَّى أَرُدَّ إِلَيْهِ السَلاَمَ.
Tidaklah
dari orang muslim yang bersalam kepadaku, kecuali Allah menyampaikannya kepada
ruhku hingga aku menjawab salam kepadanya.
3). Hadis shahih dari Abdullah Ra yang diriwayatkan oleh al-Bazzar (dalam musnad Kasyf al-Astaar, 1/ 397, al-Hafizh al-Haitsamiy
(dalam Majma’ az-Zaaid, 9/ 24, dan Syeh Jalaaluddin as-Suyuthi (dalam
kitab al-Khashaaish, 2/ 281. Beliau), Rasulullah Saw bersabda :
حَيَاتِي
خَيْرٌ لَكُمْ تُحَدِّثُوْنَ وَيُحَدَّثُ لَكُمْ, وَوَفَاتِي خَيْرٌ لَكُمْ
تُعْرَضُ عَلَيَّ أَعْمَالُكُمْ, فَمَا رَأَيْتُ مِنْ خَيْرٍ حَمِدْتُ اللهِ
عَلَيْهِ, وَمَارَأَيْتُ مِنْ شَرٍّ اسْتَغْفَرْتُ لَكُمْ.
Hidupku
adalah kebaikan bagi kamu semua. Kalian melakukan sesuatu dan aku jelaskan
hukumnya. Wafatku juga kebaikan bagi kamu semua. Seluruh amalmu diperlihatkan
kepadaku. Ketika aku melihatnya dari kebaikan, maka memuji kepada Allah tentang
hal itu. Dan ketika aku melihatnya dari keburukan aku memohon ampun untuk kamu semua.
4). Hadis
shaih yang diriwayatkan
oleh Thabrani dan Ibnu Majah dari Abu Darda’ (kitab Jala’ al-Afhaam-nya
Ibnul Qayyim al-Jauziyah, nomer hadis : 55), Rasulullah Saw bersabda :
أَكْثِرُوا عَلَيَّ الصَلاَةَ يَوْمَ
الجُمْعَةِ, فَإِنَّهُ يَوْمٌ مَشْهُودٌ تَشْهَدُهُ المَلاَئِكَةُ. وَإِنَّ
أَحَدًا لَيُصَلِّي عَلَيَّ إِلاَّ عُرِضَتْ عَلَيَّ صَلاَتُهُ حَتَّى يَفْرَغَ
مِنْهَا. قُلْتُ : وَبَعْدَ المَوْتِ ؟. قَالَ : إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى
الأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الأَنْبِيَاءِ. فَنَبِيُّ اللهِ حَيٌّ يُرْزَقُ.
Perbanyaklah
bershalawat kepada-ku pada hari jumat. Sesungguhnya hari itu adalah hari yang
disaksikan oleh malaikat. Dan sesungguhnya seseorang yang bershalawat
kepada-ku, kecuali (ia dan) shalawatnya ditunjukkan kepada-ku hingga ia selesai
dari bershalawat. Aku (Abu
Darda’) bertanya : apakah juga (disampaikan kepada-mu) setelah kematian ?. (Beliau)
bersabda : Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada bumi untuk memakan
(menghancurkan) jasad (jiwa) para nabi. Nabiyullah itu tetap hidup dan diberi (beramal,
dengan menikmati) rizki.
Beberapa
hadis diatas dikuatkan oleh firman Allah Swt, Qs. an-Nisa : 64 :
وَلَوْ
أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ, جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللهَ
وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُوا اللهَ تَوَّابًا رَحِيْمًا.
Dan
sesungguhnya sekiranya mereka mendlalimi diri mereka (dan mereka mau) mendatangimu
serta memohon ampun kepada Allah, dan rasul-pun memohonkan ampun untuk mereka.
Maka mereka akan mendapati Allah Dzat Yang Menerima taubat dan lagi Maha Kasih.
Ayat
ini mengabarkan, bahwa memohon ampun kepada Allah dengan disertai sadar berada dihadapan
Rasulullah Saw, serta permohonan ampunan oleh Rasulullah Saw untuk mukmin yang
beristigfar merupakan kunci mendapatkan ampunan dan kasih sayang dari Allah
Swt. Tafsiran ayat seperti ini, diberikan oleh para pembesar ulama, seperti
Imam Ibnu Hajar al-Makkiy as-Syafii (dalam kitabnya al-Jauharul Munaddham
fii Ziyarah al-Qabri an-Nabi al-Mukarram, yang dinukil oleh Syeh Yusuf an-Nabhani {w. 1933
M}
dalam kitab Syawahid
al-Haq), Imam
Malik bin Anas Ra (pendiri madzhab Maliki), yang dinukil oleh Syeh Iyadl
al-Yahshubi dalam kitab as-Syifa’ dengan sanad yang shahih, pada
bab III pasal pertama), Syeh Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya al-Ghunyah,
Ibnu Katsir dan Imam al-Qurthubi (dalam tafsir-nya masing-masing).
Dalam
kitab Tafsir Ibnu Katsir
pada penjelasan ayat 64 surat an-Nisa’ diatas dituliskan kejadian
dimakam Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh al-Utbiy. Ia berkata : Aku duduk
dimakam Rasulullah Saw. Kemudian datanglah orang pedesaan, yang berkata :
السَلاَمُ عَلَيْكَ يَارَسُولَ اللهِ,
سَمِعْتُ اللهَ يَقُوْلُ : (وَلَوْ
أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ, الأيَة) جِئْتُكَ مُسْتَغْفِرًا لِذَنْبِي
مُسْتَشْفِعًا بِكَ إِلَى رَبِّي ثُمَّ انْصَرَفَ الأَعْرَابِي فَغَلَبْتْنِي
عَيْنِي فَرَأَيْتُ النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي النَوْمِ
فَقَالَ: يَا عُتْبِي إِلْحَقِ الأَعْرَابِيَّ فَبَشِّرْهُ أَنَّ اللهَ قَدْ
غَفَرَ لَهُ.
Salam
kepadamu wahai Rasulullah. Aku mendengar Allah bersabda : (Dan sesungguhnya
sekiranya
mereka mendlalimi diri mereka ... lihat terjemah ayat 64 surat an-Nisa’
sebelumnya). Aku datang kepadamu
untuk memohon ampunan atas dosaku, serta memohon pertolongan melalui kamu
kepada Tuhanku.
Kemudian
orang pedesaan itupun berdiri dan pergi. Tiba-tiba kedua mataku mengantuk
tidur. Dan dalam tidurku aku melihat Rasulullah Saw dan berkata kepadaku : Wahai
Utbiy, kejarlah orang pedesaan itu, dan beritahulah kepadanya, sesungguhnya
Allah telah mengampuni dosanya..
C. Dari amaliyah para nabi dan ulama salaf as-shalih.
1.
Nabi Adam As bertawassul kepada Rasulullah Saw.
Hadis
dari Umar bin al-Khathab (kitab Mafaahiim
Yajib an Tushahhaha-nya Syeh Muhammad Bin Alwi al-Maliki pada bahasan
“at-tawassul bin nabiy qabla wujudihi”, kitab as-Syifa bi Ta’rif Huquuq
al-Mushthafa Muhammad Saw-nya al-Hafidz al-Qadli Abul Fadlal ‘Iyadl
al-Yahshubi {w. 544 H, pada bab III dalam pasal pertama}, kitab Syawahid
al-Haq-nya Syeh an-Nabhani pada bab III, kitab al-Mustadrak-nya Imam
al-Haakim pada II/ 615, kitab Dalail an-Nubuwah-nya Imam Baihaqiy, 427, dan
kitab al-Mu’jam as-Shaghir-nya Imam Thabraniy pada II/ 82), Rasulullah Saw bersabda :
لمَّا اقْتَرَفَ
أَدَمُ الخَطِيْئَةُ رَفَعَ رَأْسَهُ, وَقَالَ: يَا رَبِّ أسْأَلُكَ بِحَقِّ
مُحَمَّدٍ إِلاَّ غَفَرْتَ لِي. فَقَالَ اللهُ : يَآدَمُ وَكَيْفَ عَرَفْتَ
مُحَمَّدًا وَلَمْ أخْلُقْهُ؟. فَقَالَ: يَارَبِّ لِأَنَّكَ لَمَّاَ خَلَقْتَنِي
بِيَدِكَ وَنَفَخْتَ فِي مِنْ رُوحِكَ رَفَعـْتُ رَأْسِي فَرَاَيْتُ عَلَى
قَوَائِمِ العَرْشِ مَكْتُوبًا لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ,
فَعَلِمْتُ أَنَّكَ لَمْ تُضِفْ إِلَى اسْمِكَ إِلاَّ أَحَبَّ الخَلْقِ إِلَيْكَ.
فَقَالَ اللهُ : صَدَقْتَ يَآدَمُ, إِنَّهُ لَأَحَبُّ الخَلْقِ إِلَيَّ,
أُدْعُونِي بِحَقِّهِ فَقَدْ
غَفَـرْتُ لَكَ.
وَلَولاَ مُحَمَّدٌ مَا خَلَـقـْتُكَ.
Setelah
Adam terperosok kesalahan. Ia berdoa: Yaa Rabb, demi kenyataan Muhammad,
kiranya Engkau berkenan mengampuniku. Allah bersabda : Wahai Adam,
bagaimana kamu mengerti Muhammad, padahal Aku belum mecipta (menampakkan)-nya
?. Adam menjawab : Ya Rabb, sesungguhnya Engkau, ketika menciptakanku
dan meniupkan ruh-Mu kedalam jiwaku, kuangkat kepalaku. kearasy-Mu. Kemudian
aku melihat pada tiang-tiang tertulis Lailaaha illallah Muhammad Rasulullah.
Maka, aku memahaminya Engkau tidak menyandarkan kepada nama-Mu kecuali
makhluk yang yang paling Engkau cintai dan cinta kepada-Mu. Allah menjawab
: Ya benar, wahai Adam, sesungguhnya dan pasti ia merupakan makhluk yang
cinta kepada-Ku. Maka, mohonlah ampunan kepada-Ku dengan haq-nya, sungguh
niscaya Aku mengampuni-Mu. Dan kalau bukan karena Muhammad, Aku tidak
menciptakanmu.
Hadis yang sepadan arti tertulis
dalam kitab as-Syifa bi Ta’rif Huquuq al-Mushthafa Muhammad Saw-nya
al-Hafidz al-Qadli Abul Fadlal ‘Iyadl al-Yahshubi (w. 544 H), pada bab III
dalam pasal pertama, dengan
sedikit adanya perbedaan redaksi hadis yang terakhir :
وَعِزَّتِي وَجَلاَلِيْ
إِنَّهُ لَأَخِرُ النَّبِيِّيْنَ مِنْ ذُرِّيَتِكَ وَلَوْلاَهُ مَا خَلَقْتُكَ : Dan demi
kemulyaan-Ku dan kebesaran-Ku, sesungguhnya ia adalah nabi terakhir dari
ketutunanmu. Sekiranya tanpa dia aku tidak menciptamu.
2.
Bebatuan dan pepohoan beruluk salam kepada
Rasulullah Saw.
Hadis riwayat Baihaqi (Kitab Dalail an-Nubuwwah,
jilid I pada bab “taslim al-hajar was syajar”) dari Ali bin Abi Thalib Kw. Ia berkata :
أَدْخُلُ مَعَ النَبِيْ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
الوَادِي فَلاَ يَمُـرُّ بِحَجَرٍ وَلاَ شَجَرٍ إِلاَّ قَالَ : السَلاَمُ عَلَيْكَ
يَارَسُولَ اللهِ. وَأَنَا أَسْمَعُهُ.
Aku
bersama Nabi Saw memasuki lembah. Beliau tidak melewati bebatuan dan pepohonan
kecuali, mereka mengucapapkan : “salam sejahtera kepadamu wahai Rasulullah”.
Dan aku mendengarkannya.
3.
Sahabat Bilal beristighatsah dimakam Rasulullah
Saw.
Hadis
shahih yang driwayatkan oleh Imam Baihaqi (dalam Dalail an-Nubuwah) dan
Ibnu Abi Syaibah (dalam al-Mushannaf), juga dalam Syawahid al-Haq-nya
Syeh an-Nabhani, serta dalam Fath al-Baariy-nya Imam Ibnu Hajar
al-Asqalaaniy. Ketika terjadi kemarau panjang menimpa ummat Islam dizaman
khalifah Umar bin Khatthab. Bilal bin al-Harits al-Muzaniy Ra mendatangi makam
Rasulullah Saw, dan berkata : إِسْتَسْقِ
لِأُمَتِكَ فَإِنَّهُمْ هَلَكُوا : Mohonkan
hujan untuk ummatmu, sesungguhnya mereka telah kepayahan.
Kemudian
Rasulullah Saw mendatangi Bilal dalam tidurnya, seraya memberitahukan kalau
hujan sudah turun. Dan, Khalifah Umar bin Khatthaab Ra menangis, ketika Bilal
menyampaikan kejadian ini kepadanya. Umar berkata : يَارَبِّ لاَ آلُوْ إِلاَّ مَا عَجَـزْتُ عَنْهُ : Wahai Tuhanku, akan saya kerahkan
semua upayaku, kecuali yang aku tidak mampu.
4.
Abdullah bin Umar beristighatsah kepada
Rasulullah Saw setelah wafatnya.
Hadis
riwayat Imam Bukhari (dalam al-Adab al-Mufrad) dari Abdullah bin Umar Ra.
أَنَّهُ خَدِرَتْ رِجْلُهُ. فَقِيْلَ : أَذْكُرْ أَحَبَّ
النَاسِ إِلَيْكَ. فَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ. فَكَأَنَّمَا نَشِطَ مِنْ عِقَالٍ.
Sesuingguhnya
kaki (Abdullah bin Umar Ra) terkena penyakit mati rasa. Salah seorang yang
hadir berkata kepadanya : sebutlah orang yang paling anda cintai. Berkatalah ia
(Abdullah bin Umar) : “Wahai Nabi Muhammad”. Maka seketika itu kaki beliau
sembuh.
5.
Banyak sekali dari pengamal Wahidiyah yang sedang
mengalami permasalahan. Dan kemudian terselesaikan setelah bertawassul kepada
Rasulullah Saw dengan nida Yaa Sayyidii Yaa Rasulullah.
Keistimewaan Rasulullah Saw
Setiap
makhluk tanpa terkecuali mengalami perubahan. Dari tidak ada, kemudian ada dan
akhirnya tidak ada. Dari janin kepada balita, kanak-kanak, remaja, orang tua
dan kemudian wafat. Dari sakit kepada
sehat, dari lemah kepada kuat, dari bodoh kepada pandai dan kemudian pikun
kembali. Secara individu, setiap manusia berusaha mencukupkan segala
kebutuhannya melalui dirinya sendiri.
Secara sosial, manusia saling tergantung antara satu dengan lainnya, melayani
dan dilayani.
Setelah
diturunkan kedunia, Nabi Muhammad Saw adalah hamba Allah dan sekaligus rasul-Nya.
Sebagai hamba, Beliau tidak terlepas dari sifat kemanusiaan yang
memiliki kelemahan; seperti sakit, lapar, haus, kematian dan sifat-sifat lain
sebagaimana umumnya manusia. Sebagai manusia, Nabi Muhammad Saw tidak mampu
mendatangkan kebaikan atau kemanfaatan untuk dirinya sendiri, apalagi untuk
orang lain. Sebagaimana keterangan dalam firman Allah Swt (Qs : al-A’raf : 188) :
قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا
وَلاَ ضَرَّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ, وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الغَيْبَ
لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُوْءُ, إِنْ أَنَا إِلاَّ
نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ.
Katakanlah
: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan dan menolak kemadlaratan untuk diriku,
kecuali yang dikehendaki oleh Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib,
tentulah membuat kebajikan sebanyak-banyak, dan aku tidak ditima kerugian.
Tidak ada aku, kecuali sebagai pemberi peringatan dan pemberi berita gembira
kepada kaum yang beriman .
Sebagai
Rasulullah, Nabi Muhammad Saw memiliki beberapa keistimewaan, yang antara lain
:
1.
Rasulullah
adalah nabi yang pertama dan rasul yang terakhir.
1). Hadis
ini hasan dan shahih yang diriwayatkan Baihaqi dan Tirmidzi dari
Irbadl bin Sariyah (kitab Dalail an-Nubuwwah) jilid I pada bab “Maulid
al-Mushthafa dari sahabat Maisarah Ra. Aku bertanya kepada Rasulullah Saw :
مَتَى كُنْتَ نَيِيَّا
؟. قَالَ : وَآَدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ وَالجَسَدِ : Kapan Baginda
menjadi nabi ?. Beliau bersabda : “Semenjak Adam masih antara jiwa dan jasad.
2). HR. Ahmad
dan Bukhari (dalam at-Taarikh), al-Haakim dan Tirmidzi mengatakan :
hadis ini hasan dan lagi shahih, dan Ibnu Hibban (dalam Shahih-nya) dari Irbadl bin Sariyah, Rasulullah
Saw bersabda :
كُنْتُ أَوَّلُ
النَبِيِّيْنَ فِي الخَلْقِ وَأخِرُهُمْ فِي البَعْثِ
Dalam
makhluk ini, Aku adalah pertama-tamanya para nabi, dan paling akhir dalam
pengutusannya.
3). HR. Imam
Ahmad bin Hanbal, (dalam
Musnad, nomer hadis : 16525) dari Irbadl bin Sariyah, Rasulullah Saw
bersabda :
إِنِّيْ عَبْدُ اللهِ
لَخَاتَمُ النَبْيِّيْنَ وَإِنَّ آدَمَ لَمُنْجَدِلٌ فِي طِيْنَتِهِ. وَسَاُنَبِّئُكُمْ بِأَوّلِ ذَالِكَ دَعْوَةِ
أَبِي إِبْرَاهِيْمَ وَبِشَارَةِ عِيْسَى بِي وَرُؤْيَا أُمِّي التِي رَأَتْ.
وَزَادَ : إِنَّ أُمَّ رَسُولِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَتْ
حِيْنَ وَضَعَتْهُ نُوْرًا أَضَاءَتْ مِنْهُ قُصُوْرُ الشَامِ.
Sesngguhnya aku adalah hamba Allah, serta sebagai penutup para
nabi, sedangkan (waktu itu), sesungguhnya Adam masih sebagai benda padat dalam
tanah liatnya. Aku akan menceritakan tentang maksudnya : doa bapak-ku Ibrahim,
berita gembiranya Isa tentang aku, dan apa yang dilihat oleh ibuku, ketika
bermimpi. Dan Irbadl menambahkan cerita tersebut : Sesungguhnya
ketika Ibu Rasulullah Saw mengandung, mimpi melihat ”nur/ cahaya”, yang mana
dari nur tersebut istana kerajaan Syam menjadi terang benderang.
Dari beberapa keterangan hadis
diatas, Syeh Jalaaluddin Suyuthi dalam kitab al-Hawiy li al-Fataawiy-nya,
juz II pada bab ke 55 (raf’us shaut), menjelaskan :
فَإِذَا
عُرِفَ هَذَا, فَالنَبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيُّ الأَنْبِيَاءِ : Dan jika hal ini telah dipahami, maka Nabi
Muhammad Saw adalah nabinya para nabi.
2.
Rasulullah Saw
mengetahui segala mahluk yang bertempat dibumi. Hadis riwayat Imam Bukhari,
Rasulullah Saw bersabda :
زُوِيَتْ لِيَ الآرْضُ حَتَّى رَأَيْتُ مَشَارِقَهَا
وَمَغَارِبَهَا
وَسَيَبْلُـغُ
مَلِكَ أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي
Telah
dilipat bumi untuk Aku, hingga aku melihat ujung timur dan ujung baratnya.
Demikian pula raja ummatku akan mendapatkan sebagaimana bumi dilipat untuk-ku.
3.
Rasulullah Saw
mengetahui sesuatu yang ghaib. Firman-Nya, Qs. al-Jin : 26–27 :
عَالِمُ الغَيْبُ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ
أَحَدًا. إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُوْلٍ, فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ
يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا.
(Dia adalah
Tuhan) Dzat Yang Mengathui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorangpun tentang yang ghib itu. Kecuali kepada rasul yang diridlai, maka Dia
mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) dimuka dan dibelakangnya.
4.
Perbuatan
Rasulullah Saw adalah perbuatan Allah Swt.
1). Firman
Allah Swt dalam surat al-Anfal ayat 17 :
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللهَ رَمَى : tidak engkau
melempar ketika engkau melempar. Akan tetapi Allah-lah yang melempar.
2). Hadits
qudsi yang diriwayatkan Imam Bukhariy. Rasulullah Saw bersabda : Allah Swt berfirman :
فَاِذَا اَحْبَبْتُهُ
كُنْتُ سَمْعَهُ الذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الذِي يُبْصِرُبِهِ وَيَدَهُ
الذِي يُبْطِشُ بِهِ وَرِجْلَهُ الذِي يَمْشِي بِهَا اِنْ سَاَلَنِي اَعْطَيْتُهُ وَاِنْ
اسْتَعَاذَ نِي اعَذْ تُهُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar